Satu
Mukadimah
Pada 1986 Ajip Rosidi, sastrawan
terkemuka Indonesia, menyunting empat buku mengenai tokoh yang memiliki kiprah
panjang dalam sejarah perjuangan Kemerdekaan Indonesia tersebut. Buku pertama
berisi biografi dan jejak langka Sjafruddin, Ketua Pemerintah Darurat Republik
Indonesia (PDRI).
Buku kedua berisi komentar dan
pandangan berbagai tokoh mengenai sosok Sjafruddin sebagai pribadi, politisi
partai, teknokrat, ekonom, maupun Mubaligh profesi yang ditekuninya di masa
tua. Pertama, berisi tulisan mengenai tema-tema keislaman dan pandangan
hidupnya sendiri. Kedua, berisi tulisan mengenai persoalan ekonomi dan keuangan
(termasuk hal-Ikhwal ekonomi islam), baik yang terbit di era Demokrasi Liberal
maupun dimasa orde baru.
Beberapa pertanyaan teoritis
berkaitan dengan posisinya dalam kancah pergaulan sosial, percaturan wacana
ideologis, dan pergulatan pemikiran ekonomi-politik masih muncul.
Dibidang pembangunan ekonomi,
pemikiran Sjafruddin pada dasarnya dikemukakan pada level ekonomi-politik dan
kebijaksanaan pembangunan yang di dasarkan pada pandangan ideologis yang
berkembang sejak awal abad ke-20.
Secara ideologis, perkembangan
pemikiran sejak masa Kebangkitan Nasional 1908 dibagi menjadi tiga tahap.
Pertama, tahap meminjam istilah Soekarno-Islamisme. Kedua, tahap Marxisme,
sosialisme dan komunisme yang mencapai puncak kejayaannya setelah revolusi
Bloshevik 1917 di Rusia dan menjadi pendorong bangkitnya Partai Komunis
Indonesia (PKI) pada 1923. Ketiga, tahap nasionalisme dipelopori Seokarno
ditandai dengan berdirinya Partai Nasional Indonesia (PNI).
Bung Karno, dalam tulisannya tahun
1926 menyimpulkan bahwa ideologi yang berpengaruh di Indonesia dan menjadi
kekuatan utamadalam menentang kolonialisme dan imperialisme adalah
nasionalisme, islamisme dan marxisme.
Kebangkitan kembali komunisme baru
terjadi sesudah proklamasi Kemerdekaan. Pada awal kemerdekaan ada tiga partai
politik yang paling menonjol, dari segi ideiologi maupun dukungan kelompok
epistemik dibelakangnya. Pertama, Partai Nasional Indonesia (PNI). Kedua,
masyumi yang didukung kelompok epistemik islam modermis.
Dalam peta politik, Sjafrudin
dibesarkan dalam lingkungan pengikut Sjahrir yang berhaluan sosialis. Komunitas
Sjahrir itu sendiri terbentuk dari tiga sumber komunitas yaitu pertama,
Komunitas Pendidikan Nasional Indonesia (PNI). Kedua Komunitas Unitas Studioso
Room Indonesiansis (USI), ketiga, Komunitas Persatuan Pelajar-Pelajar Indonesia
(PPI).
Sartoeno
yang terlalu legalistik, menginstruksikan semua cabang TNI agar menghentikan
sementara seluruh kegiatannya. Golongan yang tidak mau mengikuti Sartoeno
kemudian membentuk kelompok sendiri.
Pandangan
sosialisme Sjahrir didasarkan pada dan diwarnai oleh humanisme dan demokrasi,
yang dikenal juga sebagai sosialis – revisionis, sebuah pandangan yang diikuti
Hatta dan Sjahrir sejak mereka masih di Eropa.
UNITAS
Studi Show Room Indonesiansis (USI) dibentuk oleh sejumlah Profesor konservatis
Belanda untuk menekan kecenderungan radikal kelompok Pemuda dan Mahasiswa yang
mengusung Nasionalisme.
Ketiga
Persatuan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) menyebabkan lahirnya dua arus
kecenderungan dikalangan organisasi Kepemudaan dan kemahasiswaan. Pemuda dan
mahasiswa dari kalangan Priyai atas bergaung dengan organisasi baru yang
dibentuk oleh para profesor Belanda itu. Kalangan Priyai rendahan cenderung
bergabung dengan PPPI yang bercorak nasionalis dan radikal.
Meskipun
aktivis USI, Sjafruddin juga menekuni wacana-wacana ideologi politik, terutama
sosialisme. Tentu semua itu dilakukan dengan menggunakan kacamata humanis dan
demokratis, sudut pandang yang mendominasi pemikirannya.
Pergaulannya
dengan USI semakin memastikan bahwa Sjafruddin tidak memiliki rasa permusuhan
terhadap barat, bahwa juga terhadap orang kristen, walaupun ia secara pribadi
memiliki keyakinan keagamaan Islam yang kuat.
Sebagaimana
Sjahrir, Sjafruddin juga cenderung anti Jepang. Kulminasi perasaan yang muncul
dari pengalamannya menjadi inspektur pajak di Bandung dan refleksinya atas
Fasisme. Sjahfruddin sejati lebih cenderung bergabung dengan PSI yang didirikan
Sjahrir daripada dengan masyumi yang didirikan tokoh-tokoh diluar pergaulan
sosial dan intelektualnya.
