0
Satu
Mukadimah

            Pada 1986 Ajip Rosidi, sastrawan terkemuka Indonesia, menyunting empat buku mengenai tokoh yang memiliki kiprah panjang dalam sejarah perjuangan Kemerdekaan Indonesia tersebut. Buku pertama berisi biografi dan jejak langka Sjafruddin, Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
            Buku kedua berisi komentar dan pandangan berbagai tokoh mengenai sosok Sjafruddin sebagai pribadi, politisi partai, teknokrat, ekonom, maupun Mubaligh profesi yang ditekuninya di masa tua. Pertama, berisi tulisan mengenai tema-tema keislaman dan pandangan hidupnya sendiri. Kedua, berisi tulisan mengenai persoalan ekonomi dan keuangan (termasuk hal-Ikhwal ekonomi islam), baik yang terbit di era Demokrasi Liberal maupun dimasa orde baru.
            Beberapa pertanyaan teoritis berkaitan dengan posisinya dalam kancah pergaulan sosial, percaturan wacana ideologis, dan pergulatan pemikiran ekonomi-politik masih muncul.
            Dibidang pembangunan ekonomi, pemikiran Sjafruddin pada dasarnya dikemukakan pada level ekonomi-politik dan kebijaksanaan pembangunan yang di dasarkan pada pandangan ideologis yang berkembang sejak awal abad ke-20.
            Secara ideologis, perkembangan pemikiran sejak masa Kebangkitan Nasional 1908 dibagi menjadi tiga tahap. Pertama, tahap meminjam istilah Soekarno-Islamisme. Kedua, tahap Marxisme, sosialisme dan komunisme yang mencapai puncak kejayaannya setelah revolusi Bloshevik 1917 di Rusia dan menjadi pendorong bangkitnya Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1923. Ketiga, tahap nasionalisme dipelopori Seokarno ditandai dengan berdirinya Partai Nasional Indonesia (PNI).
            Bung Karno, dalam tulisannya tahun 1926 menyimpulkan bahwa ideologi yang berpengaruh di Indonesia dan menjadi kekuatan utamadalam menentang kolonialisme dan imperialisme adalah nasionalisme, islamisme dan marxisme.
            Kebangkitan kembali komunisme baru terjadi sesudah proklamasi Kemerdekaan. Pada awal kemerdekaan ada tiga partai politik yang paling menonjol, dari segi ideiologi maupun dukungan kelompok epistemik dibelakangnya. Pertama, Partai Nasional Indonesia (PNI). Kedua, masyumi yang didukung kelompok epistemik islam modermis.
            Dalam peta politik, Sjafrudin dibesarkan dalam lingkungan pengikut Sjahrir yang berhaluan sosialis. Komunitas Sjahrir itu sendiri terbentuk dari tiga sumber komunitas yaitu pertama, Komunitas Pendidikan Nasional Indonesia (PNI). Kedua Komunitas Unitas Studioso Room Indonesiansis (USI), ketiga, Komunitas Persatuan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPI).
Sartoeno yang terlalu legalistik, menginstruksikan semua cabang TNI agar menghentikan sementara seluruh kegiatannya. Golongan yang tidak mau mengikuti Sartoeno kemudian membentuk kelompok sendiri.
Pandangan sosialisme Sjahrir didasarkan pada dan diwarnai oleh humanisme dan demokrasi, yang dikenal juga sebagai sosialis – revisionis, sebuah pandangan yang diikuti Hatta dan Sjahrir sejak mereka masih di Eropa.
UNITAS Studi Show Room Indonesiansis (USI) dibentuk oleh sejumlah Profesor konservatis Belanda untuk menekan kecenderungan radikal kelompok Pemuda dan Mahasiswa yang mengusung Nasionalisme.
Ketiga Persatuan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) menyebabkan lahirnya dua arus kecenderungan dikalangan organisasi Kepemudaan dan kemahasiswaan. Pemuda dan mahasiswa dari kalangan Priyai atas bergaung dengan organisasi baru yang dibentuk oleh para profesor Belanda itu. Kalangan Priyai rendahan cenderung bergabung dengan PPPI yang bercorak nasionalis dan radikal.
Meskipun aktivis USI, Sjafruddin juga menekuni wacana-wacana ideologi politik, terutama sosialisme. Tentu semua itu dilakukan dengan menggunakan kacamata humanis dan demokratis, sudut pandang yang mendominasi pemikirannya.
Pergaulannya dengan USI semakin memastikan bahwa Sjafruddin tidak memiliki rasa permusuhan terhadap barat, bahwa juga terhadap orang kristen, walaupun ia secara pribadi memiliki keyakinan keagamaan Islam yang kuat.
Sebagaimana Sjahrir, Sjafruddin juga cenderung anti Jepang. Kulminasi perasaan yang muncul dari pengalamannya menjadi inspektur pajak di Bandung dan refleksinya atas Fasisme. Sjahfruddin sejati lebih cenderung bergabung dengan PSI yang didirikan Sjahrir daripada dengan masyumi yang didirikan tokoh-tokoh diluar pergaulan sosial dan intelektualnya.
Sebagai sebuah paham, Islamisme berkembang melalui dua pahak keIslaman yang oleh Deliar Noer (1926-2008) disebut sebagai aliran modernis, yaitu yang berintikan Muhammadiyah dan Al-Irsyat dan aliran Tradisionalis, yang berintikan Nahdatul Ulama (NU) dan organisasi-organisasi sosial keagamaan beraliran Ahl Sunnah Wa Al-Jamaah.
Sjafruddin lahir di Banten, 29 Pebruari 1911. Sjafruddin muda telah berkembang dari aktivitas mahasiswa menjadi biokrat di pemerintahan. Ia menjadi pimpinan pusat KNIP (yang berfungsi sebagai badan legislatif, sebelum terbentuknya parlemen). Setelah itu, ia menjadi pejabat tinggi dan pemimpin oemerintahan dalam berbagai kabinet. Namun dalam Kabinet Sjahrir II, Sjafruddin tidak lagi bisa menolak tawaran ini. Lalu ia diangkat menjadi Menteri Muda Keuangan, Sjafruddin diminta menjadi Menteri Keuangan. Sejak itulah Sjafruddin tampil sebagai tokoh politik dan oemerintahan kelas atas.
