Bab ini akan membahas mengenai
kompensasi bagi manajemen. Kompensasi merupakan mekanisme penting dalam
pemberian penghargaan terhadap anggota organisasi dalam mendorong dan
memotivasi anggota mencapai tujuan organisasi.
A. KARAKTERISTIK RENCANA KOMPENSASI INSENTIF
Paket kompensasi dari seorang manajer terdiri dari
3 komponen yaitu:
- Gaji
- Benefit
(biasanya selain dalam bentuk dana pensiun dan manfaat kesehatan, juga
berbagai bentuk penghasilan tambahan lainnya).
- Kompensasi
insentif
Ketiga komponen di atas saling
berkait, tapi kompensasi insentif secara khusus berkaitan dengan fungsi
pengendalian manajemen. Kompensasi tersebut berbeda dengan dua jenis kompensasi
yang lain yaitu gaji atau upah dan berbagai jenis tunjangan. Kompensasi
insentif akan diterima anggota organisasi apabila realisasi laba, volume
produksi, volume penjualan atau hasil penjualan berada diatas anggaran.
Perbedaan lainnya antara insentif dengan gaji dan tunjangan-tunjangan adalah
dalam pembagian jumlah yang akan diterima oleh manajer dan karyawan.
Rencana kompensasi insentif
dapat dibagi menjadi dua yaitu : (1) rencana kompensasi jangka pendek dan (2)
kompenasi insentif jangka panjang.
B. RENCANA INSENTIF JANGKA PENDEK
Formula yang dapat digunakan untuk
mencapai jumlah total bonus yang bisa dibayar pada kelompok yang berkualifikasi
dari pegawai pada tahun yang diberikan, yang disebut ”bonus pool”.
Metode penentuan ”bonus pool” dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Metode paling sederhana adalah membuat formula
bonus dengan menentukan persentase tertentu dari laba.
|
2. Metode bonus didasarkan pada persentase
tertentu dari laba setelah tingkat laba per saham (EPS) minimum tercapai.
|
Metode ini tidak
memperhitungkan kenaikan dari laba yang diinvestasikan kembali. Agar metode ini
tetap relevan digunaka, maka laba per lembar saham (EPS) minimum harus
disesuaikan untuk tahun-tahun berikutnya dengan cara meningkatkan angka minimum
EPS dengan persentase tertentu dari kenaikan laba yang ditahan.
3. Metode lain yang menghubungkan laba dengan
modal yang digunakan. Modal dalam hal ini adalah kekayaan pemegang saham
ditambah hutang jangka panjang. Bonus dalam hal ini sama dengan presentase laba
sebelum pajak dan bunga atas hutang jangka panjang minus beban modal atas total
kekayaan pemegang saham ditambah hutang jangka panjang.
Perusahaan yang memakai metode ini mendasari pada alasan bahwa kinerja
manajemen hendaknya didasarkan pada penggunaan aset neto yang menghasilkan
laba, dan karena proporsi utang jangka panjang terhadap modal ditentukan oleh
kebijakan keuangan, maka proporsi ini seharusnya tidak berpengaruh terhadap
penilaian kinerja operasional.
4. Metode lain yang digunakan adalah sama
dengan metode ke-3, tetapi pengertian modal dalam hal ini sama dengan kekayaan
pemegang saham.
Kesulitan dari metode ketiga dan
keempat adalah jika pada satu tahun mengalami kerugian akan mengurangi kekayaan
pemegang saham, sebaliknya meningkatnya bonus yang harus dibayar pada tahun
yang mengalami keuntungan.
5. Bonus didasarkan pada kenaikan
profitabilitas suatu tahun dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
6. Bonus didasarkan pada kemampuan memperoleh
laba perusahan relatif dibandingkan dengan kemampuan memperoleh laba industri.
Mencari data industri yang diperbandingkan mungkin saja sulit, karena hanya
beberapa perusahaan saja yang mempunyai campuran produk dan sistem akuntansi
yang sama. Akibatnya metode ini dapat memberikan bonus yang tinggi pada
tahun-tahun yang pas-pasan karena salah satu atau lebih komponen industri
pesaing mengalami tahun terburuk.
Carryovers.
Merupakan rencana insentif jangka pendek,
dimana diatur agar setiap tahun dibagi bonus, dan bonus yang dibagikan tidak
tergantung pada beasrnya laba. Misalnya, pemberian gaji ke-13.
Keuntungan dari metode ini adalah:
1. Fleksibel yaitu pemberian bonus tidak
ditentukan secara otomatis formula dan dipengaruhi oleh judgement dewan
komisaris.
2. Mengurangi anggapan bahwa bonus didasarkan
pada formula tertentu.
Kelemahannya adalah tidak secara langsung
menggambarkan kinerja sesungguhnya saat ini.
Kompensasi yang Ditunda .
Jumlah bonus dihitung setiap tahun,
pembayarannya bisa saja dilakukan beberapa kali sepanjang periode tertentu.
Contoh bonus yang dibagikan secara
beberapa kali dalam jangka waktu 5 tahun (tiap tahun mendapat 20%):
Tahun
|
Bonus
Tahun 1
|
Bonus
Tahun 2
|
Bonus
Tahun 3
|
Bonus
Tahun 4
|
Bonus
Tahun 5
|
Bonus
Tahun 6
|
1
|
20%
|
|
|
|
|
|
2
|
20%
|
20%
|
|
|
|
|
3
|
20%
|
20%
|
20%
|
|
|
|
4
|
20%
|
20%
|
20%
|
20%
|
|
|
5
|
20%
|
20%
|
20%
|
20%
|
20%
|
|
6
|
|
20%
|
20%
|
20%
|
20%
|
20%
|
7
|
|
|
20%
|
20%
|
20%
|
20%
|
8
|
|
|
|
20%
|
20%
|
20%
|
9
|
|
|
|
|
20%
|
20%
|
10
|
|
|
|
|
|
20%
|
Keuntungan dari sistem pembayaran bonus
seperti ini adalah:
1. Manajer bisa mengestimasi dengan akurasi
yang rasional pendapatan tunai mereka untuk tahun mendatang.