Sebagai
sebuah paham, Islamisme berkembang melalui dua pahak keIslaman yang oleh Deliar
Noer (1926-2008) disebut sebagai aliran modernis, yaitu yang berintikan
Muhammadiyah dan Al-Irsyat dan aliran Tradisionalis, yang berintikan Nahdatul
Ulama (NU) dan organisasi-organisasi sosial keagamaan beraliran Ahl Sunnah Wa
Al-Jamaah.
Sjafruddin
lahir di Banten, 29 Pebruari 1911. Sjafruddin muda telah berkembang dari
aktivitas mahasiswa menjadi biokrat di pemerintahan. Ia menjadi pimpinan pusat
KNIP (yang berfungsi sebagai badan legislatif, sebelum terbentuknya parlemen).
Setelah itu, ia menjadi pejabat tinggi dan pemimpin oemerintahan dalam berbagai
kabinet. Namun dalam Kabinet Sjahrir II, Sjafruddin tidak lagi bisa menolak
tawaran ini. Lalu ia diangkat menjadi Menteri Muda Keuangan, Sjafruddin diminta
menjadi Menteri Keuangan. Sejak itulah Sjafruddin tampil sebagai tokoh politik
dan oemerintahan kelas atas.
Sjafruddin
telah mengembangkan karirnya sebagai birokrat di Kementerian Keuangan, yaitu di
jawatan pajak, sejak pemerintahan kolonial, mengikuti jejak ayahnya. Setelah
pindah ke Bandung, sebagai pejabat inspeksi pajak, ia bergabung dengan gerakan
bawah tanah melawan Fasisme Jepang.
Sjafruddin
juga melakukan hal yang sama menulis selama kurang lebih empat dekade, dari
1940-an hingga 1980-an menulis soal-soal filsafat sosial dan keagamaan,
berkaitan dengan bidang utama yang ditekuninya sebagai tokoh politik, yaitu
ekonomi politik Indonesia. Pandangan filosofis-religiusnya menguatkan citranya
sebagai seorang “sosialis-religius”. Ia berkembang menjadi seorang intelektual
yang memahami dan sekaligus dipengaruhi ideologi sosialisme. Sjahrir maupun
Sjafruddin mampu bersikap kritis terhadap sosialisme. Jika Sjahrir dipengaruhi
humanisme dan demokratis, Sjafruddin dipengaruhi ajaran Islam. Sjahrir
merumuskan sosilisme kerakyatan sebagai bersi sosialisme-demokrasi dalam
konteks Indonesia. Sjafruddin mencoba mengemukakakn gagasan
sosislisme-religius, sebagaimana dikemukanannya dalam buku Politik dan Revolusi
Kita.
Gagasan
untuk menerbitkan mata uang sendiri sebenarnya telah disampaikan Sjafruddin
kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta sewaktu dirinya masih menjadi sekretaris
KNI wilayah Priangan.
Setamat
sarjana hukum daru Recht Hogeschool pada 1939, yang ditandai dengan gelar
Meester in de Rechten (Mt.) Sjafruddin selalu dididik dalam lingkungan sekolah
Belanda dan hanya mendapatkan pendidikan agama secara informasi dari lingkungan
keluarga dan kampungnya.
Faktor
yang paling mempengaruhi Sjafruddin untuk masuk bergabung dengan Masyumi, dan
bukanya PSI, adalah kenyataan bahwa ayahnya adalah agnggota Sarekat Islam (SI)
bahkan pernah menjadi pengurus cabang organisasi itu. Karena sifat organisasi
itu yang moderat dan modernis.
Sikap
SI yang tidak mengharamkan orang Islam memamaki pakaian Barat, umpamanya,
memang telah menarik perhatian Arsyad yang hidup di lingkungan feodal dan
kebarat-baratan. Kombinasi budaya dan gaya hidup itulah yang menyebabkan ayah
Sjafruddin diterima kalangan santri dan abangan. Tiket itu dimiliki pula oleh
Sjafruddin, yang membuatnya bisa bergaul dengan kalangan santri modernis dan
kaum sosialis sekular.
Pengetahuan
keagamaan Sjafruddin tidak diperoleh melalui pendidikan tradisional, melainkan
dari bacaan. Ia juga memahami Islam dalam kerangka sebagaimana diwacanakan
Ahmadiyah, yaitu Islam sebagai kekuatan rohani, bukan sebagai kekuatan ekonomi
sebagaimana Kapitalisme dan Komunisme. Islam, justru busa mendamaikan dua
kekuatan dunia yang sedang bertarung dan saling menghancurkan itu. Jadi Islam,
dalam persepsi Sjafruddin, adalah sebuah kekuatan pendamai, sesuai dengan
namanya. Ia memperoleh pengetahuan mengenal masalah-masalah fiskal, terutama
mengehai peranan perusahaan dan perorangan yang berpendapatan tinggi sebagai
sumber penerimaan negara melalui pajak. Pemikiran ekonominya berpihak pada
dunia usaha sebagai sumber peningkatan pendapatan masyarakat.
Karier
Sjafruddin di pemerintahan mencapai puncak saat ini menjabat Menteri Keuangan
dan kemudian Gubernur Bank Sentral pada awal dasawarsa 1950-an. ia menyampaikan
beberapa gagasan mengenai strategi pembangunan pada awal perkembangannya.
1. Perlunya
stabilitas moneter
2. Perlunya
membanugn sektor pertanian sebagai tulang punggung industrialisasi
3. Modal
asing masih tetap perlu dipertahankan, bahkan harus terus diundang untuk
melakukan industrialisasi Indonesia
4. Perlunya
melakukan proses Indonesialisasi manajemen perusahaan-perusahaan asing.