Sjafruddin telah mengembangkan karirnya sebagai birokrat di Kementerian Keuangan, yaitu di jawatan pajak, sejak pemerintahan kolonial, mengikuti jejak ayahnya. Setelah pindah ke Bandung, sebagai pejabat inspeksi pajak, ia bergabung dengan gerakan bawah tanah melawan Fasisme Jepang.
Sjafruddin juga melakukan hal yang sama menulis selama kurang lebih empat dekade, dari 1940-an hingga 1980-an menulis soal-soal filsafat sosial dan keagamaan, berkaitan dengan bidang utama yang ditekuninya sebagai tokoh politik, yaitu ekonomi politik Indonesia. Pandangan filosofis-religiusnya menguatkan citranya sebagai seorang “sosialis-religius”. Ia berkembang menjadi seorang intelektual yang memahami dan sekaligus dipengaruhi ideologi sosialisme. Sjahrir maupun Sjafruddin mampu bersikap kritis terhadap sosialisme. Jika Sjahrir dipengaruhi humanisme dan demokratis, Sjafruddin dipengaruhi ajaran Islam. Sjahrir merumuskan sosilisme kerakyatan sebagai bersi sosialisme-demokrasi dalam konteks Indonesia. Sjafruddin mencoba mengemukakakn gagasan sosislisme-religius, sebagaimana dikemukanannya dalam buku Politik dan Revolusi Kita.
Gagasan untuk menerbitkan mata uang sendiri sebenarnya telah disampaikan Sjafruddin kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta sewaktu dirinya masih menjadi sekretaris KNI wilayah Priangan.
Setamat sarjana hukum daru Recht Hogeschool pada 1939, yang ditandai dengan gelar Meester in de Rechten (Mt.) Sjafruddin selalu dididik dalam lingkungan sekolah Belanda dan hanya mendapatkan pendidikan agama secara informasi dari lingkungan keluarga dan kampungnya.
Faktor yang paling mempengaruhi Sjafruddin untuk masuk bergabung dengan Masyumi, dan bukanya PSI, adalah kenyataan bahwa ayahnya adalah agnggota Sarekat Islam (SI) bahkan pernah menjadi pengurus cabang organisasi itu. Karena sifat organisasi itu yang moderat dan modernis.
Sikap SI yang tidak mengharamkan orang Islam memamaki pakaian Barat, umpamanya, memang telah menarik perhatian Arsyad yang hidup di lingkungan feodal dan kebarat-baratan. Kombinasi budaya dan gaya hidup itulah yang menyebabkan ayah Sjafruddin diterima kalangan santri dan abangan. Tiket itu dimiliki pula oleh Sjafruddin, yang membuatnya bisa bergaul dengan kalangan santri modernis dan kaum sosialis sekular.
Pengetahuan keagamaan Sjafruddin tidak diperoleh melalui pendidikan tradisional, melainkan dari bacaan. Ia juga memahami Islam dalam kerangka sebagaimana diwacanakan Ahmadiyah, yaitu Islam sebagai kekuatan rohani, bukan sebagai kekuatan ekonomi sebagaimana Kapitalisme dan Komunisme. Islam, justru busa mendamaikan dua kekuatan dunia yang sedang bertarung dan saling menghancurkan itu. Jadi Islam, dalam persepsi Sjafruddin, adalah sebuah kekuatan pendamai, sesuai dengan namanya. Ia memperoleh pengetahuan mengenal masalah-masalah fiskal, terutama mengehai peranan perusahaan dan perorangan yang berpendapatan tinggi sebagai sumber penerimaan negara melalui pajak. Pemikiran ekonominya berpihak pada dunia usaha sebagai sumber peningkatan pendapatan masyarakat.
Karier Sjafruddin di pemerintahan mencapai puncak saat ini menjabat Menteri Keuangan dan kemudian Gubernur Bank Sentral pada awal dasawarsa 1950-an. ia menyampaikan beberapa gagasan mengenai strategi pembangunan pada awal perkembangannya.
1.      Perlunya stabilitas moneter
2.      Perlunya membanugn sektor pertanian sebagai tulang punggung industrialisasi
3.      Modal asing masih tetap perlu dipertahankan, bahkan harus terus diundang untuk melakukan industrialisasi Indonesia
4.      Perlunya melakukan proses Indonesialisasi manajemen perusahaan-perusahaan asing.
5.      Memberdayakan usaha kecil melalui kredit perbankan
6.      Menempatkan Bank Sentral sebagai lembaga mandiri pendamping Pemerintah yang bertugas memelihara stabilitas moneter dan nilai rupiah
Kebijaksanaan pembangunan Orde Baru secara garis besar sebenarnya dipengaruhi oleh pengalaman dan pemikiran tiga teknokrat terkemuka
1.      Mohammad Hatta dengan gagasannya mengenai koperasi serta transformasi perekonomian yaitu transformasi dan perekonomian nasional yang mandiri berbasis perekonomian domestik
2.      Soemitro Djojohadikoesoemo, dengan pemikirannya yang berorientasi pada nasionalisasi perekenomian dan industriaslisasi yang digerakkan oleh perusahaan negara dan pengusaha pribumi
3.      Sjafruddin Prawinegara, dengan idenya yang berorientasi pada pandangan monetaris, bahwa industrialisasi harus didasarkan pada stabilitas moneter dan pembangunan pertanian, baik untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun untuk menghasilkan devisa
Meski mengambil inspirasi dari pemikiran tiga teknokrat itu, pemerintahan Orde Baru mengambil kebijakan ekonomi yang dikritik oleh para teknokrat tadi, terutama oleh Hatta dan Sjafruddin. Langkah-langkah yang dilakukan pemerintahan Orde Baru pada pokoknya adalah
1.      Liberalisasi lalu lintas permodalan, dengan melakukan pinjaman luar negeri dan mengundang modal asing
2.      Pemerintah Orde Baru menerapkan prinsip anggaran berimbang dengan melakukan pijaman luar negeri untuk menutup defisit