2. Pembayaran yang ditunda meratakan
penerimaan kas manajer, karena pengaruh fluktuasi siklik.
3. Seorang manajer yang berhenti akan terus
menerima pembayaran samapai beberapa tahun.
4. Dengan ditundanya waktu pembayaran akan
mendorong pemikiran yang lebih jauh untuk menghasilkan keputusan yang tepat.
Kelemahanya adalah bahwa bonus yang
menjadi hak manajer tidak sepenuhnya diterima pada tahun bonus yang dihasilkan.
Hal ini akan mengakibatkan kurangnya motivasi secara langsung dari insentif,
karena bonus tidak berhubungan langsung dengan laba atau kinerja.
RENCANA INSENTIF JANGKA PENDEK
Kompensasi insentif jangka panjang dihubungkan
dengan nilai atau harga saham dipasar modal. Alasan mendasar penerapan rencana
ini adalah bahwa pertumbuhan dalam nilai modal saham perusahaan menunjukkan
prestasi perusahaan dalam jangka panjang,. Ada beberapa
tipe rencana yaitu :
- Stock Option, yaitu hak untuk membeli sejumlah saham dengan harga yang
disetujui pada saat opsi itu dilakukan ( biasanya harga pasar atau 95%
dari harga pasar saat ini) selama periode tertentu di masa yang akan
datang.
- Phantom Stock, yaitu memberi penghargaan kepada manajer dengan sejumlah
saham secara akuntansi saja.
- Stock Appreciation Rihgts, yaitu hak untuk menerima pembayaran kas didasarkan pada
peningkatan nilai saham sajak saat pemberian hadiah hingga perioe yang
telah ditentutakan dimasa mendatang.
- Performance Shares, yaitu memberikan penghargaan jumlah saham tertentu pada
manajer apabila tujuan jangka panjang telah tercapai.
- Performance
Unit. Penghargaan
atas kinerja yaitu menerima bonus berupa kas atas tercapainya target
jangka panjang tertentu.
C. INSENTIF UNTUK CORPORATE OFFICER
Setiap pimpinan perusahaan, kecuali chief eecutife
officer ikut bertanggung jawab, waalupun sebagian, terhadap kinerja perusahaan
secara keseluruhan. Pimpinan seperti ini dinilai dan dimotivasi atas dasar bonus
untuk kinerja yang baik. Walaupun bagian kinerja yang mereka hasilkan tidak
bisa diukur. Untuk mendorong motivasi yang diinginkan, pimpinan puncak biasanya
mendasarkan pada perhitungan kinerja masing-masing orang.
Kompensasi CEO( Chief Executive Officer)
Kompensasi untuk CEO biasanya didiskusikan oleh
panitia kompensasi dari dewan direktur setelah CEO mempresentasikan rekomendasi
kompensasi untuk bawahannya. Dari presentasi ini, sikap dasar CEO tentang
keinginan presentase tertentu atas kompensasi insentif yang diberikan bisa
dilihat nantinya. Dalam keadaan biasa panitia secara sederhana menerapakan
presentase yang sama untuk kompensasi CEO. Namun, panitia biasanya memberi
tanda untuk kinerja CEO yang berbeda dengan memutuskan apakah memberikan presentase
yang lebih tinggi atau lebih rendah.
D. INSENTIF UNTUK MANAJER UNIT BISNIS
Beberapa bentuk pilihan dalam pengembangan paket
kompensasi insentif untuk manajer unit usaha sebagai berikut:
1. Tipe Insentif
a. Penghargaan keuangan
1) Peningkatan gaji
2) Bonus
3) Kesejahteraan
4) Penghasilan tambahan
b. Pengahargaan sosial dan psikologi
1) Kemungkinan promosi
2) Pemberian tanggung jawab
3) Pemberian otonomi
4) Menempatkan ke wilayah yang lebih baik
5) Pengakuan
2. Ukuran relatif Bonus Terhadap Gaji
a. Upper Cutoffs adalah tingkat prestasi
dimana bonus maksimum bisa dicapai
b. Lower Cutoffs adalah tingkatan bawah
dimana tidak ada bonus yang diberikan.
3. Bonus Atas Dasar
a. Laba unit usaha
b. Laba perusahaan
c. Kombinasi laba unit usaha dan perusahaan
4. Kriteria Kinerja
a. Kriteria keuangan
1) Kontribusi margin
2) Laba langsung unit usaha
3) Laba unit usaha yang bisa dikontrol
4) Laba sebelum pajak
5) Laba bersih
6) Return on Investment
7) Residual Income
b. Periode waktu
1) Kinerja keuangan tahunan
2) Kinerja keuangan beberapa tahun
c. Kriteria keuangan
1) Pertumbuhan penjualan
2) Pangsa pasar
3) Kepuasan konsumen
4) Kualitas
5) Pengembangan produk baru
6) Pengembangan personalia
7) Tanggung jawab publik
d. Beratnya tugas yang dibebankan menurut
kriteria keuangan dan non keuangan
e. Pengukuran perbandingan
1) Anggaran laba
2) Kinerja masa lalu
3) Kinerja pesaing
5. Pendekatan Penentuan Bonus
a. Atas dasar formula
b. Subyektif
c. Kombinasi atas dasar formula ataupun
subyektif
6. Bentuk Pembayaran Bonus
a. Kas
b. Saham
c. Stock option
d. Phantom stock
e. Performance shares
E. HUBUNGAN KEAGENAN (PRINCIPLE-AGENT) DAN
KOMPENSASI MANAJEMEN
1.