5. Memberdayakan
usaha kecil melalui kredit perbankan
6. Menempatkan
Bank Sentral sebagai lembaga mandiri pendamping Pemerintah yang bertugas
memelihara stabilitas moneter dan nilai rupiah
Kebijaksanaan
pembangunan Orde Baru secara garis besar sebenarnya dipengaruhi oleh pengalaman
dan pemikiran tiga teknokrat terkemuka
1. Mohammad
Hatta dengan gagasannya mengenai koperasi serta transformasi perekonomian yaitu
transformasi dan perekonomian nasional yang mandiri berbasis perekonomian
domestik
2. Soemitro
Djojohadikoesoemo, dengan pemikirannya yang berorientasi pada nasionalisasi
perekenomian dan industriaslisasi yang digerakkan oleh perusahaan negara dan
pengusaha pribumi
3. Sjafruddin
Prawinegara, dengan idenya yang berorientasi pada pandangan monetaris, bahwa
industrialisasi harus didasarkan pada stabilitas moneter dan pembangunan
pertanian, baik untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun untuk menghasilkan
devisa
Meski
mengambil inspirasi dari pemikiran tiga teknokrat itu, pemerintahan Orde Baru
mengambil kebijakan ekonomi yang dikritik oleh para teknokrat tadi, terutama
oleh Hatta dan Sjafruddin. Langkah-langkah yang dilakukan pemerintahan Orde
Baru pada pokoknya adalah
1. Liberalisasi
lalu lintas permodalan, dengan melakukan pinjaman luar negeri dan mengundang
modal asing
2. Pemerintah
Orde Baru menerapkan prinsip anggaran berimbang dengan melakukan pijaman luar
negeri untuk menutup defisit
Dua
Genealogi
Intelektual
Sosialisme
Religius
Terbitnya buku Tjokroaminoto itu
mengindikasikan bahwa gerakan SI telah dipengaruhi ideologi Sosialisme
berpendapat bahwa esensi Sosialisme terdapat dalam ajaran Islam, sehingga Islam
sebagai ideologi ditafsirkan sebagai suatu varian dari Sosialisme, dan
Sosialisme yang dimaksukannya berbeda dengan Sosialisme-Marxian.
Di Timur Tengah, misalnya timbul
gagasan mengenai Sosialisme Arab, khususnya di Mesir, Syiria, Aljazair dan
Libya.
Islam
adalah Bolshevisme ditambah Tuhan. Padahal Bolshevisme adalah varian yang
paling penting dari Komunisme dalam konteks Uni Soviet. Islam sebagai ajaran kemasyarakatan
dapat ditafsirkan sebagai sejenis komunisme berdasarkan ajarannya mengenai
konsep kepemilikan Tuhan. Gagasan Sosialisme diperkenalkan ke Indonesia Oleh
Hendicus Josephus Franciscus Marie Sneevliet. Demokrasi adalah satuan varian
dari Marxisme. Pemikiran ini sepakat bahwa satu-satunya cara hanyalah melalui
perubahan sosial besar-besaran. Di Belanda ada dua macam partai Sosial
Demokrat.
Alirah
pemikiran kiri yang dibawa ke Indonesia dan kemudian menyusup ke SI adalah
aliran SDB yang revolusioner itu menjelaskan mengapa gerakan ISDV cenderung
radikal revolusioner.
Amir
Sjafruddin, pemeluk dan aktivis gereja Kristen-Protestan, mendirikan Partai
Sosialis. Sjahrir, Muslim sekular, mendirikan Partai Rakyat Sosialis. Ketika
masih belajar di Belanda, Sjahrir memang telah berinteraksi dengan perkumpulan
mahasiswa sosial demokrat.
Pada
mulanya, pandangan sosialis di lingkungan SDSC lebih etis-normatif sarat dengan
nilai-nilai kekristenan dan Buddhisme, sehingga pada tingkat tertentu bisa yang
juga merupakan bentuk Sosialisme utopis. Tetapi Sjahrir, sebagaimana dituturkan
dalam bukunya, melangkahkan pemahamannya ke arah Sosialisme ilmiah versi
Friedrich Engels, yang didasarkan pada epistemologi materialisme-historis yang
dialektis.
Keterlibatannya
dalam kegiatan serikat buruh merupakan proses “spiritualisasi” nilai-nilai
sosialis yang berdimensi humanis, sekaligus memerkaya bacaannya tentang praktik
Sosialisme di Rusia dan Fasisme Eropa.
Pandangan
Sjahrir mengenai Sosialisme Kerakyatan itu sejalan dengan pemikiran Sjafruddin.
Sjafruddin sendiri kemudian membangun pemikiran mengenai aspek manusia dan
dasar-dasar hak asasi manusia dalam pembangunan yang direfleksikannya daru
ajaran Islam. Sjafruddin jelas bukanlah pencetus istilah Sosialisme Religius.
Sjafruddin mengecam keras Komunisme dan Sosialisme Marxian, karena menurut
pandangannya, epistomologi dialektika-materialisme bertentangan dengan
kepercayaan agama.
Sjafruddin
juga mengakui bahwa Sosialisme itu tidak hanya dikenal, tetapi banyak disetujui
kalangan pemimpin bangsa. Pandangan-pandangan para pendahulu Sjafruddin
tersebut telah membuatnya menyetujui Sosialisme. Sjafruddin tidak memberikan
penjelasan substantif mengenai apa yang dimaksudkannya dengan istilah
Sosialisme Religus.