Dua
Genealogi Intelektual
Sosialisme Religius

            Terbitnya buku Tjokroaminoto itu mengindikasikan bahwa gerakan SI telah dipengaruhi ideologi Sosialisme berpendapat bahwa esensi Sosialisme terdapat dalam ajaran Islam, sehingga Islam sebagai ideologi ditafsirkan sebagai suatu varian dari Sosialisme, dan Sosialisme yang dimaksukannya berbeda dengan Sosialisme-Marxian.
            Di Timur Tengah, misalnya timbul gagasan mengenai Sosialisme Arab, khususnya di Mesir, Syiria, Aljazair dan Libya.
Islam adalah Bolshevisme ditambah Tuhan. Padahal Bolshevisme adalah varian yang paling penting dari Komunisme dalam konteks Uni Soviet. Islam sebagai ajaran kemasyarakatan dapat ditafsirkan sebagai sejenis komunisme berdasarkan ajarannya mengenai konsep kepemilikan Tuhan. Gagasan Sosialisme diperkenalkan ke Indonesia Oleh Hendicus Josephus Franciscus Marie Sneevliet. Demokrasi adalah satuan varian dari Marxisme. Pemikiran ini sepakat bahwa satu-satunya cara hanyalah melalui perubahan sosial besar-besaran. Di Belanda ada dua macam partai Sosial Demokrat.
Alirah pemikiran kiri yang dibawa ke Indonesia dan kemudian menyusup ke SI adalah aliran SDB yang revolusioner itu menjelaskan mengapa gerakan ISDV cenderung radikal revolusioner.
Amir Sjafruddin, pemeluk dan aktivis gereja Kristen-Protestan, mendirikan Partai Sosialis. Sjahrir, Muslim sekular, mendirikan Partai Rakyat Sosialis. Ketika masih belajar di Belanda, Sjahrir memang telah berinteraksi dengan perkumpulan mahasiswa sosial demokrat.
Pada mulanya, pandangan sosialis di lingkungan SDSC lebih etis-normatif sarat dengan nilai-nilai kekristenan dan Buddhisme, sehingga pada tingkat tertentu bisa yang juga merupakan bentuk Sosialisme utopis. Tetapi Sjahrir, sebagaimana dituturkan dalam bukunya, melangkahkan pemahamannya ke arah Sosialisme ilmiah versi Friedrich Engels, yang didasarkan pada epistemologi materialisme-historis yang dialektis.
Keterlibatannya dalam kegiatan serikat buruh merupakan proses “spiritualisasi” nilai-nilai sosialis yang berdimensi humanis, sekaligus memerkaya bacaannya tentang praktik Sosialisme di Rusia dan Fasisme Eropa.
Pandangan Sjahrir mengenai Sosialisme Kerakyatan itu sejalan dengan pemikiran Sjafruddin. Sjafruddin sendiri kemudian membangun pemikiran mengenai aspek manusia dan dasar-dasar hak asasi manusia dalam pembangunan yang direfleksikannya daru ajaran Islam. Sjafruddin jelas bukanlah pencetus istilah Sosialisme Religius. Sjafruddin mengecam keras Komunisme dan Sosialisme Marxian, karena menurut pandangannya, epistomologi dialektika-materialisme bertentangan dengan kepercayaan agama.
Sjafruddin juga mengakui bahwa Sosialisme itu tidak hanya dikenal, tetapi banyak disetujui kalangan pemimpin bangsa. Pandangan-pandangan para pendahulu Sjafruddin tersebut telah membuatnya menyetujui Sosialisme. Sjafruddin tidak memberikan penjelasan substantif mengenai apa yang dimaksudkannya dengan istilah Sosialisme Religus.
Tjokroaminoto yang mencoba mengawinkan gagasan Sosialisme yang materialis dengan ajaran Islam yang spiritualis. Ini penting dilakukan karena keduanya mempunyai kesamaan, yakni sama-sama mepelajari Islam sebagai pemikiran. Tjokroaminoto maupun Sjafruddin memandang Islam lebih sebagai kekuatan spiritual daripada meterial telah membuatnya berpandangan bahwa faktor utama dalam pembangunan bukanlah faktor ekonomi belaka yang bersifat material, melainkan juga, yang lebih penting faktor-faktor non ekonomi yang bersifat spiritual.
Di Indonesia, Kapitalisme dan Kolonialisme yang ekspoitatif telah melahirkan kemiskinan dan keterbelakangan yang ditandai kemerosotan kesejahteraan penduduk.
Respons Belanda adalah “kebijaksanaan balas budi” yang disebut etische politiek (politik etis) politik ini mencakup tiga program pembangunan, yaitu pendidikan, pengairan untuk pertanian dan pemindahan penduduk yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua bidang. Pertama, sosial ekonomi, kedua, pendidikan dan kebudayaan.
Program pendidikan lebih mengarah kepada pembentukan tenaga profesional untuk mendukung administrasi kolonial. Program irigasi pun sama. Demikian pula transmigrasi. Meskipun menciptakan lapangan kerja baru, di lain pihak sebenarnya lebih banya mendukung usaha perkebunan besar milik Belanda dan pihak asing yang berada di luar Jawa.