KONSEP
Suatu
hubungan keagenan ada jika satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen)
untuk menjalankan beberapa jasa. Jasa yang dimaksud membutuhkan prinsipal untuk
mendelegasikan beberapa otorisasi pembuatan keputusan kepada agen. Ada dua
bentuk hubungan keagenan. Pertama, adanya kesepakatan dimana pemilik
ataupun pemegang saham suatu perusahaan menyewa CEO untuk menjadi agen mereka
dalam mengelola perusahaan dengan menjaga kepentingan terbaik perusahaan
tersebut. Kedua, ada persetujuan dimana CEO perusahaan bertindak sebagai
prinsipal dan menyewa manajer suatu bagian atau divisi sebagai agen untuk
mengelola suatu unit organisasi yang telah didesentrasikan.
a. Perbedaan tujuan antara prinsipal dan agen
Teori agen
mendasarkan pada semua individu bekerja sesuai kepentingannya sendiri. Agen diasumsikan
menerima kepuasan tidak hanya dari kompensasi keuangan tapi juda dari
penghasilan tambahan yang berkaitan dengan hubungan keagenan. Perbedaan lainnya
adalah preferensi resiko. Teori agen mendasarkan pada asumsi bahwa manager
lebih suka kekayaan dikurangi, tapi utility marginal ataupun kepuasaan
menurun setelah harta terkumpul. Agen pada dasarnya, kekayaan yang ada padanya
tergantung pada keberuntungan perusahaan. Kekayaan ini terdiri dari kekayaan
keuangan dan modal pribadi.
Karena
penurunan utilitas kekayaan dan jumlah modal agen tergantung pada perusahaan,
maka agen diasumsikan risk averse;
b. Tindakan agen yang tidak bisa diamati
Perbedaan dalam hal preferensi
kaitannya dengan kompensasi dan penghasilan tambahan lainnya timbul jika
prinsipal tidak bisa dengan mudah memonitor kinerja CEO. Keadaan ini
menyebabkan 2 hal yaitu pertama, situasi dimana informasi asimetris
(prinsipal tidak tahu pasti kontribusi sebenarnya dri agen terhadap hasil yang
dicapai. Kedua, resiko moral (kesalahan dalam memberi informasi).
2.
MEKANISME KONTROL
Teori agen menyatakan ada
2 cara utama yang berkaitan dengan perbedaan tujuan dan asimetri informasi
yakni monitoring dan incentives.
a.
Monitoring
Prinsipal bisa mendesain
sistem pengendalian untuk memonitor tindakan agen. Contohnya dengan mengaudit
laporan keuangan yang dilakukan pihak luar dan dikirmkan ke pemilik. Teori agen
berupaya menjelaskan mengapa perbedaan hubungan agen yang berbeda memerlukan
tingkatan monitoring yang berbeda pula.
b. Insentif
Prinsipal
berusahan membatasi perbedaan preferensi yang membuat kontrak insentif yang
memadai. Makin banyak imbalan seorang agen tergantung pada ukuran kinerja,
makin banyak insentif yang diperlukan untuk agen meningkatkan ukuran tersebut.
Sistem kompensasi yang tidak mendorong ke arah kontrak insentif akan membawa
masalah yang serius.
Tidak ada
satupun persetujuan insentif yang bisa menjamin keselarasan tujuan secara
lengkap. Hal ini karena perbedaan resiko preferensi antara 2 pihak, asimentris
infromasi dan biaya monitoring.
3.
RENCANA KOMPENSASI DAN KEPEMILIKAN SAHAM
UNTUK CEO
Sebagai
contoh biaya agen yang berkaitan dengan kompensasi insentif, jika perusahaan
membayar seorang CEO dengan bonus dalam bentuk stock option. Agen yang
telah memiliki risk averse, menambah resiko jika ia dibayar atas dasar kinerja
harga saham.
Masalah
lainnya adalah kurangnya kaitan secara langsung antara usaha agen dan perubahan
atas harga saham. Harga saham dipengaruhi oleh faktor diluar kemampuan seorang
agen untuk mengawasinya.
4.
MANAJER UNIT USAHA DAN INSENTIF ATAS
DASAR AKUNTANSI
Hubungan
usaha manajer unit usaha dan harga pasar lebih sedikit dibandingkan dengan
hubungan antara usaha CEO dan harga saham. Mengisolasi kontribusi yang
dihasilkan oleh unit usaha secara tersendiri dalam peningkatan harga saham
adalah sulit. Karena kesulitan ini, bonus menajer unit usaha bisa didasarkan
pada laba bersih unit usaha.
5.
KRITIK
Teori
agen ditemukan pada tahun 60-an, tetapi teori ini tidak mempunyai pengaruh yang
besar dalam praktik proses pengendalian manajemen. Sebagian dari mereka yang
telah mempelajari teori agen menyatakan bahwa model seperi ini tidak lebih
sekedar pernyataan fakta yang jelas diungkapkan dalam simbol matematis. Yang
lain menyatakan elemen dalam model ini tidak bisa dikuantifikasi dan model ini
terlalu menyederhanakan kenyataan sebenarnya hubungan antara atasan dan
bawahan.
Suplemen:
MEMANAGE PERFORMANCE KARYAWAN
MELALUI PEMBERIAN KOMPENSASI
Oleh : Ade Gunawan*)
Abstrak: Bagi manajemen, masalah kompensasi karyawan mungkin
merupakan masalah personalia yang membingungkan dan paling sulit. Walaupun
pengupahan harus mempunyai dasar yang logik dan dapat dipertahankan, hal ini
mencakup banyak faktor-faktor emosional dari sudut pandangan para karyawan.
Namun dalam prakteknya, masalah kompensasi selalu saja menjadi acuan yang dapat
mempengaruhi kinerja atau performance karyawan. Oleh karena itu, mau tidak mau
perusahaan juga perlu menganalisa kembali kebijakan-kebijakan yang diterapkan
dalam hal pemberian kompensasi. Hal ini semata-mata guna menciptakan kinerja
atau performance karyawan yang lebih baik, yang pada akhirnya juga dapat
menjadi kunci keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Kata Kunci: Performance dan Kompensasi
Pendahuluan
Hampir setiap organisasi bisnis menyatakan bahwa “manusia
adalah aset terpenting bisnis kami”. Secara eksplisit hal itu menghargai
mereka, namum dalam kenyataannya seringkali bertentangan dengan kenyataannya.
