0

Dalam kenyataannya, para remaja akan mengalami berbagai kesulitan dalam mengendalikan dan mewujudkan peilaku seksual secara sehat. Seringkali terjadi justru hal ini menjadi masalah, baik bagi remaja  itu sendiri maupun bagi orang tua dan orang dewasa lainnya. Di samping banyak yang sukses, banyak pula yang mengalami hambatan dan maslaah adalam akaitan dengan perilaku seksual. Misalnya ada yang sekolahnya terganggu, berselisij dengan saudara atau sahabat, tidak disenagi oleh orang ta, dab. Bahkan tidak sedidkit pul ayang kemudian mendapat hambatan dan gangguan dalam kehidupan selanjutnya.
Perilaku seksual merupakan kegiatan dari keseluruhan perilaku individu yang bersumber dari instingayau naluri seksual. Naluri seksual berakar pada kebutuhan dasar bagi pengembangan keturunan dalam memperolah kelangsungan hidup. Perilaku seksual merupakan perilaku bawaan artinya telah ada dan dibawa sejak lahir dalam bentuk-bentuk yang naluriah dan alamiah. Dalam proses perkembangan individu, melalui interaksi dengan lingkungan, prilaku seksual akan dimanifestasikan dalam berbagai bentuk baik bersifat kognitif (pengenalan / penalaran), efektif (perasaan), konatif (dorongan), ataupun motorik (gerakan fisik). Pereujudannya dapat dalam bentuk perilaku yang nampak ataupun tidak nampak, baik yang kuat maupun yang lemah. Melalui interaksi dengan lingkungan, perilaku seksual berkembang menjadi perangkay perilaku yang dikendalikan oleh norma-norma. Perilaku seksual dianggap normal danbaik apabila serasi, selatas, dan seimbang dengan tuntutan-tuntutan kaidah norma dan nilai yang berlaku yaitu norma agama, sosial, budaya, hukum, dsb. Dan sebaliknya perilaku sebaliknya dipandang menyimpang apabila terdapat ketidaksesuaian dengan tutnutan norma atau niali yang ada.
Semua pihak pasti mengharapkan agar perilaku seksual dapat dimanifestasikan dalam bentuk yang normal dan bermakna. Dalam bentuk normal artinya sesuai dengan tuntutan norma-norma yang berlaku di lingkungannya, dan bermakna artinya perilaku seksual itu hendaknya menunjang terwujudnya pribadi yang utuh, matang, sehat, danmandiri. Namun dalam kenyatannya banyak terjadi perilaku-perilaku seksual yang menyimpang mulai dari yang paling ringan sampai yang berat dan patologis.penyimpangan itu dapat berupa penyimpangan terhadap obyek seksualnya (misalnya mencintai orang lain sejenis, kepuasan seksual terhadap binatang atau benda-benda tertentu, dsb) atau penyimpangan bentuk perilakunya seperti dengan sikap yang aneh, perilaku agresif, pasif, apatis, takut terhadap lawan jenis, penyalahgunaan obat-obatan, dsb.
Keadaan perilaku seksual menyimpang ini sudah tentu akan banyak menimbulkan berbagai masalah baik bagi diri individu yang bersangkutan, adanya penyimpangan perilaku seksual dapat menghambat atau mengganggu proses perkembangan dan keutuhan kepeibadiannya. Individu yang mengalami penyimpangan perilaku seksual akan banya memperolej kesulitan dalam berbagai aktivitas hiduonya sehingga kafang-kadang dapat menggagalkan perjalanan hidupnya. Bagi lingkungan baik lingkungan keluarga ataupun lingkungan masyarakat luas, adanya gejala penyimpangan perilaku  seksual ini dapat menimbulkan maslaah keluarga dan masalah sosial. Misalnya timbulnya keretakan atau kehancuran kehidupan keluarga, masalah gengguan sosial, kejahatan, dan tindakan-tindakan kriminal tertentu.