Gagasan kemajuan yang paling menonjol adalah agagasan Revolusi Prancis,  yaitu kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Gagasan kemajuan ini mempengaruhi pandangan politik dan sosial mereka. Tjokro berpendapat bahwa tiga gagasan kemajuan itu terkandung dalam ajaran Islam, sehingga Islam sebagai ideologi dapat juga disebut ideologi sosialis. Gagasan modernisme ini masuk ke Indonesia terlebih dahulu dan membangkitkan gerakan sosial keagamaan di tanah air, seperti terlihat dari lahirnya Muhammadiyah dan Al-Irsyad.
Demikian juga, program irigasi, sebagai komponen kedua politik etis, sangat bermanfaat bagi pembangunan prasarana ekonomi pertanian. Namun dalam jangka waktu kurang dari satu dasawarsa, petani pribumi mampu mengekspor hasil buminya baik dari usaha pertanian padi maupun perkebunan rakyat. Tjokroaminoto sendiri adalah seorang ahli dalam industri gula, karena ia juga bekerja di pabrik gula.
Sjafruddin menaruh perhatian besar terhadap pembangunan pertanian. Bisa dikatakan, perhatian Sjafruddin terhadap sektor pertanian dan pedesaan membuat posisinya bergeser dari kecenderungan menggunakan pendekatan ideologis pada kecenderungan menggunakan pendekatan pragmatis.
Lembaga tertua yang bergerak di bidang ini adalah De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hofden, yang diprakarsai Patih Banyumas, Raden Bei Aria Wirjaatmadja, sejak tahun 1894.
Kegiatan bank ini hanya untuk menampung pemasukan angsuran dari para peminjam kas masjid yang dikelola oleeh patih tersebut. Respon ini berlanjut dengan menggeliatnya gerakan Islam, yang ditandai dengan berdirinya SDI yang didirikan oleh R.M. Tirto Adhi Soerjo (1880-1918) di Bogor dan Batavia  pada tahun 1909, dan oleh Haji Samanhudi (1868-1956) di Solo pada tahun 1911. Gerakan SDI ini timbul sebagai reaksi atas terjadinya praktik monopoli penguasaan sumberdaya perekonomian Hindia Belanda pada masa itu.
Respon sejalnjutnya dari kalangan pribumi adalah pendirian Boedi Oetomo, reaksi terhadap program asosiasi yang dilancarkan pemerintahan kolonial, berupa Westernisasi.
Latarbelakang budaya semacam itu berpengaruh terhadap pemikiran sosiaslisme religius Sjafruddin. Dalam pandangan Sjafruddin, berbeda dengan pandangan tradisional yang melihat agama sebagai sistem hukum syariat agama diekpresikan dalam bentuk spiritualitas, sama dengan pandangan Barat tadi.
Interpretasi Sjafruddin terhadap sosialisme religius merupakan kombinasi antara spiritualisme dan rasionalisme.
Menurut Tjokroaminoto, Sosialisme dapat diartikan sebagai tiga hal. Pertama, pengetahuan atau teori. Keuda, sistem ekonomi. Ketiga, gerakan. Sebagai pengethauan, Sosialisme adalah suatu pengertian tentang suatu jenis masyarakat, misalnya masyarakat yang egaliter. Sebagai sistem ekonomi, Sosialisme adalah suatu jenis masyarakat yang didasarkan pada asas-asas tertentu, misalnya asas kepemilikan kolektif atas alat-alat produksi. Smentara sebagai gerakan, Sosialisme mempunyai cara-cara terntentu untuk mencapai tujuan, misalnya perjuangan kelas melalui aksi massa, atau perjuangan kelas secara demokratis.
Secara konseptual, Sosialisme dapat dipandang sebagai lima hal. Pertama, suatu cuta-cita kemasyarakatan berdasarkan suatu pandangan hidup keagamaan. Kedua, suatu tahapan peralihan dari masyarakat kapitalis menuju masyarakat komunis. Ketiga, suatu sistem ekonomi universal yang umumnya dihadapkan secara diametral dengan Kapitalisme. Keempat sistem ekonomi yang diterapkan di suatu negara yaitu Uni Soviet. Kelima, cara pandang untuk menilai suatu masyarakat.
Dalam kaitan itu, Tjokroaminoto mengatakan bahwa Kapitalisme dalam bahasa agama disebut “Kapitalisme Berdosa” (zondig capitalism)
Marx, Kapitalisme adalah suatu keniscayaan sejarah yang tak terelakkan, disi lain, ia juga takkan bisa bertahan, karena dalam dirinya terdapat kontradiksi-kontradiksi. Tiap-tiap epos sejarah akan menunaikan tugas sejarahnya , sehingga menurut hukum dialektika, masyarakat akan berkembang dari sistem komunal primitif ke sistem perbudakan, kemudian beralih ke feodal, dan lalu ke kapasitas.
Proses revisionis itu terjadi pada tingkat global dan nasional, antara lain dengan lahirnya gagasan Sosialisme  Demokrasi dan Sosialisme Religius.




