Tjokroaminoto
yang mencoba mengawinkan gagasan Sosialisme yang materialis dengan ajaran Islam
yang spiritualis. Ini penting dilakukan karena keduanya mempunyai kesamaan,
yakni sama-sama mepelajari Islam sebagai pemikiran. Tjokroaminoto maupun
Sjafruddin memandang Islam lebih sebagai kekuatan spiritual daripada meterial
telah membuatnya berpandangan bahwa faktor utama dalam pembangunan bukanlah
faktor ekonomi belaka yang bersifat material, melainkan juga, yang lebih
penting faktor-faktor non ekonomi yang bersifat spiritual.
Di
Indonesia, Kapitalisme dan Kolonialisme yang ekspoitatif telah melahirkan
kemiskinan dan keterbelakangan yang ditandai kemerosotan kesejahteraan
penduduk.
Respons
Belanda adalah “kebijaksanaan balas budi” yang disebut etische politiek
(politik etis) politik ini mencakup tiga program pembangunan, yaitu pendidikan,
pengairan untuk pertanian dan pemindahan penduduk yang secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi dua bidang. Pertama, sosial ekonomi, kedua, pendidikan
dan kebudayaan.
Program
pendidikan lebih mengarah kepada pembentukan tenaga profesional untuk mendukung
administrasi kolonial. Program irigasi pun sama. Demikian pula transmigrasi.
Meskipun menciptakan lapangan kerja baru, di lain pihak sebenarnya lebih banya
mendukung usaha perkebunan besar milik Belanda dan pihak asing yang berada di
luar Jawa.
Gagasan
kemajuan yang paling menonjol adalah agagasan Revolusi Prancis, yaitu kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.
Gagasan kemajuan ini mempengaruhi pandangan politik dan sosial mereka. Tjokro
berpendapat bahwa tiga gagasan kemajuan itu terkandung dalam ajaran Islam,
sehingga Islam sebagai ideologi dapat juga disebut ideologi sosialis. Gagasan
modernisme ini masuk ke Indonesia terlebih dahulu dan membangkitkan gerakan
sosial keagamaan di tanah air, seperti terlihat dari lahirnya Muhammadiyah dan
Al-Irsyad.
Demikian
juga, program irigasi, sebagai komponen kedua politik etis, sangat bermanfaat
bagi pembangunan prasarana ekonomi pertanian. Namun dalam jangka waktu kurang
dari satu dasawarsa, petani pribumi mampu mengekspor hasil buminya baik dari
usaha pertanian padi maupun perkebunan rakyat. Tjokroaminoto sendiri adalah
seorang ahli dalam industri gula, karena ia juga bekerja di pabrik gula.
Sjafruddin
menaruh perhatian besar terhadap pembangunan pertanian. Bisa dikatakan,
perhatian Sjafruddin terhadap sektor pertanian dan pedesaan membuat posisinya
bergeser dari kecenderungan menggunakan pendekatan ideologis pada kecenderungan
menggunakan pendekatan pragmatis.
Lembaga
tertua yang bergerak di bidang ini adalah De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank
der Inlandsche Hofden, yang diprakarsai Patih Banyumas, Raden Bei Aria
Wirjaatmadja, sejak tahun 1894.
Kegiatan
bank ini hanya untuk menampung pemasukan angsuran dari para peminjam kas masjid
yang dikelola oleeh patih tersebut. Respon ini berlanjut dengan menggeliatnya
gerakan Islam, yang ditandai dengan berdirinya SDI yang didirikan oleh R.M.
Tirto Adhi Soerjo (1880-1918) di Bogor dan Batavia pada tahun 1909, dan oleh Haji Samanhudi
(1868-1956) di Solo pada tahun 1911. Gerakan SDI ini timbul sebagai reaksi atas
terjadinya praktik monopoli penguasaan sumberdaya perekonomian Hindia Belanda
pada masa itu.
Respon
sejalnjutnya dari kalangan pribumi adalah pendirian Boedi Oetomo, reaksi
terhadap program asosiasi yang dilancarkan pemerintahan kolonial, berupa
Westernisasi.
Latarbelakang
budaya semacam itu berpengaruh terhadap pemikiran sosiaslisme religius
Sjafruddin. Dalam pandangan Sjafruddin, berbeda dengan pandangan tradisional
yang melihat agama sebagai sistem hukum syariat agama diekpresikan dalam bentuk
spiritualitas, sama dengan pandangan Barat tadi.
Interpretasi
Sjafruddin terhadap sosialisme religius merupakan kombinasi antara
spiritualisme dan rasionalisme.
Menurut
Tjokroaminoto, Sosialisme dapat diartikan sebagai tiga hal. Pertama,
pengetahuan atau teori. Keuda, sistem ekonomi. Ketiga, gerakan. Sebagai
pengethauan, Sosialisme adalah suatu pengertian tentang suatu jenis masyarakat,
misalnya masyarakat yang egaliter. Sebagai sistem ekonomi, Sosialisme adalah
suatu jenis masyarakat yang didasarkan pada asas-asas tertentu, misalnya asas
kepemilikan kolektif atas alat-alat produksi. Smentara sebagai gerakan,
Sosialisme mempunyai cara-cara terntentu untuk mencapai tujuan, misalnya
perjuangan kelas melalui aksi massa, atau perjuangan kelas secara demokratis.
Secara
konseptual, Sosialisme dapat dipandang sebagai lima hal. Pertama, suatu
cuta-cita kemasyarakatan berdasarkan suatu pandangan hidup keagamaan. Kedua,
suatu tahapan peralihan dari masyarakat kapitalis menuju masyarakat komunis.
