Dalam kenyataannya, para remaja akan mengalami berbagai kesulitan dalam
mengendalikan dan mewujudkan peilaku seksual secara sehat. Seringkali terjadi
justru hal ini menjadi masalah, baik bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang tua dan orang
dewasa lainnya. Di samping banyak yang sukses, banyak pula yang mengalami
hambatan dan maslaah adalam akaitan dengan perilaku seksual. Misalnya ada yang
sekolahnya terganggu, berselisij dengan saudara atau sahabat, tidak disenagi
oleh orang ta, dab. Bahkan tidak sedidkit pul ayang kemudian mendapat hambatan
dan gangguan dalam kehidupan selanjutnya.
Perilaku seksual merupakan kegiatan dari keseluruhan perilaku individu
yang bersumber dari instingayau naluri seksual. Naluri seksual berakar pada
kebutuhan dasar bagi pengembangan keturunan dalam memperolah kelangsungan
hidup. Perilaku seksual merupakan perilaku bawaan artinya telah ada dan dibawa
sejak lahir dalam bentuk-bentuk yang naluriah dan alamiah. Dalam proses perkembangan
individu, melalui interaksi dengan lingkungan, prilaku seksual akan
dimanifestasikan dalam berbagai bentuk baik bersifat kognitif (pengenalan /
penalaran), efektif (perasaan), konatif (dorongan), ataupun motorik (gerakan
fisik). Pereujudannya dapat dalam bentuk perilaku yang nampak ataupun tidak
nampak, baik yang kuat maupun yang lemah. Melalui interaksi dengan lingkungan,
perilaku seksual berkembang menjadi perangkay perilaku yang dikendalikan oleh
norma-norma. Perilaku seksual dianggap normal danbaik apabila serasi, selatas,
dan seimbang dengan tuntutan-tuntutan kaidah norma dan nilai yang berlaku yaitu
norma agama, sosial, budaya, hukum, dsb. Dan sebaliknya perilaku sebaliknya
dipandang menyimpang apabila terdapat ketidaksesuaian dengan tutnutan norma
atau niali yang ada.
Semua pihak pasti mengharapkan agar perilaku seksual dapat
dimanifestasikan dalam bentuk yang normal dan bermakna. Dalam bentuk normal
artinya sesuai dengan tuntutan norma-norma yang berlaku di lingkungannya, dan
bermakna artinya perilaku seksual itu hendaknya menunjang terwujudnya pribadi
yang utuh, matang, sehat, danmandiri. Namun dalam kenyatannya banyak terjadi
perilaku-perilaku seksual yang menyimpang mulai dari yang paling ringan sampai
yang berat dan patologis.penyimpangan itu dapat berupa penyimpangan terhadap
obyek seksualnya (misalnya mencintai orang lain sejenis, kepuasan seksual
terhadap binatang atau benda-benda tertentu, dsb) atau penyimpangan bentuk
perilakunya seperti dengan sikap yang aneh, perilaku agresif, pasif, apatis,
takut terhadap lawan jenis, penyalahgunaan obat-obatan, dsb.
Keadaan perilaku seksual menyimpang ini sudah tentu akan banyak
menimbulkan berbagai masalah baik bagi diri individu yang bersangkutan, adanya
penyimpangan perilaku seksual dapat menghambat atau mengganggu proses
perkembangan dan keutuhan kepeibadiannya. Individu yang mengalami penyimpangan
perilaku seksual akan banya memperolej kesulitan dalam berbagai aktivitas
hiduonya sehingga kafang-kadang dapat menggagalkan perjalanan hidupnya. Bagi lingkungan
baik lingkungan keluarga ataupun lingkungan masyarakat luas, adanya gejala
penyimpangan perilaku seksual ini dapat
menimbulkan maslaah keluarga dan masalah sosial. Misalnya timbulnya keretakan
atau kehancuran kehidupan keluarga, masalah gengguan sosial, kejahatan, dan
tindakan-tindakan kriminal tertentu.