Tiga
Ekonomi Politik
Pembangunan

            Sjafruddin memang sangat dikenal sebagai teknokrat maupun pemikir. Sebagian tulisasnnya menyangkut masalah moneter, dan sebagai lain menyangkut masalah ekonomi politik terutama masalah kebijakan ekonomi dan pembangunan. Sebagian besar tulisan-tulisannya menyangkut masalah sosial keagamaan, yang kesemuanya saling kait-mengait mendukung pendapatnya mengenai peranan Islam sebagai doktrin komprehensif.
            Sjahrir, dari kumpulan tulisannya, Sosialisme Indonesia Pembangunan (1982), nampak jelas bahwa ia sedang menuliskan pemikirannya mengenai Sosialisme. Tulisan-tulisannya bersifat teoritis-empiris.
            Ia mengemukakan pandangan bahwa pembangunan sosialis itu dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan cara totaliter. Dalam dan melalui negara. Kedua, dengan cara kerakyatan artinya dilakukan oleh rakyat atau dengan menggerakkan rakyat.
Sarbini mencoba menjabarkan lebih lanjut pemikiran itu kedalam kebijakan dan program pembangunan, misalnya kebijakan mengenai industrialisasi pedesaan melalui penerapan teknologi tepat guna dengan investasi negara, mengikuti pemikiran Keynes dalam konteks Indonesia.
            Dengan demikian, Sosialisme sebagai sistem ekonomi dan pembangunan membutuhkan peralatan teori ekonomi rasional dan pragmatis. Sjafruddin memulai peranannya sebagai teknokrat dengan basis pengalaman di bidang keuangan, terutama perpajakan. Posisi dan peranannya sebagai teknokrat dimulai pada tahun 1946 sebagai Menteri Muda Keuangan pada Kabinet Sjahrir II. Sjafruddin banyak menyampaikan pandangannya ketika menjadi Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral. Dalam dua naskah pidatonya itu nampak bahwa pemikirannya tentang teori uang dan bank didasarkan pada teori ekonomi rasional dan pragmatis. Kebijakan moneter yang diambil Sjafruddin didasarkan pada persepsi dan pemikirannya mengenai pembangunan ekonomi. Ia akan menjalankan kebijakan moneter atas dasar pemahaman dan analisis mengenai politik kemakmuran yang dapat dipertanggungjawabkan secara teoritis.
Ciri-ciri sosialis tercermin dalam BAB XIV UUD 1945 Pasal 33 yang terdiri dari tiga ayat. Ayat peratma menyatakan, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asa kekeluargaan,” Ini adalah terjemahan dari prinsip “satu untuk semua, semua untuk satu” yang pernah dikemukakan Tjokroaminoto dalam bukunya, Islam dan Osisialisme, khususnya Sosialisme utopis. Ayat kedua berbunyi, “Cabang-Cabang produksi yang banyak dikuasai oleh negara” perusahaan-perusahaan yang besar dikuasai oleh negara. Ayat ketiga berbunyi, “Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Kewajiban mnyantuni fakir miskin dalam Islam itu ditujukan kepada orang-orang kaya sebagai tanggung jawab sosial, sedangkan dalam Sosialisme merupakan tanggung jawab negara.
Perekonomian suatu bangsa umumnya ditentukan tiga faktor :
1.      Kekayaan atau sumberdaya alam
2.      Kedudukannya di tengah bangsa-bangsa lain di dunia Internasional
3.      Kecakapan dan cita-cita penduduknya
Tiga faktor itu masih perlu ditambah satu lagi yaitu, faktor sejarah sebagai bekas negeri jajahan. Hatta menggunakan pendekatan sejarah untuk mengarahkan kembali perkembangan ekonomi di masa merdeka.
1.      Mengubah dasar ekonomi dari ekonomi ekspor yang merkantilis ke ekonomi yang berorientasi pada pasar domestik untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
2.      Mengembangkan sektor oertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan, dan mengembangkan sektor perkebunan untuk menghasilkan devisa dengan pengelolaan berbasis koperasi.
3.      Memperbaiki tenaga produktif rakyat melalui pendidikan dan perbaikan kesehatan guna meningkatkan mutu sumberdaya manusia
4.      Membentuk kerjasama ekonomi dan pasar regional, yang mencakup Australia, Asia Tenggara, Asia Timur
Pemerintahan multipartai yang didukung partai-partai nasionalis, sosialis dan islam, hingga awal dasawarsa 1950-an belum berhasil merumuskan garis-garis besar haluan pembangunan, karena pada waktu itu belum ada lembaga perencanaan pembangunan sebagaimana pernah diusulkan Hatta walaupun dalam periode 1945-1950.
Sebagai teknokrat di masa transisi, Sjafruddin dituntut memahami dua hal. Pertama, ia harus memahami masalah-masalah lapangan, berkaitan dengan apa yang disebut :kesulitan-kesulitan masa peralihan”. Kedua, ia juga harus memahami masalah pembangunan.
Sebagai teknokrat ia tidak bisa mengambil tindakan praktis yang mengandung risiko bertentangan dengan hukum dan prinsip-prinsip ideologi.
Masalah pembiayaan ini terdiri dari dua komponen. Pertama, pembiayaan pembangunan oleh pemerintah, yang berkisar pada masalah APBN. Kedua, masalah investasi di sekstor bisnis yang menjadi sumber peneriman dalam negeri.
Dalam menyikapi masalah modal asing untuk pembangunan Indonesia, Sjafruddin dihadapkan pada sebuah dilema. Disatu pihak, untuk menegakkan kemerdekaan dan kedaulatan ekonomi, modal asing harus digantikan dengan modal dalam negeri. Tapi di lain pihak, jika modal asing diusir melalui nasionalisasi, proses produksi akan mengalami kebangkrutan dan negara akan kehilangan sumber pembiayaan anggaran dalam bentuk pajak dan devisa.