Ketiga, suatu sistem ekonomi universal yang umumnya dihadapkan secara diametral
dengan Kapitalisme. Keempat sistem ekonomi yang diterapkan di suatu negara
yaitu Uni Soviet. Kelima, cara pandang untuk menilai suatu masyarakat.
Dalam
kaitan itu, Tjokroaminoto mengatakan bahwa Kapitalisme dalam bahasa agama
disebut “Kapitalisme Berdosa” (zondig capitalism)
Marx,
Kapitalisme adalah suatu keniscayaan sejarah yang tak terelakkan, disi lain, ia
juga takkan bisa bertahan, karena dalam dirinya terdapat kontradiksi-kontradiksi.
Tiap-tiap epos sejarah akan menunaikan tugas sejarahnya , sehingga menurut
hukum dialektika, masyarakat akan berkembang dari sistem komunal primitif ke
sistem perbudakan, kemudian beralih ke feodal, dan lalu ke kapasitas.
Proses
revisionis itu terjadi pada tingkat global dan nasional, antara lain dengan
lahirnya gagasan Sosialisme Demokrasi
dan Sosialisme Religius.
Tiga
Ekonomi
Politik
Pembangunan
Sjafruddin memang sangat dikenal
sebagai teknokrat maupun pemikir. Sebagian tulisasnnya menyangkut masalah
moneter, dan sebagai lain menyangkut masalah ekonomi politik terutama masalah
kebijakan ekonomi dan pembangunan. Sebagian besar tulisan-tulisannya menyangkut
masalah sosial keagamaan, yang kesemuanya saling kait-mengait mendukung
pendapatnya mengenai peranan Islam sebagai doktrin komprehensif.
Sjahrir, dari kumpulan tulisannya,
Sosialisme Indonesia Pembangunan (1982), nampak jelas bahwa ia sedang
menuliskan pemikirannya mengenai Sosialisme. Tulisan-tulisannya bersifat
teoritis-empiris.
Ia mengemukakan pandangan bahwa
pembangunan sosialis itu dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan cara
totaliter. Dalam dan melalui negara. Kedua, dengan cara kerakyatan artinya
dilakukan oleh rakyat atau dengan menggerakkan rakyat.
Sarbini
mencoba menjabarkan lebih lanjut pemikiran itu kedalam kebijakan dan program
pembangunan, misalnya kebijakan mengenai industrialisasi pedesaan melalui
penerapan teknologi tepat guna dengan investasi negara, mengikuti pemikiran
Keynes dalam konteks Indonesia.
Dengan demikian, Sosialisme sebagai
sistem ekonomi dan pembangunan membutuhkan peralatan teori ekonomi rasional dan
pragmatis. Sjafruddin memulai peranannya sebagai teknokrat dengan basis
pengalaman di bidang keuangan, terutama perpajakan. Posisi dan peranannya
sebagai teknokrat dimulai pada tahun 1946 sebagai Menteri Muda Keuangan pada
Kabinet Sjahrir II. Sjafruddin banyak menyampaikan pandangannya ketika menjadi
Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral. Dalam dua naskah pidatonya itu
nampak bahwa pemikirannya tentang teori uang dan bank didasarkan pada teori
ekonomi rasional dan pragmatis. Kebijakan moneter yang diambil Sjafruddin
didasarkan pada persepsi dan pemikirannya mengenai pembangunan ekonomi. Ia akan
menjalankan kebijakan moneter atas dasar pemahaman dan analisis mengenai
politik kemakmuran yang dapat dipertanggungjawabkan secara teoritis.
Ciri-ciri
sosialis tercermin dalam BAB XIV UUD 1945 Pasal 33 yang terdiri dari tiga ayat.
Ayat peratma menyatakan, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas asa kekeluargaan,” Ini adalah terjemahan dari prinsip “satu untuk semua,
semua untuk satu” yang pernah dikemukakan Tjokroaminoto dalam bukunya, Islam
dan Osisialisme, khususnya Sosialisme utopis. Ayat kedua berbunyi,
“Cabang-Cabang produksi yang banyak dikuasai oleh negara” perusahaan-perusahaan
yang besar dikuasai oleh negara. Ayat ketiga berbunyi, “Bumi, air dan kekayaan
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Kewajiban mnyantuni fakir miskin dalam
Islam itu ditujukan kepada orang-orang kaya sebagai tanggung jawab sosial,
sedangkan dalam Sosialisme merupakan tanggung jawab negara.
Perekonomian
suatu bangsa umumnya ditentukan tiga faktor :
1. Kekayaan
atau sumberdaya alam
2. Kedudukannya
di tengah bangsa-bangsa lain di dunia Internasional
3. Kecakapan
dan cita-cita penduduknya
Tiga
faktor itu masih perlu ditambah satu lagi yaitu, faktor sejarah sebagai bekas
negeri jajahan. Hatta menggunakan pendekatan sejarah untuk mengarahkan kembali
perkembangan ekonomi di masa merdeka.
1. Mengubah
dasar ekonomi dari ekonomi ekspor yang merkantilis ke ekonomi yang berorientasi
pada pasar domestik untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
2. Mengembangkan
sektor oertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan, dan mengembangkan sektor
perkebunan untuk menghasilkan devisa dengan pengelolaan berbasis koperasi.