Adapun sebab-sebab terjadinya penyimpangan perilaku seksual, dapat dikembalikan kepada dua faktor utama yaitu faktor pembawaan dan afakto lingkunga. Yang tregolong faktor bawaan misalnya kelainan atau cacat tubuh, kelainan organ seksual, keadaan fisik, tingkat kecerdasan, dsb. Dan yang tergolong faktor lingkungan adalah anatara lain situasi keluarga yang kurang menunjang (misalnya rumah tangga yang retak, tidak utuh, dsb), pendidikan keluarga yang kurang baik, kurangnya pendidikan agama, kondisi yang salah, dsb. Kemajuan olmu pengetahuan dan teknologidi era globalisasi sekarang ini pengetahuan dab teknologi di era globalisasi sekarang ini ikut pula memberikan pengaruh yang kuat bagi timbulnya penyimpangan perilaku seksual. Misalnya bacaan, film, tontonan, dsb dapat menjadi sumber rangsangan bagi terbentuknya penyimpangan perilaku seksual.

Pendidikan sebagai penyelaras
Gejala penyimpangan perilaku seksual perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak terutama dalam uapaya memperbaiki dan smencegahnya. Seperti dikatakan di atas, perilaku seksual merupakan sesuatu yang kodrati dan naluriah dan bila diwujudkan secara tepat dan normatif dapat menunjang perkembangan kepribadian. Keberhasilan perkembangan kepribadian, pada gilirannya akan ikut menunjang perkembangan kehidupan masyarakat. Dan sebaliknya bila perilaku seksual terwujud secara menyimpang maka akan banyak menumbulkan kerugian dan hambatan bagi individu yang bersangkutan dan pada giirannya dapat mengganggu kehidupan masyarakat secara luas.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka sangat diperlukan adanya berbagai upaya untuk menanggulanginya baik preventiv (pencegahan) ataupun kuratif (perbaikan). Salah satu upaya pencegahan adalah melalui pendidikan. Pendidikan mempunyai preanan yang amat strategis dalam upaya mencegah terjadinya penyimpangan perilaku seksual. Melalui pendidikan individu dan memperoleh persiapan yang mantap dalam menghadapi ahari depannya. Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan keperibadian abaik di sekoalah dan berlangsung seumur hidup. Dalam proses pendidikan seseorang akan memperoleh kesempatan untuk meningkatkan penalarannya, keterampilannya, dan sikapnya sehingag terbentuk pribadi yang siap menghadapi masa depannya. Dengan demikian maka seseorang yang telah mmeperoleh pendidikan yang baik, cenderung akan berkembang pribadinya secara mantap danmampu mewujudkan perilakunya sesuai dengan tuntutan lingkungan. Bedsarkan tujuan Pendidikan Nasional, bangsa Indonesia yang telah memperoleh pendidikan, akan smenjadi manusia Indonesia yang utuh yaitu yang taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bebudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berpribadian mantap dan mandiri, dan memiliki rasa tanggugn jawab kemaysrakatan dan kebangsaan. Hal ini mengandung arti bahwa apabila ciri-ciri tersebut telah terwujud pad adiri seseorang, maka kecil kemungkinannya untuk terjadi penyimpangan perilaku, termasuk penyimpangan perilaku seksual.
Pendidikan berlangsung seumur hidup baik di sekolah maupun di luar sekolah. Pendidikan di sekolah lazim puyla disebut sebagai pendidikan formal. Sedangkan pendidikan di luar sekolah berlangsung dalam keluarga yang sering disebut sebagai pendidikan informal, dan di masyarakat yang disebut sebagai pendidikan non-formal. Upaya pencegahan terjadinya penyimpangan perilaku seksual hendaknya berlangsung di semua jenis dan lingkungan pendidikan.
Dalam pendidikan formal, upaya dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan yaitu pendekatan instruksional,pendekatan personal, dan dukungan sistem. Dalam pendekatan instruksional, uoaya pencegahan dilakukan secara terpadu dalam proses belajar-mengajar. Untuk ini, para guru diharapkan mampu melaksanakn proses pendidikan melalui azas ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun, karso, tut wuri handayani. Pendekatan personal dilakukan smelalui upaya layanan bimbingan dan penyuluihan, dimana para sisiwa akan memperoleh bantuan dalam memahami dan mengembangkan dirinya secara terarah. Pendekatan dukungan sisitem adalah terciptanya suasana lingkungan sekolah yang dapat menunjang terwujudnya perilaku yang sesuai dengan kondisi pribadi dan tuntutan lingkunga.