Empat
Membangun Kembali
Perekonomian Indonesia

Pemerintah Demokrasi Terpimpin menempuh haluan Sosialis yang disebut Sistem Ekonomi Terpimpin. Ciri-ciri antara lain :
1.      Memberi kuasa kepada negara, sebagai regulator dan aktor pembangunan, untuk menguasai perekonomian.
2.      Membentuk lembaga perencanaan yang disebut Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang kini menjadi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Sjafruddin tidak setuju dengan pendapat sementara kalangan yang memaknai nasionalisme sebagai penggantian modal asing dengan modal sendiri, yaitu negara atau kaum pribumi. Menurutnya, nasionalisme harus dimaknai sebagai perubahan dari kondisi kemiskinan akibat ekspoitasi dimasa penjajahan ke kondisi kemakmuran rakyat di masa merdeka.
Sjafruddin menolak langkah nasionalisasi yang diartikan sebagai pengambilalihan badan-badan usaha dari asing ke nasional. Pengambilalihan secara mendadak, tanpa persiapan, akan menimbulkan kemerosotan produksi. Perumbuhan ekonomi dalam periode Ekonomi Terpimpin mengalami kemerosotan drastis akibat merosotnya produksi. Perkembangan ekonomi pada waktu itu diwarnai dua gejala. Pertama, terjadi keemerosotan produksi dan kemerosotan perumbuhan ekonomi. Kedua, volume uang yang beredar diperbesar. Akibat dari dua gejala itu adalah inflasi meroket hingga mencapai 650% yang berakhir dengan krisis ekonomi.
Crash Programme, yaitu menghentikan kebijakan-kebijakan oemerintahan sebelumnya. Dalam kabinet Ampere, langkah penurunan harga dilakukan dengan jalan liberalisasi perdagangan melalui dibukanya pintu impor. Kebijakan ini ditunjang kebijakan pengetatan moneter, berupa pengedalian pemberian kredit. Sejalan dengan pelaksanaan program stabilitas dan rehabilitas, pemerintah mempersiapkan rencana pembangunan jangka panjang dan membangun dasar perundang-undangan.
Kebijakan lain yang sejalan dengan pemikiran Sjafruddin adalah penetapan prioritas pembangunan kepada sektor pertanian, untuk mencapai swasembada pangan, khususnya beras. Pembangunan pertanian harus diorganiasaikan melalui koperasi.
Sjafruddin yang tidak menyetujui politik nasionalisasi yang berusaha mengganti peranan perusahaan besar asing dengan BUMN. Ia menolak BUMN sebagai pelaku ekonomi Indonesia. Dana anggaran yang dimiliki pemerintah hendaknya dopakai untuk mengembangkan usaha-usaha baru melalui perusahaan negara dengan menggarap bidang-bidang yang memiliki keunggulang kompetitif.
Kebijakan penanaman modal Orde Baru pada dasarnya sejalan dengan pemikiran Sjafruddin, yang mengatakan bahwa perlinkungan atau kepastian hukum serta pembagian keuntungan dari penanaman modal asing harys diatur melalui Undang-Undang.
Ia menilai bahwa uang luar negeri pemerintah itu mengandung resiko besar. Sjafruddin masih melihat masalah-masalah dan kekurangan-kekurangan yang timbul dalam praktik dan realitas pembangunan. Meningkatnya permintaan pasar tentu tidak dapat dipenuhi oleh birokrasi yang tidak efisien, yang hanya akan menimbulkan tekanan inflasi.
Salah satu faktor penting yang bisa meningkatkan efisiensi adalah pelaksanaan aturan hukum sebagai upaya normalisasi menggantikan kondisi perang dan keresahan sosial.
Ia mengingatkan bahwa uang itu sendiri tidak bisa mendorong produksi dan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan kredit ketat, pada waktu itu, dilakukan dengan memasang buku bunga tinggi, di  satu pihak, dan meningkatkan pajak, di lain pihak, untuk menyedot uang beredar. Masalahnya adalah bagaimana mengarahkan kredit untuk kegiatan-kegiatan produktif.
Analisis Sjafruddin lebih didasarkan pada praktif daripada teori ekonomi politik. Ia mengatakan pemerintah agar jangan terlalu berorientasi pada stabilitas moneter yang diyakini bisa mengatasi masalah dan mendorong pertumbuhan. Ia berpendapat bahwa perkembangan ekonomi juga dipengaruhi prasarana sosial politik sikap mental pembangunan dan lingkungan nasional maupun global.
Ketika terjadi gerakan pembaharuan yang dipelopori Angkatan 1966 Sjafruddin menulis sebubah risalah yang berjudul “Membangun Kembali Ekonomi Indonesia”. Disitu memuat tiga pokok masalah,
1.      Tentang sebab-sebab runtuhnya kegiatan produktif di Indonesia
2.      Tentang cara menghilangkan sebag-sebab yang melumpuhkan kegiatan produktif
3.      Tentang pembuatan rencana pembangunan
Sjafruddin pada dasarnya menyetujui paham ekonomi pasar dan Liberalisme yang dianggapnya mampu mendorong gagasan-gagasan kemajuan. Kebebasan harus dipimpinprinsip keadilan hukum dan keadilan sosial.
Dalam pandangannya fungsi hukum ada tiga :
1.      Menjamin keselamatan harta dan jiwa
2.      Menjamin keadilan huku dan keadilan sosial
3.      Mempertinggi kesejahteraan rakyat, lahir dan batin
Sjafruddin mengusulkan perlembagaan hukum dan keadilan sebagai faktor pengendalian pasar.