Misalnya, bagi perusahaan yang terlalu banyak menggunakan pola padat modal
sebagai pengganti manusia, bisa jadi manusia hanya dipandang sebagi unsur
produksi yang tidak ada bedanya dengan unsur lainnya, hal ini tentunya kurang
manusiawi. Di sisi lain, masih banyak terdapat perusahaan yang menerapkan
sistem upah, iklim kerja, dan kepemimpinan yang kurang kondusif. Namun terlepas
dari hal-hal tersebut, secara umum manusia dan potensinya merupakan elemen
utama dari keberhasilan suatu bisnis. Tinggal lagi bagaimana sumber daya
manusia berupa tingkat etos kerja, pendidikan, keterampilan, pengetahuan,
emosi, kejujuran, kesehatan, pengalaman, dan kepemimpinan dapat
dioptimalisasikan.
Pada saat sekarang ini, merupakan sebuah kenyataan yang tak
dapat dipungkiri lagi, bahwa era globalisasi sekarang ini, khususnya di
Indonesia, menghadapi berbagai tekanan persaingan dalam segala bidang usaha.
Untuk itu, perusahaan-perusahaan mulai berusaha untuk tetap unggul dalam
persaingan yang serba kompetetif tersebut dengan berupaya menciptakan kualitas
sumber daya manusianya yang handal dan presentatif. Untuk mendapatkan sumber
daya manusia yang terlatih dan terampil bagi sebuah organisasi bisnis, tentunya
dapat ditempuh dengan melakukan pelatihan, pendidikan dan bimbingan bagi sumber
daya manusianya.
Sebagai unsur produksi, manusia berkedudukan sama dengan
unsur lainnya, seperti teknologi dan biaya. Namun, manusia memiliki ciri unik.
Dia memiliki kepribadian yang aktif, banyak menggunakan intuisi, dinamis,
bahkan sensitif dan sekaligus sebagai pengelola dan atau pengguna dua unsur
produksi tadi, yaitu teknologi dan biaya untuk menghasilkan output tertentu.
Oleh karena itu, manusia ditempatkan sebagai unsur yang
sangat khusus oleh perusahaan, karena manusia baru akan terdorong untuk bekerja
dan meningkatkan produktivitasnya jika beragam kebutuhannya mulai dari
kebutuhan fisik (seperti : makan, papan, pakaian), kebutuhan rasa aman,
kebutuhan sosial, sampai dengan kebutuhan aktualisasi diri dapat terpenuhi
dengan baik (Mangkuprawira , 2003).
Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya
dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya
kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya (Anoraga,
2000). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada diri manusia terdapat
kebutuhan-kebutuhan yang pada saatnya nanti membentuk tujuan-tujuan yang hendak
dicapai dan dipenuhinya. Demi mencapai tujuan-tujuan itu, orang terdorong untuk
melakukan suatu aktivitas yang dikenal dengan bekerja.
Manajer merupakan pimpinan dalam suatu perusahaan yang
mengarahkan dan membina tenaga kerja menuju kesuksesan. Dalam mencapai
kesuksesan, pimpinan perlu memperhatikan kebutuhan para tenaga kerjanya
tersebut, dalam hal ini kompensasi. Akan tetapi, dalam kenyataannya
produktivitas kerja seseorang akan dapat berbeda dengan orang lain. Oleh karena
itu, agar kinerja atau performance dari setiap karyawan dapat meningkat
diperlukan suatu pendorong atau faktor yang dapat membuat kinerja atau
performance karyawan tersebut sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan.
Menurut Mangkuprawira (2003) bahwa : “Faktor yang mempengaruhinya relatif
kompleks, bisa jadi faktor instrinsik (tingkat pendidikan, pengetahuan,
keterampilan, motivasi, kesehatan, dan pengalaman) dan bisa faktor ekstrensik
(kompensasi, iklim kerja, kepemimpinan, fasilitas kerja dan hubungan sosial)”.
Kompensasi sangat penting bagi karyawan sebagai individu,
karena upah merupakan suatu ukuran nilai atau karya mereka diantara para
karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Tingkat pendapatan absolut
karyawan yang akan menentukan skala kehidupannya, dan pendapatan relatif mereka
menunjukkan status, martabat dan harganya (Handoko, 1998). Oleh karena itu,
pimpinan perlu sekali memperhatikan pemberian kompensasi yang diberikan
karyawan, agar performancenya dapat meningkat sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki dalam mencapai tujuan dan keinginan perusahaan dan pimpinan.
Sebuah program manajemen performance dapat menjadi tulang
punggung bagi pengelolaan sumber daya manusia di perusahaan. Hasil dari sebuah
program manajemen performance akan membantu organisasi/perusahaan untuk
merencanakan dan melaksanakan program-program lain dengan lebih tepat dan baik.
Dengan kata lain, program manajemen performance adalah bagian dari sebuah
“skenario besar” program pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan
manajemen. Tetapi dalam kenyataannya yang paling sering kita dengan adalah
pengkaitan hasil penilaian prestasi dengan besarnya kompensasi atau bonus yang
diberikan perusahaan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Ruky (2002) yang
menyatakan bahwa : “Istilah penilaian prestasi kerja hampir selalu secara
otomatis diasosiasikan dengan kebijaksanaan dan aturan kenaikan gaji perorangan
dan pembagian bonus”.
Tan dan Torrington seperti yang dikutip
oleh Ruky (2002) melaporkan bahwa : berdasrakan hasil penelitian mereka
terhadap 25 perusahaan Inggris dan 26 perusahaan Amerika yang beroperasi di
Malaysia, alasan terpenting bagi perusahaan Amerika untuk menerapkan sistem
penilaian prestasi kerja karyawan adalah dasar bagi :
Kenaikan gaji (81%)
Keputusan promosi (77%)
Pelatihan dan Pengembangan (68%)
Pembinaan (60%)
Berdasarkan hal tersebut di atas, menjadi pertanyaan bagi
sejumlah pimpinan perusahaan yang ada di Indonesia dan tentunya bagi kita
semua, apakah kondisi itu juga terdapat di Indonesia, khususnya di lingkungan
perusahaan kita ?.