Dalam pendidikan non-formal, berbagai pihak yang terkait hendaknya mampu mewujudkan program-program pendidikan yang sedemikian rupa agar mampyu mendorong para peserta didik dapat mewujudkan perilaku yang memadai. Untuk itu, segala sarana dan materi hendaknya dapat diupayakan secara tepat guna dan berday aguna. Perilaku-perilaku yang dapat mengarah ke gejala penyimpangan, dapat dicegah melalui berbagai kegiatan pendidikan dan latihan yang lebih terarah dan bermakna.
Pendidikan informal dalam keluarga dapat dikatakan sebagai inti dari seluruh bentuk lingkungan. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama fan utama bago anak. Oleh karena itu pendidikan dalam keluarga yang berlangsung dengan baik akan memberikan daya tangkal atau pencegahan secara dini bagi kemungkinan terjadinya penyimpangan perilaku seksual. Dalam hal ini orang tua mempunyai peranan yang amat penting dalam melaksanakan pendidikan dalam keluarga melalui berbagai bentuk pendidikan dan latihan yang dilakukan melalui komunikasi yang terbuka dan penuh kasih sayang. Inti dari pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan agama, karena agama merupakan fondasi dari keseluruhan kehidupan. Inti dari pendidikan agama dalam keluarga adalah keimanan, dan keimanan ini diwujudkan melalui kaish sayang dari orang tua kepad aanaknya. Dengan dasar kasih sayang, orang tua penanamkan keimanan kepada anaknya untuk kemudian dikembangkan sehingga menunjang terwujudnya keperibadian yang utuh, matang, dan mandiri. Uraian di atas mengandung impilkasi bahwa pendidikan yang dilaksanakan dengan baik maka akan mampu mencegah timbulnya penyimpangan perilaku seksual. Untuk itu, maka kegiatan pendidikan syogianya dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Lingkunga, terutama lingkungan keluarga merupakan faktor yang cukup berpengaruh bagi perkembangan dan penyimpangan perilaku seksual. Suasana kehidupan keluarga yang kurang harmonis, dan pola-pola pendidikan yang kurang baik orang tua dapat menghambat perkembangan perilaku seksual dan pad agilirannya dapat menimbulkan penyimoangan perilaku seksual. Dari sudu tlingkunagn sosial, kondisi masyarakat dan suasana pergaulan dapat ikut berpengaruh terhadap pembentukanperilaku seksual terutama di kalangan remaja. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah smempengaruhi terjadinya pergeseran nilai dan budaya yang juga dapat mempengaruhi perkembangan perilaku seksual . kualitas kehidupan agama dalam diri seseorang akan merupakan rujukan utama sebagai landasan berperilaku (termasuk perilaku seksual). Sepanjang lingkungan-lingkungan tersebut bersifat kondusif, maka perilaku seksual akan berkembang dan terbentuk secara sehat. Sebaliknya, kondisi lingkungan yang tidak kondusif akan berpengaruh secara negatif dan konstruktif sehingga menimbulkan berbagai permasalahan.
Oleh karena itu, penciptaan lingkungan yang kondusif merupakan upaya lain dalam mencegah dan memperbaiki penyimpangan perilaku seksuak. Upaya tersebut antara lain menciptakan suasana keluarga harmonis yang dilandasi dengan kualitas keimanan dan ketakwaan, diwujudkan melalui komunikasi yang efektif, keteladanan, bimbingan, dan kasih sayang yang tulus. Pergaulan sosial ditata secara selektif dan dikembangkan secara sehat sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku. Sementara itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi hendaknya dapat dijadikan sebagai panduan dan rambu-rambu dalam menjalani kehidupan. Terhadap pengaruh sosial budaya trutama yang datang dari luar hendaknya dihadapi secara selektif berdasarkan nilai-nilai yang berlaku sehingga dapat dilakukan asimilasi dan akomodasi secara efektif. Yang paling fundamental

Post a Comment

 
Top