Lima
Wacana dan
Makna Ekonomi Islam

            Wacana Ekonomi Islam baru mengemuka di tingkat Internasional dalam sebuah konferensi ekonomi Islam pertama di Makkah pada tahun 1976. Wacana itu muncul dalam konteks Dunia Islam yang memutar surplus dolar melalui lembaga perbankan.
            Sjafruddin yang menulis beberapa risalah mengenai perekonomian dan pembangunan Orde Baru pada pertengahan dasawarsa 1970-an pertama kali membahas persoalan ekonomi Islam dalam pra-saran.
            Sejak awal pemikirannya Sjafruddin, sudah menyinggung persoalan hubungan Islam dan ekonomi,
1.      Ia memandang Islam pada tingkat ideologi, ketika ia memandangnya sebagai sebuah doktrin komprehensif yang merupakan jalan tengah antara Kapitalisme dan Komunisme
2.      Setelah berpengalaman dalam manajemen ekonomi dan pembangunan, ekonomi ditinjau dari ajaran Islam setelah sebelumnya mendalami ajaran Islam dalam tahanan
3.      Setelah tidak lagi aktif dalam kegiatan manajemen pembangunan, ia mulai berpikir mengenai ekonomi Islam pada tataran teori.
Analisis Sjafruddin mengenai perdagangan yang jujur itulah yang mendasari pemikirannya mengenai fair-trade practice. Dalam Al-Qur’an sendiri, riba dihadapkan dengan perdagangan. Riba adalah praktik yang diharamkan, sedangkan perdagangan adalah praktik yang dihalalkan.
Pengertian ekonomi islam sebagai ekonomi non-ribawi itulah yang ia pakai sebagai kriteria penilaiannya terhadap sistem yang ia pakai sebagai kriteria penilaiannya terhadap sistem ekonomi Kapitalis-Liberal dan sistem ekonomi Sosial-Komunis yang ekspoitatif.
Dengan demikian, Sjafruddin Prawiranegara bisa disebut sebagai perintis pemikiran ekonomi Islam.
Dalam membahas istilal ekonomi Islam, ia menjelaskan istilal ekonomi di satu pihak, dan istilah Islam di lain pihak. Ilmu ekonomi adalah pengetahuan mengenai kegiatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya berdasarkan prinsip memperoleh hasil yang sebesar-besarnya, dengan biaya yang serendah-rendahnya. Prinsip ini disebut raionalitas ekonomi manusia sebagai makhluk ekonomi.
Dalam kaitan ini, sistem ekonomi Islam melarang praktik eksploitasi manusia atas manusia dalam arti luas, yaitu melarang orang menggunakan kekuasaan, kekerasan, dan pemerasan untuk kepentingan kegiatan produksi, atau melakukan kecurangan dalam perdagangan. Sebaliknya Islam, dalam hal ini menekankan asa kesukarelaan dan pembagian keuntungan yang adil.
Dalam konteks Ekonomi Islam, ia menganjurkan dua prinsip :
1.      Kredit dengan tingkat bunga yang wajar sebagai imbalan terhadap pemakaian uang
2.      Perdagangan yang adil
Perdagangan harus mengandung prinsip pembagian keuntungan dan pemanfaatan yang adil, antara produsen dan konsumen