Pengertian
Performance
Motivasi
karyawan untuk bekerja, mengembangkan kemampuan pribadi, dan meningkatkan
kemampuan di masa mendatang dipengaruhi oleh umpan balik mengenai kinerja atau performance
masa lalu dan pengembangan. Pada organisasi yang modern penilaian
memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan
tujuan-tujuan dan standar-standar performance dan untuk memotivasi performance
individu di waktu berikutnya.
Istilah kinerja
atau prestasi kerja sebenarnya pengalihbahasaan dari kata inggris “performance”.
Kamus The New Webster Dictionary yang dikutip oleh Ruky (2002)
memberikan tiga arti bagi kata performance yang akan disebutkan dibawah
ini :
1. Adalah prestasi yang digunakan dalam konteks atau kalimat
misalnya tentang mobil yang sangat cepat.
2. Adalah Pertunjukan yang biasanya digunakan dalam kalimat “Folk
Dance Performance” atau “Pertunjukan Tari-tarian Rakyat”.
3. Adalah “Pelaksanaan Tugas” misalnya dalam kalimat “In
performing his/her duties”.
Sedangkan
Benardin dan Russel yang dikutip oleh. Ruky (2002) memberikan defenisi tentang
performance sebagai berikut : ”Performance is defined as the record of
out-comes produced on a specified job function or activity during a specified
time period” (Prestasi adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh
dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu
tertentu).
Berdasarkan pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa performance atau prestasi adalah hasil
atau apa yang keluar (outcomes) dari sebuah pekerjaan dan kontribusi
mereka pada organisasi.
Mengukur
Performance
Departemen
sumber daya manusia menggunakan informasi yang dikumpulkan melalui penilaian performance
untuk mengevaluasi keberhasilan kegiatan rekruitmen, seleksi, orientasi,
penempatan, pelatihan dan pengembangan, serta kegiatan lainnya. Meskipun
penilaian informal selama kegiatan berlangsung hari demi hari adalah penting
bagi kegiatan yang cepat.
Mangkuprawira
(2003) menyatakan bahwa : “Pendekatan penilaian performance hendaknya
mengidentifikasi standar performance yang terkait, mengukur kriteria,
dan kemudian memberikan umpan balik pada karyawan dan Departemen Sumber Daya
Manusia”.
Untuk lebih
jelasnya berikut illustrasi gambar elemen-elemen kunci sistem penilaian
performance :
Jika standar performance
atau perhitungan tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, evaluasi dapat
mengarah pada ketidakakuratan atau hasil yang bias, merenggangkan hubungan
manajer dengan karyawan, dan memperkecil kesempatan kerja yang sama. Tanpa
umpan balik, perbaikan dalam perilaku sumber daya manusia tidaklah mungkin
terjadi dan departemen tidak akan memiliki catatan akurat dalam sistem
informasi sumber daya manusianya. Dengan demikian, keputusan-keputusan dasar
dalam membuat rancangan pekerjaan sampai kompensasi akan terganggu.
Departemen
sumber daya manusia biasanya merancang dan mengelola sistem penilaian
performance perusahaan. Sentralisasi menjamin terjadinya keseragaman.
Meskipun departemen sumber daya manusia dapt mengembangkan pendekatan yang
berbeda untuk para manajer, profesional, pekerja, dan kelompok lain. Namun
keseragaman dalam tiap kelompok dibutuhkan untuk menjamin hasil yang dapat
dibandingkan. Departemen itu sendiri bisa jadi jarang menilai performance
secara aktual.
Sejumlah
penyebab umum yang sering menimbulkan kegagalan dan harus dihindarkan di
sebutkan oleh Dessler (1994) yang dikuti oleh Ruky (2002) sebagai berikut :
1.
Tidak adanya standar
Tanpa adanya standar berarti tidak terjadi penilaian
prestasi yang obyekif. Yang ada hanyalah penilaian subyektif yang mengandalkan
perkiraan dan perasaan.
2.
Standar yang tidak relevan dan bersifat
subyektif
Standar seharusnya ditetapkan melalui proses analisa
pekerjaan/jabatan untuk menentukan hasil atau output yang diharapkan
dari pekerjaan tersebut.
3.
Standar yang tidak realistis
Standar adalah sasaran-sasaran yang berpotensi merangsang
motivasi. Standar yang masuk akal dan menantang akan lebih berpotensi untuk
merangsang motivasi.
4.
Ukuran prestasi yang tidak tepat
Obyektivitas dan perbandingan memerlukan bahwa kemajuan
terhadap standar dan pencapaian standar dapat diukur dengan mudah dan
transparan. Contoh-contoh ukuran yang bersifat kuantitatif adalah misalnya : 1%
tingkat kegagalan produksi karena kualitas, 10 order penjualan dari setiap 100
kunjungan. Sedangkan yang bersifat kualitatif misalnya ; “penyelesaian proyek
pada tanggal yang ditetapkan”.
5.
Kesalahan penilai
Termasuk dalam kesalahan penilai adalah “keberpihakan”
(bias), perasaaan syakwasangka, “Halo effect” (terpengaruh oleh yang
dinilai), kecendrungan untuk “pelit” atau sebaliknya, kecendrungan untuk
memilih nilai tengah dan takut untuk menghadapi bawahan.
6.
Pemberian umpan balik secara buruk
Pada awal proses manajemen performance, standar harus
dikomunikasikan kepada karyawan yang dinilai untuk diketahui dan disepakati.
Demikian pula seluruh proses penilaian dan hasil penilaian harus
dikomunikasikan pula kepada mereka sesuai dengan prinsip dan tujuan program,
khusunya program manajemen performance.
7.
Komunikasi yang negatif.
Proses evaluasi ternyata terganggu oleh komunikasi yang
didasari dengan sikap negatif seperti arogansi dan keakuan pada pihak penilai
dan sikap membela diri dan ketertutupan pada pihak yang dinilai.