Adapun sebab-sebab terjadinya penyimpangan perilaku seksual, dapat
dikembalikan kepada dua faktor utama yaitu faktor pembawaan dan afakto
lingkunga. Yang tregolong faktor bawaan misalnya kelainan atau cacat tubuh,
kelainan organ seksual, keadaan fisik, tingkat kecerdasan, dsb. Dan yang
tergolong faktor lingkungan adalah anatara lain situasi keluarga yang kurang
menunjang (misalnya rumah tangga yang retak, tidak utuh, dsb), pendidikan
keluarga yang kurang baik, kurangnya pendidikan agama, kondisi yang salah, dsb.
Kemajuan olmu pengetahuan dan teknologidi era globalisasi sekarang ini
pengetahuan dab teknologi di era globalisasi sekarang ini ikut pula memberikan
pengaruh yang kuat bagi timbulnya penyimpangan perilaku seksual. Misalnya
bacaan, film, tontonan, dsb dapat menjadi sumber rangsangan bagi terbentuknya
penyimpangan perilaku seksual.
Pendidikan
sebagai penyelaras
Gejala penyimpangan perilaku seksual perlu mendapatkan perhatian dari
berbagai pihak terutama dalam uapaya memperbaiki dan smencegahnya. Seperti
dikatakan di atas, perilaku seksual merupakan sesuatu yang kodrati dan naluriah
dan bila diwujudkan secara tepat dan normatif dapat menunjang perkembangan
kepribadian. Keberhasilan perkembangan kepribadian, pada gilirannya akan ikut
menunjang perkembangan kehidupan masyarakat. Dan sebaliknya bila perilaku
seksual terwujud secara menyimpang maka akan banyak menumbulkan kerugian dan
hambatan bagi individu yang bersangkutan dan pada giirannya dapat mengganggu
kehidupan masyarakat secara luas.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka sangat diperlukan adanya berbagai
upaya untuk menanggulanginya baik preventiv (pencegahan) ataupun kuratif
(perbaikan). Salah satu upaya pencegahan adalah melalui pendidikan. Pendidikan
mempunyai preanan yang amat strategis dalam upaya mencegah terjadinya
penyimpangan perilaku seksual. Melalui pendidikan individu dan memperoleh
persiapan yang mantap dalam menghadapi ahari depannya. Pendidikan pada
hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan keperibadian abaik di
sekoalah dan berlangsung seumur hidup. Dalam proses pendidikan seseorang akan
memperoleh kesempatan untuk meningkatkan penalarannya, keterampilannya, dan
sikapnya sehingag terbentuk pribadi yang siap menghadapi masa depannya. Dengan
demikian maka seseorang yang telah mmeperoleh pendidikan yang baik, cenderung
akan berkembang pribadinya secara mantap danmampu mewujudkan perilakunya sesuai
dengan tuntutan lingkungan. Bedsarkan tujuan Pendidikan Nasional, bangsa Indonesia
yang telah memperoleh pendidikan, akan smenjadi manusia Indonesia yang utuh
yaitu yang taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bebudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berpribadian mantap dan
mandiri, dan memiliki rasa tanggugn jawab kemaysrakatan dan kebangsaan. Hal ini
mengandung arti bahwa apabila ciri-ciri tersebut telah terwujud pad adiri
seseorang, maka kecil kemungkinannya untuk terjadi penyimpangan perilaku,
termasuk penyimpangan perilaku seksual.
Pendidikan berlangsung seumur hidup baik di sekolah maupun di luar
sekolah. Pendidikan di sekolah lazim puyla disebut sebagai pendidikan formal.
Sedangkan pendidikan di luar sekolah berlangsung dalam keluarga yang sering
disebut sebagai pendidikan informal, dan di masyarakat yang disebut sebagai
pendidikan non-formal. Upaya pencegahan terjadinya penyimpangan perilaku
seksual hendaknya berlangsung di semua jenis dan lingkungan pendidikan.
Dalam pendidikan formal, upaya dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan
yaitu pendekatan instruksional,pendekatan personal, dan dukungan sistem. Dalam
pendekatan instruksional, uoaya pencegahan dilakukan secara terpadu dalam
proses belajar-mengajar. Untuk ini, para guru diharapkan mampu melaksanakn
proses pendidikan melalui azas ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun, karso,
tut wuri handayani. Pendekatan personal dilakukan smelalui upaya layanan
bimbingan dan penyuluihan, dimana para sisiwa akan memperoleh bantuan dalam
memahami dan mengembangkan dirinya secara terarah. Pendekatan dukungan sisitem
adalah terciptanya suasana lingkungan sekolah yang dapat menunjang terwujudnya
perilaku yang sesuai dengan kondisi pribadi dan tuntutan lingkunga.