Enam
Menuju Epistemologi
Pembangunan

            Pada masa Orde Baru, beberapa golongan politik mempunyai persepsi dan pandangan berbeda mengenai tahap-tahap pembangunan. Kelompok perhimpunan solidaritas yang berorientasi revolusi, dan kelompok administrator yang berorientasi pembangunan. Kelompok pertama berpendapat bahwa masa Liberal masih merupakan tahap revolusi yang belum selesai. Kelompok pertama berpandangan bahwa pembangunan ekonomi belum mungkin dilaksanakan sebelum melakukan penjebolan terhadap sisa-sisa bangunan feodalisme dan Neo-Kolonialisme/Imperialisme.
            Dalam pengelompokan itu, Sjafruddin Prawiranegara tergolong dalam kelompok kedua. Revolusi Indonesia mengandung berbagai unsur kekacauan, baik berupa konflik dan perang, maupun kekacauan mental dan pikiran. Revolusi Nasional dimaknainya sebagai aksis Nasional yang bertujuan menghapus penjajahan dan membangunan persatuan bangsa.
            Masalah utama perekonomian negara adalah menghadapi dilema antara menegakkan kemerdekaan ekonomi yang masih dikuasai asing dan menyelamatkan ekonomi yang masih dikuasai asing dan menyelamatkan kegiatan produksi yang merupakan sumber kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat serta pendapatan negara dari pajak. Masalah utama Pemerintah yang harus dipecahkan terlebih dahulu adalah tidak adanya Bank Sentral yagn mengelola keuangan negara.
            Sjafruddin berperan dalam mengatasi dilema antara politik nasionalisasi dan kebutuhan investasi swasta yang ternyata tetap menjadi kontroversi dalam politik pembangunan antara pihak yang pro dan kontra modal asing.
            Ia mendasarkan pemikirannya pada prinsip-prinsip ekonomi rasional yang mengalahkan pandangan ideologisnya.
            Modal asing harus dianggap sebagai modal nasional, asal ditanamkan dan diputarkan di Indonesia untuk kegiatan produktif dan pembangunan, dan karenanya haris di perlakukan sama dengan modal domestik.
            Dimasa Liberal, saat terjadi persaingan ideologi, berbagai paradigma ekonomi pembangunan berkembang pesat, yang penerapannya dalam formulasi kebijakan pembangunan dapat dirumuskan secara sistematis menjadi epistemologi pembangunan.
            Pandangan mengenai ekonomi dan pembangunan ekonomi ditulisnya dalam posisinya sebagai homo-Islamics. Terpusat pada tiga konsep yaitu riba, zakat, perdagangan.
            Bagi Soedjatmoko, koperasi adalah suatu sistem budaya. Namun bagi Sjafruddin, koperasi adalah konsep agama sebagaimana pandangan Monzer Kahf yang menyatakan bahwa ekonomi adalah bagian dari agama.
            Fungsi Hukum menjamin keselamatan harta dan jiwa, menjamin keadilan hukum dan keadilan sosial, mempertinggi kesejahteraan rakyat lahir dan batin.
            Namun demikian, agama sebagai wahyu Allah SWT hanyalah yang tercantum dalam Al-Quran. Agar wahyu itu bisa dilaksanakan diperlukan interpretasi manusia.

















Tujuh
Catatan Akhir
Dan Perspektif

            Tulisan-tulisan Sjafruddin pada intinya menggambarkan dirinya sebagai, meminjam Istilah Monzer Kahf, intelektual Homo Islamics yaitu intelektual Muslim yang menganggap seluruh kegiatan manusia politik, sosial, ekonomi dan seni budaya sebagai ibadah dan bagian dari agama. Inti pemikiran Sjafruddin pada intinya menyoroti masalah-masalah ekonomi dan ideologi dari kacamata ajaran agama (Islam).
            Dalam tulisan pertama ia melihat bahwa Islam, sebagai doktrin komprehensif dalam istilah John Rawls adalah ideologiyang menengahi dua paham dan kekuatan dunia yang dominan kala itu, yakni Komunisme Kolektif dan Kapitalisme-liberal.
            Dalam tulisan kedua ia merumuskan orientasi ideologi revolusi Indonesia yang saat itu tidak jelas arahnya karena dikacaukan oleh proses revolusi yang mendadak dan tanpa persiapan.
            Menurutnya, revolusi Indonesia memiliki dua komponen. Pertama, revolusi nasional yang bertujuan meruntuhkan kolonialisme dan membangun persatuan bangsa. Kedua, revolusi sosial yang bertujuan mewujudkan perubahan sosial secara mendasar menuju suatu masyarakat sosialis. Dair kedua ini, Sosisialisme Marxis tidak memiliki hubungan batin dengan masyarakat Indonesia.
            Sebagai ekonom homo Islamics, Sjafruddin mengajukan pandangan epistemologi. Pada pokoknya sosialisme hanyalah sarana bagi pencapaian tujuan spriitual. Sosialisme Religius hendak mencapai tujuan material dan spiritual sekaligus.
Sjafruddin cenderung memilih sikap pragmatis dalam memecahkan berbagai persoalan sesuai konteksnya, meskipun pada poknya tetap berpegang pada nilai kemanusian.

Dalam beberapa tulisannya, ia bersimpati pada keunggulan Liberalisme hasil Revolusi Prancis yang telah melahirkan gagasan-gagasan kemajuan di Eropa, walaupun menurut pengamatannya, gagasan itu kemudian melahirkan kesenjangan sosial dan monopoli seperti terlihat dalam Kapitalisme.

Post a Comment

 
Top