Penilaian
seharusnya menciptakan gambaran akurat dari performance perorangan. Penilaian
tidak dilakukan hanya untuk mengetahui performance buruk. Hasil-hasil
yang baik dan dapat diterima harus diidentifikasi sehingga dapat dipakai
sebagai dasar penilaian hal lainnya. Untuk mencapai tujuan ini, sistem
penilaian hendaknya terkait dengan pekerjaan dan praktis, termasuk standar, dan
menggunakan ukuran-ukuran yang terukur. Pekerjaan terkait berarti bahwa sistem
mengevaluasi perilaku-perilaku kritis yang mengandung keberhasilan pekerjaan.
Jika evaluasi tidak terkait dengan pekerjaan, hal ini tidaklah absah. Tanpa
keabsahan dan derajat kepercayaan, sistem bisa jadi mendiskriminasi kesempatan
penerapan hukum yang ada secara adil.
Seperti yang dikutip oleh Ruky (2002,
hal. 35), Calcio menyarankan agar sebuah program manajemen performance efektif
hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.
Relevance
Hal-hal atau faktor-faktor yang diukur adalah relevan
(terkait) dengan pekerjaannya, apakah itu outputnya, prosesnya atau inputnya.
2.
Sensitivy
Sistem yang digunakan harus cukup peka untuk membedakan
antara karyawan yang berprestasi dan tidak berprestasi.
3.
Reliability
Sistem yang digunakan harus dapat diandalkan, dipercaya
bahwa menggunakan tolok ukur yang objektif, sahih, akurat, konsisten dan
stabil.
4.
Acceptability
Sistem yang digunakan harus dapat dimengerti dan diterima
oleh karyawan yang menjadi penilai maupun yang dinilai dan memfasilitasi
komunikasi aktif dan konstruktif antara keduanya.
5.
Practicality
Semua instrumen, misalnya formulir yang digunakan, harus
mudah digunakan oleh kedua pihak, tidak rumit, mengerikan dan berbelit-belit.
Pengertian
dan Arti Pentingnya Kompensasi
Kompensasi dapat
diartikan sebagai pemberian imbalan atas hasil kerja yang dilakukan dengan
melihat prestasi kerja itu sendiri. Prestasi kerja yang dilakukan dapat dinilai
dan diukur berdasarkan suatu penilaian yang telah ditentukan perusahaan secara
objektif. Handoko (1998) menyatakan bahwa : “Kompensasi adalah pemberian kepada
karyawan dengan pembayaran finansial sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang
dilaksanakan dan sebagai motivator untuk pelaksanaan kegiatan di waktu yang
akan datang”.
Setiap pekerja
yang telah memberi atau mengorbankan tenaga dan pikirannya pada suatu
perusahaan, baik itu perusahaan swasta maupun perusahaan pemerintah akan
mengharapkan kontra prestasi atau balas jasa berupa uang atau barang-barang
yang disebut dengan catu dalam bentuk kebutuhan barang-barang pokok misalnya
beras. Kompensasi (Gaji dan Upah) yang diberikan perusahaan kepada pekerja
merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pimpinan demi
kelancaran jalannya perusahaan. Kompensasi yang layak merupakan pendorong bagi
karyawan supaya bekerja lebih giat serta lebih bertanggungjawab dalam
melaksanakan pekerjaan yang diberikan perusahaan kepadanya. Jadi dapat
dikatakan bahwa kompensasi (gaji dan upah) akan mempengaruhi performance
karyawan.
Menurut Purnomo
(1992) pengertian upah adalah sebagai berikut : Upah adalah jumlah kesluruhan
yang diterapkan sebagai pengganti jasa yang telah dikeluarkan oleh tenaga kerja
meliputi masa atau syarat-syarat tertentu. Jika upah diperhitungkan meliputi
masa seminggu dinamakan upah mingguan dan jika ditung meliputi masa sehari
dinamakan upah harian. Jika menghitung besarnya upah dipergunakan kesatuan yang
daimbil dari haril rata-rata setiap jam atau meliputi waktu tertentu, maka upah
itu dinamakan upah waktu.
Kecuali upah dan
waktu terdapat juga upah potongan, yang didapatkan dengan memperhitungkan
jumlah potongan atau bagian tugas dikalikan kesatuan pengganti prestasi untuk
tiap-tiap potongan. Dalam bentuk-bentuk usaha pada umumnya yang dimaksudkan
dengan upah adalah pengganti saja bagi tenaga kerja yang melaksanakan
tugas-tugas dalam perusahaan yang sifatnya tidak tetap. Sedangkan gaji
dipergunakan sebagai pengganti jasa bagi tenaga kerja yang bersifat tetap.
Sedangkan Moekijat
(1995) mengemukakan bahwa pengertian gaji adalah : “Pembayaran kepada pegawai,
tata usaha, dan manajer”. Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan
mengenai pengertian gaji dan upah (kompensasi) yaitu upah merupakan kontra
prestasi yang diterima oleh si pekerja berdasarkan hasil yang dicapainya dan
tidak mempunyai jaminan kerja tetap, lain halnya dengan gaji merupakan kontra
prestasi yang diterima oleh pekerja dengan jaminan pekerjaan yang sifatnya
lebih tetap.
Salah satu fungsi manajemen personalia
yang paling sulit adalah penentuan tingkat kompensasi moneter. Hal ini tidak
hanya merupakan salah satu tugas yang paling rumit, tetapi juga yang paling
penting, baik bagi organisasi maupun karyawan. Penentuan tingkat kompensasi
moneter penting bagi organisasi karena upah dan gaji seringkali merupakan
satu-satunya biaya perusahaan terbesar. Sepanjang menyangkut organisasi, Flippo
(1995) menyatakan bahwa program-program kompensasi karyawan dirancang untuk
melakukan tiga hal, yaitu :
1.
Untuk menarik para karyawan yang cakap
ke dalam organisasi.
2.
Untuk memotivasi mereka mencapai
prestasi yang unggul.
3.
Untuk menciptakan masa dinas yang
panjang.