3. Memperbaiki
tenaga produktif rakyat melalui pendidikan dan perbaikan kesehatan guna
meningkatkan mutu sumberdaya manusia
4. Membentuk
kerjasama ekonomi dan pasar regional, yang mencakup Australia, Asia Tenggara,
Asia Timur
Pemerintahan
multipartai yang didukung partai-partai nasionalis, sosialis dan islam, hingga
awal dasawarsa 1950-an belum berhasil merumuskan garis-garis besar haluan
pembangunan, karena pada waktu itu belum ada lembaga perencanaan pembangunan
sebagaimana pernah diusulkan Hatta walaupun dalam periode 1945-1950.
Sebagai
teknokrat di masa transisi, Sjafruddin dituntut memahami dua hal. Pertama, ia
harus memahami masalah-masalah lapangan, berkaitan dengan apa yang disebut
:kesulitan-kesulitan masa peralihan”. Kedua, ia juga harus memahami masalah
pembangunan.
Sebagai
teknokrat ia tidak bisa mengambil tindakan praktis yang mengandung risiko
bertentangan dengan hukum dan prinsip-prinsip ideologi.
Masalah
pembiayaan ini terdiri dari dua komponen. Pertama, pembiayaan pembangunan oleh
pemerintah, yang berkisar pada masalah APBN. Kedua, masalah investasi di
sekstor bisnis yang menjadi sumber peneriman dalam negeri.
Dalam
menyikapi masalah modal asing untuk pembangunan Indonesia, Sjafruddin
dihadapkan pada sebuah dilema. Disatu pihak, untuk menegakkan kemerdekaan dan
kedaulatan ekonomi, modal asing harus digantikan dengan modal dalam negeri.
Tapi di lain pihak, jika modal asing diusir melalui nasionalisasi, proses
produksi akan mengalami kebangkrutan dan negara akan kehilangan sumber
pembiayaan anggaran dalam bentuk pajak dan devisa.
Empat
Membangun
Kembali
Perekonomian
Indonesia
Pemerintah
Demokrasi Terpimpin menempuh haluan Sosialis yang disebut Sistem Ekonomi
Terpimpin. Ciri-ciri antara lain :
1. Memberi
kuasa kepada negara, sebagai regulator dan aktor pembangunan, untuk menguasai
perekonomian.
2. Membentuk
lembaga perencanaan yang disebut Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang kini
menjadi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Sjafruddin
tidak setuju dengan pendapat sementara kalangan yang memaknai nasionalisme
sebagai penggantian modal asing dengan modal sendiri, yaitu negara atau kaum
pribumi. Menurutnya, nasionalisme harus dimaknai sebagai perubahan dari kondisi
kemiskinan akibat ekspoitasi dimasa penjajahan ke kondisi kemakmuran rakyat di
masa merdeka.
Sjafruddin
menolak langkah nasionalisasi yang diartikan sebagai pengambilalihan
badan-badan usaha dari asing ke nasional. Pengambilalihan secara mendadak,
tanpa persiapan, akan menimbulkan kemerosotan produksi. Perumbuhan ekonomi
dalam periode Ekonomi Terpimpin mengalami kemerosotan drastis akibat merosotnya
produksi. Perkembangan ekonomi pada waktu itu diwarnai dua gejala. Pertama,
terjadi keemerosotan produksi dan kemerosotan perumbuhan ekonomi. Kedua, volume
uang yang beredar diperbesar. Akibat dari dua gejala itu adalah inflasi meroket
hingga mencapai 650% yang berakhir dengan krisis ekonomi.
Crash
Programme, yaitu menghentikan kebijakan-kebijakan oemerintahan sebelumnya.
Dalam kabinet Ampere, langkah penurunan harga dilakukan dengan jalan
liberalisasi perdagangan melalui dibukanya pintu impor. Kebijakan ini ditunjang
kebijakan pengetatan moneter, berupa pengedalian pemberian kredit. Sejalan
dengan pelaksanaan program stabilitas dan rehabilitas, pemerintah mempersiapkan
rencana pembangunan jangka panjang dan membangun dasar perundang-undangan.
Kebijakan
lain yang sejalan dengan pemikiran Sjafruddin adalah penetapan prioritas
pembangunan kepada sektor pertanian, untuk mencapai swasembada pangan,
khususnya beras. Pembangunan pertanian harus diorganiasaikan melalui koperasi.
Sjafruddin
yang tidak menyetujui politik nasionalisasi yang berusaha mengganti peranan
perusahaan besar asing dengan BUMN. Ia menolak BUMN sebagai pelaku ekonomi
Indonesia. Dana anggaran yang dimiliki pemerintah hendaknya dopakai untuk
mengembangkan usaha-usaha baru melalui perusahaan negara dengan menggarap
bidang-bidang yang memiliki keunggulang kompetitif.
Kebijakan
penanaman modal Orde Baru pada dasarnya sejalan dengan pemikiran Sjafruddin,
yang mengatakan bahwa perlinkungan atau kepastian hukum serta pembagian
keuntungan dari penanaman modal asing harys diatur melalui Undang-Undang.
Ia
menilai bahwa uang luar negeri pemerintah itu mengandung resiko besar.
Sjafruddin masih melihat masalah-masalah dan kekurangan-kekurangan yang timbul
dalam praktik dan realitas pembangunan. Meningkatnya permintaan pasar tentu
tidak dapat dipenuhi oleh birokrasi yang tidak efisien, yang hanya akan
menimbulkan tekanan inflasi.
Salah
satu faktor penting yang bisa meningkatkan efisiensi adalah pelaksanaan aturan
hukum sebagai upaya normalisasi menggantikan kondisi perang dan keresahan
sosial.