Dalam pendidikan non-formal, berbagai pihak yang terkait hendaknya mampu
mewujudkan program-program pendidikan yang sedemikian rupa agar mampyu
mendorong para peserta didik dapat mewujudkan perilaku yang memadai. Untuk itu,
segala sarana dan materi hendaknya dapat diupayakan secara tepat guna dan
berday aguna. Perilaku-perilaku yang dapat mengarah ke gejala penyimpangan,
dapat dicegah melalui berbagai kegiatan pendidikan dan latihan yang lebih
terarah dan bermakna.
Pendidikan informal dalam keluarga dapat dikatakan sebagai inti dari
seluruh bentuk lingkungan. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang
pertama fan utama bago anak. Oleh karena itu pendidikan dalam keluarga yang
berlangsung dengan baik akan memberikan daya tangkal atau pencegahan secara
dini bagi kemungkinan terjadinya penyimpangan perilaku seksual. Dalam hal ini
orang tua mempunyai peranan yang amat penting dalam melaksanakan pendidikan
dalam keluarga melalui berbagai bentuk pendidikan dan latihan yang dilakukan
melalui komunikasi yang terbuka dan penuh kasih sayang. Inti dari pendidikan
dalam keluarga adalah pendidikan agama, karena agama merupakan fondasi dari
keseluruhan kehidupan. Inti dari pendidikan agama dalam keluarga adalah
keimanan, dan keimanan ini diwujudkan melalui kaish sayang dari orang tua kepad
aanaknya. Dengan dasar kasih sayang, orang tua penanamkan keimanan kepada
anaknya untuk kemudian dikembangkan sehingga menunjang terwujudnya keperibadian
yang utuh, matang, dan mandiri. Uraian di atas mengandung impilkasi bahwa
pendidikan yang dilaksanakan dengan baik maka akan mampu mencegah timbulnya
penyimpangan perilaku seksual. Untuk itu, maka kegiatan pendidikan syogianya
dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Lingkunga, terutama lingkungan keluarga merupakan faktor yang cukup
berpengaruh bagi perkembangan dan penyimpangan perilaku seksual. Suasana
kehidupan keluarga yang kurang harmonis, dan pola-pola pendidikan yang kurang
baik orang tua dapat menghambat perkembangan perilaku seksual dan pad
agilirannya dapat menimbulkan penyimoangan perilaku seksual. Dari sudu
tlingkunagn sosial, kondisi masyarakat dan suasana pergaulan dapat ikut
berpengaruh terhadap pembentukanperilaku seksual terutama di kalangan remaja.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah smempengaruhi terjadinya
pergeseran nilai dan budaya yang juga dapat mempengaruhi perkembangan perilaku seksual
. kualitas kehidupan agama dalam diri seseorang akan merupakan rujukan utama
sebagai landasan berperilaku (termasuk perilaku seksual). Sepanjang
lingkungan-lingkungan tersebut bersifat kondusif, maka perilaku seksual akan
berkembang dan terbentuk secara sehat. Sebaliknya, kondisi lingkungan yang
tidak kondusif akan berpengaruh secara negatif dan konstruktif sehingga
menimbulkan berbagai permasalahan.
Oleh karena itu, penciptaan lingkungan yang kondusif merupakan upaya lain
dalam mencegah dan memperbaiki penyimpangan perilaku seksuak. Upaya tersebut
antara lain menciptakan suasana keluarga harmonis yang dilandasi dengan
kualitas keimanan dan ketakwaan, diwujudkan melalui komunikasi yang efektif,
keteladanan, bimbingan, dan kasih sayang yang tulus. Pergaulan sosial ditata
secara selektif dan dikembangkan secara sehat sesuai dengan norma dan nilai
yang berlaku. Sementara itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
hendaknya dapat dijadikan sebagai panduan dan rambu-rambu dalam menjalani
kehidupan. Terhadap pengaruh sosial budaya trutama yang datang dari luar
hendaknya dihadapi secara selektif berdasarkan nilai-nilai yang berlaku
sehingga dapat dilakukan asimilasi dan akomodasi secara efektif. Yang paling
fundamental
Post a Comment
Post a Comment