Selanjutnya
Dessler (1992) menyatakan bahwa : “Penyusunan suatu rencana penggajian
merupakan upaya mengevaluasi nilai pekerjaan secara relatif (melalui teknik
evaluasi pekerjaan), dan kemudian menetapkan harga pekerjaan dengan menggunakan
garis upah dan kelas gaji”.
Kompensasi juga
penting bagi organisasi, karena jumlah pembayaran kepada karyawan dalam bentuk
pengupahan dan balas jasa lainnya sering merupakan komponen-komponen biaya
paling besar dan penting (Handoko, 1998). Bagi manajemen, masalah kompensasi
karyawan mungkin merupakan masalah personalia yang membingungkan dan paling
sulit. Walaupun pengupahan harus mempunyai dasar yang logis dan dapat
dipertahankan, hal ini mencakup banyak faktor-faktor emosional dari sudut
pandangan para karyawan. Di samping itu, kompensasi mempunyai dampak penting
terhadap perekonomian. Sumber pendapatan nasional sebagian datang dari
kompensasi. Pendapatan karyawan adalah bagian terbesar dari daya belinya yang
digunakan untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa hasil produksi
perusahaan-perusahaan.
Jenis-jenis
Kompensasi
Kompensasi pegawai berarti bahwa semua
bentuk penggajian atau ganjaran mengalir kepada pegawai dan timbul dari
kepercayaan mereka. Menurut Dessler (1992), kompensasi pegawai memiliki tiga
komponen, yaitu :
1.
Pembayaran secara langsung (direct
financial payment) dalam bentuk upah, gaji, insentif, dan bonus.
2.
Pembayaran tidak langsung (indirect
payment) dalam bentuk tunjangan seperti : asuransi dan liburan atas dana
perusahaan.
3.
Ganjaran nonfinansial (nonfinancial
rewards) seperti hal-hal yang tidak mudah dikuantifikasi, yaitu ganjaran-ganjaran
seperti : pekerjaan yang lebih menantang, jam kerja yang lebih luwes, dan
kantor yang lebih bergengsi.
Banyak karyawan
dibayar (dalam kas) pada setiap akhir kerja berdasarkan jumlah jam kerja. Di
lain pihak, banyak juga yang dibayar berdasar jam kerja yang diterima pada
akhir minggu. Bentuk pembayaran ini disebut upah harian. Para karyawan lain
dibayar dengan bentuk gaji tetap setiap minggu, bulanan atau tahunan. Di
samping itu, bentuk upah insentif (seperti bonus dan komisi) banyak dipakai
pada karyawan bagian produksi dan penjualan. Banyak perusahaan juga mempunyai
rencana pembagian laba (profit sharing plan), di mana karyawan menerima
sejumlah persentase tertentu dari laba perusahaan sebagai pendapatan ekstra
(Handoko, 1998).
Kompensasi (gaji
dan upah) dapat diperhitungkan sebagai upah yang riel atau upah uang. Upah uang
adalah jumlah yang dihitung menurut harga nominal mata uang yang diterima oleh
buruh, sedangkan upah nyata (riel) dalam jumlah uang yang dihitung dengan
memperhitungkan upah tersebut dengan kebutuhan yang diperlukan oleh penerima
upah. Upah yang diterima setiap pekerja dari suatu perusahaan tidak sama
besarnya. Besar kecilnya upah yang diterima tergantung pada beberapa faktor.
Menurut Ranupandoyo (1994), bahwa
faktor yang mempengaruhi besar kecilnya tingkat upah yang diterima oleh setiap
pekerja adalah :
1.
Penawaran dan permintaaan tenaga kerja.
2.
Organisasi buruh.
3.
Kemampuan untuk membayar dari
perusahaan.
4.
Produktivitas.
5.
Biaya hidup.
6.
Pemerintah.
Perbedaan dalam
pengupahan atau penggajian (salary differentials) dapat dibenarkan
karena syarat pekerjaan yang berbeda dan ini selalu ada pada setiap perusahaan.
Pekerjaan yang memerlukan pengetahuan dan skill yang lebih tinggi akan
mendapat upah atau gaji yang lebih besar jika dibandingkan dengan pekerjaan
yang memerlukan pengetahuan dan skill yang lebih rendah. Atau dengan
kata lain pekerjaan yang memerlukan tingkat pengetahuan (pendidikan) serta
pengalaman tertentu akan mendapat upah yang lebih besar.
Pola upah ini
cendrung dirumuskan oleh perusahaan yang telah berhasil dengan baik di dalam
menetapkan tingkat upah para pekerja di suatu daerah sehingga pola ini akan
diikuti perusahaan lain di daerah tersebut.
Secara garis besarnya sistem pengupahan
dimaksud berbentuk :
1.
Sistem pengupahan berdasarkan waktu (Time
Rate System)
2.
Sistem pengupahan berdasarkan satuan
hasil (Piece System)
3.
Sistem pengupahan berdasarkan premi (Wage
Insentive System).
Selain dari pada sistem upah yang telah
dijelaskan di atas, dalam prakteknya perusahaan sering pula menentukan tingkat
upah seorang pekerja berdasarkan :
1.
Sistem upah borongan yaitu sistem upah
ini diberikan kepada sekelompok pekerja dan masing-masing pekerja. Sistem ini
dipergunakan terutama bagi suatu jenis pekerjaan yang hasil pekerjaan untuk
setiap pekerjaan sukar diukur.
2.
Sistem skala upah berubah yaitu sistem
skala upah berubah biasanya menganut salah satu dari 2 cara, yaitu sebagai
berikut :
a.
Sistem upah scale yang
menghubungkan tingkat upah dengan tingkat harga jual barang yang dihasilkan
perusahaan.
b.
Sistem upah indeks ialah yang
menghubungkan tingkat upah dengan tingkat angka indeks biaya kehidupan.
3.
Sistem upah pembayaran laba yaitu sistem
ini menetapkan bahwa buruh tidak hanya menerima upah biasa tetapi juga bagian
laba dengan ketentuan yang telah ditetapkan perusahaan.