Ia
mengingatkan bahwa uang itu sendiri tidak bisa mendorong produksi dan
pertumbuhan ekonomi. Kebijakan kredit ketat, pada waktu itu, dilakukan dengan
memasang buku bunga tinggi, di satu
pihak, dan meningkatkan pajak, di lain pihak, untuk menyedot uang beredar.
Masalahnya adalah bagaimana mengarahkan kredit untuk kegiatan-kegiatan
produktif.
Analisis
Sjafruddin lebih didasarkan pada praktif daripada teori ekonomi politik. Ia
mengatakan pemerintah agar jangan terlalu berorientasi pada stabilitas moneter
yang diyakini bisa mengatasi masalah dan mendorong pertumbuhan. Ia berpendapat
bahwa perkembangan ekonomi juga dipengaruhi prasarana sosial politik sikap
mental pembangunan dan lingkungan nasional maupun global.
Ketika
terjadi gerakan pembaharuan yang dipelopori Angkatan 1966 Sjafruddin menulis
sebubah risalah yang berjudul “Membangun Kembali Ekonomi Indonesia”. Disitu
memuat tiga pokok masalah,
1. Tentang
sebab-sebab runtuhnya kegiatan produktif di Indonesia
2. Tentang
cara menghilangkan sebag-sebab yang melumpuhkan kegiatan produktif
3. Tentang
pembuatan rencana pembangunan
Sjafruddin
pada dasarnya menyetujui paham ekonomi pasar dan Liberalisme yang dianggapnya
mampu mendorong gagasan-gagasan kemajuan. Kebebasan harus dipimpinprinsip
keadilan hukum dan keadilan sosial.
Dalam
pandangannya fungsi hukum ada tiga :
1. Menjamin
keselamatan harta dan jiwa
2. Menjamin
keadilan huku dan keadilan sosial
3. Mempertinggi
kesejahteraan rakyat, lahir dan batin
Sjafruddin
mengusulkan perlembagaan hukum dan keadilan sebagai faktor pengendalian pasar.
Lima
Wacana
dan
Makna
Ekonomi Islam
Wacana Ekonomi Islam baru mengemuka
di tingkat Internasional dalam sebuah konferensi ekonomi Islam pertama di
Makkah pada tahun 1976. Wacana itu muncul dalam konteks Dunia Islam yang
memutar surplus dolar melalui lembaga perbankan.
Sjafruddin yang menulis beberapa
risalah mengenai perekonomian dan pembangunan Orde Baru pada pertengahan
dasawarsa 1970-an pertama kali membahas persoalan ekonomi Islam dalam pra-saran.
Sejak awal pemikirannya Sjafruddin,
sudah menyinggung persoalan hubungan Islam dan ekonomi,
1. Ia
memandang Islam pada tingkat ideologi, ketika ia memandangnya sebagai sebuah
doktrin komprehensif yang merupakan jalan tengah antara Kapitalisme dan
Komunisme
2. Setelah
berpengalaman dalam manajemen ekonomi dan pembangunan, ekonomi ditinjau dari
ajaran Islam setelah sebelumnya mendalami ajaran Islam dalam tahanan
3. Setelah
tidak lagi aktif dalam kegiatan manajemen pembangunan, ia mulai berpikir
mengenai ekonomi Islam pada tataran teori.
Analisis
Sjafruddin mengenai perdagangan yang jujur itulah yang mendasari pemikirannya
mengenai fair-trade practice. Dalam Al-Qur’an sendiri, riba dihadapkan dengan
perdagangan. Riba adalah praktik yang diharamkan, sedangkan perdagangan adalah
praktik yang dihalalkan.
Pengertian
ekonomi islam sebagai ekonomi non-ribawi itulah yang ia pakai sebagai kriteria
penilaiannya terhadap sistem yang ia pakai sebagai kriteria penilaiannya
terhadap sistem ekonomi Kapitalis-Liberal dan sistem ekonomi Sosial-Komunis
yang ekspoitatif.
Dengan
demikian, Sjafruddin Prawiranegara bisa disebut sebagai perintis pemikiran
ekonomi Islam.
Dalam
membahas istilal ekonomi Islam, ia menjelaskan istilal ekonomi di satu pihak,
dan istilah Islam di lain pihak. Ilmu ekonomi adalah pengetahuan mengenai
kegiatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya berdasarkan prinsip
memperoleh hasil yang sebesar-besarnya, dengan biaya yang serendah-rendahnya.
Prinsip ini disebut raionalitas ekonomi manusia sebagai makhluk ekonomi.
Dalam
kaitan ini, sistem ekonomi Islam melarang praktik eksploitasi manusia atas
manusia dalam arti luas, yaitu melarang orang menggunakan kekuasaan, kekerasan,
dan pemerasan untuk kepentingan kegiatan produksi, atau melakukan kecurangan
dalam perdagangan. Sebaliknya Islam, dalam hal ini menekankan asa kesukarelaan
dan pembagian keuntungan yang adil.
Dalam
konteks Ekonomi Islam, ia menganjurkan dua prinsip :
1. Kredit
dengan tingkat bunga yang wajar sebagai imbalan terhadap pemakaian uang
2. Perdagangan
yang adil
Perdagangan
harus mengandung prinsip pembagian keuntungan dan pemanfaatan yang adil, antara
produsen dan konsumen
Enam
Menuju
Epistemologi
Pembangunan
Pada masa Orde Baru, beberapa
golongan politik mempunyai persepsi dan pandangan berbeda mengenai tahap-tahap
pembangunan. Kelompok perhimpunan solidaritas yang berorientasi revolusi, dan
kelompok administrator yang berorientasi pembangunan. Kelompok pertama
berpendapat bahwa masa Liberal masih merupakan tahap revolusi yang belum
selesai. Kelompok pertama berpandangan bahwa pembangunan ekonomi belum mungkin
dilaksanakan sebelum melakukan penjebolan terhadap sisa-sisa bangunan
feodalisme dan Neo-Kolonialisme/Imperialisme.
Dalam pengelompokan itu, Sjafruddin
Prawiranegara tergolong dalam kelompok kedua. Revolusi Indonesia mengandung
berbagai unsur kekacauan, baik berupa konflik dan perang, maupun kekacauan
mental dan pikiran. Revolusi Nasional dimaknainya sebagai aksis Nasional yang
bertujuan menghapus penjajahan dan membangunan persatuan bangsa.
Masalah utama perekonomian negara
adalah menghadapi dilema antara menegakkan kemerdekaan ekonomi yang masih
dikuasai asing dan menyelamatkan ekonomi yang masih dikuasai asing dan
menyelamatkan kegiatan produksi yang merupakan sumber kesempatan kerja dan
pendapatan masyarakat serta pendapatan negara dari pajak. Masalah utama
Pemerintah yang harus dipecahkan terlebih dahulu adalah tidak adanya Bank
Sentral yagn mengelola keuangan negara.
Sjafruddin berperan dalam mengatasi
dilema antara politik nasionalisasi dan kebutuhan investasi swasta yang ternyata
tetap menjadi kontroversi dalam politik pembangunan antara pihak yang pro dan
kontra modal asing.
Ia mendasarkan pemikirannya pada
prinsip-prinsip ekonomi rasional yang mengalahkan pandangan ideologisnya.
Modal asing harus dianggap sebagai
modal nasional, asal ditanamkan dan diputarkan di Indonesia untuk kegiatan
produktif dan pembangunan, dan karenanya haris di perlakukan sama dengan modal
domestik.
Dimasa Liberal, saat terjadi
persaingan ideologi, berbagai paradigma ekonomi pembangunan berkembang pesat,
yang penerapannya dalam formulasi kebijakan pembangunan dapat dirumuskan secara
sistematis menjadi epistemologi pembangunan.
Pandangan mengenai ekonomi dan
pembangunan ekonomi ditulisnya dalam posisinya sebagai homo-Islamics. Terpusat
pada tiga konsep yaitu riba, zakat, perdagangan.
Bagi Soedjatmoko, koperasi adalah
suatu sistem budaya. Namun bagi Sjafruddin, koperasi adalah konsep agama
sebagaimana pandangan Monzer Kahf yang menyatakan bahwa ekonomi adalah bagian
dari agama.
Fungsi Hukum menjamin keselamatan
harta dan jiwa, menjamin keadilan hukum dan keadilan sosial, mempertinggi
kesejahteraan rakyat lahir dan batin.
Namun demikian, agama sebagai wahyu
Allah SWT hanyalah yang tercantum dalam Al-Quran. Agar wahyu itu bisa
dilaksanakan diperlukan interpretasi manusia.
Tujuh
Catatan
Akhir
Dan
Perspektif
Tulisan-tulisan Sjafruddin pada
intinya menggambarkan dirinya sebagai, meminjam Istilah Monzer Kahf,
intelektual Homo Islamics yaitu intelektual Muslim yang menganggap seluruh kegiatan
manusia politik, sosial, ekonomi dan seni budaya sebagai ibadah dan bagian dari
agama. Inti pemikiran Sjafruddin pada intinya menyoroti masalah-masalah ekonomi
dan ideologi dari kacamata ajaran agama (Islam).
Dalam tulisan pertama ia melihat
bahwa Islam, sebagai doktrin komprehensif dalam istilah John Rawls adalah
ideologiyang menengahi dua paham dan kekuatan dunia yang dominan kala itu,
yakni Komunisme Kolektif dan Kapitalisme-liberal.
Dalam tulisan kedua ia merumuskan
orientasi ideologi revolusi Indonesia yang saat itu tidak jelas arahnya karena
dikacaukan oleh proses revolusi yang mendadak dan tanpa persiapan.
Menurutnya, revolusi Indonesia
memiliki dua komponen. Pertama, revolusi nasional yang bertujuan meruntuhkan
kolonialisme dan membangun persatuan bangsa. Kedua, revolusi sosial yang
bertujuan mewujudkan perubahan sosial secara mendasar menuju suatu masyarakat
sosialis. Dair kedua ini, Sosisialisme Marxis tidak memiliki hubungan batin
dengan masyarakat Indonesia.
Sebagai ekonom homo Islamics,
Sjafruddin mengajukan pandangan epistemologi. Pada pokoknya sosialisme hanyalah
sarana bagi pencapaian tujuan spriitual. Sosialisme Religius hendak mencapai
tujuan material dan spiritual sekaligus.
Sjafruddin
cenderung memilih sikap pragmatis dalam memecahkan berbagai persoalan sesuai
konteksnya, meskipun pada poknya tetap berpegang pada nilai kemanusian.
Dalam
beberapa tulisannya, ia bersimpati pada keunggulan Liberalisme hasil Revolusi
Prancis yang telah melahirkan gagasan-gagasan kemajuan di Eropa, walaupun
menurut pengamatannya, gagasan itu kemudian melahirkan kesenjangan sosial dan
monopoli seperti terlihat dalam Kapitalisme.
Post a Comment
Post a Comment