Dari uraian di
atas, maka dirasa perlu adanya sistem upah atau gaji yang tepat pada karyawan
agar dapat mendorong para karayawan lebih giat bekerja sekaligus akan
meningkatkan produktivitas kerja.
Unsur-Unsur
Yang Menjadi Pertimbangan Dalam Manajemen Kompensasi
Tujuan manajemen
kompensasi adalah untuk mebantu perusahaan mencapai tujuan keberhasilan
strategis perusahaan dan menjamin terjadinya keadilan internal dan eksternal.
Keadilan eksternal menjamin bahwa pekerjaan-pekerjaan dikompensasi secara adil
dengan membandingkan pekerjaan yang sama di pasar kerja. Kadang-kadang tujuan
ini bisa konflik satu sama lainnya, dan trade-offs harus terjadi.
Misalnya, untuk mempertahankan para karyawan dan menjamin keadlian, analisis
upah dan gaji merekomendasi pembayaran jumlah yang sama untuk
pekerjaan-pekerjaan yang sama. Akan tetapi, perekrut pekerja mungkin
menginginkan untuk menawarkan upah tidak seperti biasanya, yaitu upah yang
tinggi untuk menarik pekerja yang berkualifikasi. Maka terjadilah trade offs
antara tujuan rekruitmen dan konsistensi tujuan dari manajemen kompensasi.
Sementara keadilan internal menjamin bahwa permintaan posisi yang lebih tinggi
dan orang yang lebih berkualifikasi dalam perusahaan akan diberi pembayaran
yang lebih tinggi.
Dengan demikian menurut Mangkuprawira
(2003) ada beberapa prinsip yang diterapkan dalam manajemen kompensasi, antara
lain :
1.
Terdapatnya rasa keadilan dan
pemerataan pendapatan dalam perusahaan.
2.
Setiap pekerjaan dinilai melalui proses
evaluasi pekerjaan dan kinerja atau performance.
3.
Mempertimbangkan keuangan perusahaan.
4.
Nilai rupiah dalam sistem penggajian
mampu bersaing dengan harga pasar tenaga kerja sejenis.
5.
Sistem penggajian yang baru dapat
membedakan orang yang berprestasi baik dan yang tidak dalam golongan yang sama.
6.
Sistem penggajian yang baru harus
dikaitkan dengan penilaian kinerja karyawan.
Pada umumnya
karyawan akan menerima perbedaan kompensasi yang berdasarkan tanggungjawab,
kemampuan, pengetahuan, produktivitas, “on – job” atau kegiatan-kegiatan
manajerial. Sedangkan pembayaran yang berdasarkan ras, kelompok etnis, dan
jenis kelamin, dilarang oleh hukum dan kebijaksanaan umum.
Handoko (1998) menyatakan bahwa:
Kebijaksanaaan-kebijaksanaan dan praktek-praktek manajemen ditentukan oleh
interaksi dari tiga faktor, yaitu :
1.
Kesediaan membayar
Kesediaan membayar adalah merupakan pernyataan yang
berlebihan untuk menyatakan bahwa para manajer sebenarnya ingin membayar upah
secara adil. Oleh sebab itu para manajer juga merasa bahwa para karyawan
seharusnya melakukan pekerjaan sesuai upah yang mereka terima. Manajer perlu
mendorong para karyawan untuk meningkatkan keluaran mereka agar upah dan gaji
yang lebih tinggi dapat dibayarkan.
2.
Kemampuan membayar
Tanpa memperhatikan semua faktor lainnya, dalam jangka
panjang realisasi pemberian kompensasi akan tergantung pada kemampuan membayar
dari perusahaan. Kemampuan membayar perusahaan tergantung pada pendapatan dan
laba yang diraih, dimana hal ini tergantung pada performance yang
diberikan karyawan. Penurunan performance karyawan dan inflasi akan
mempengaruhi pendapatan nyata karyawan.
3.
Persyaratan-persyaratan pembayaran
Dalam jangka pendek, pengupahan dan penggajian sangat
tergantung pada tekanan eksternal dari pemerintah, organisasi karyawan (serikat
buruh) dan para pesaing. Sebagai contoh, peraturan pemerintah tentang upah
minimum merupakan batas bawah tingkat upah yang akan dibayarkan.
Hadipurnomo (1992) menyatakan bahwa :
Untuk memperoleh dasar upah yang sehat perlu adanya pertimbangan sebagai
berikut :
1.
Apakah yang dicapai oleh sistem upah
itu.
2.
Apakah sistem upah itu cocok untuk
pelaksanaan bentuk usaha yang bersangkutan.
3.
Apakah sistem upah itu dapat diterima
masyarakat umum yang bersangkutan.
4.
Apakah derajat upah itu selaras dengan
pasaran upah ditempat upah tersebut.
Dasar upah yang benar haruslah
mempunyai kriteria sebagai berikut :
1. Dasar upah itu harus
pasti, tetapi harus memiliki sifat ringkas, sehingga memungkinkan untuk
disesuaikan dengan keadaan.
2. Harus memungkinkan
tercapainya ongkos-ongkos perusahaan yang serendah-rendahnya dan memberikan
kemungkinan meninggikan produksi dan mengembangkan usaha.
3. Adanya perimbangan
antara upah yang diberikan perusahaan dengan tenaga yang diberikan karyawan
sehingga karyawan merasa betah bekerja di perusahaan.
4. Harus menunjukkan suatu
upah yang layak melalui pertimbangan tugas yang diemban karyawan.
Dalam etika tata
perusahaan yang wajar akan terdapat suatu itikad yang menetapkan bahwa upah itu
harus dapat menjamin penghidupan yang layak dari para tenaga kerja bersangkutan
serta keluarganya. Upah ini dinamakan upah penghidupan. Itikad ini bersendikan
pada suatu dasar bahwa usaha itu mempunyai fungsi rangkap. Maksud fungsi
rangkap disini adalah bertujuan memperoleh keuntungan bagi pemiliknya dan di
lain pihak dapat mendatangkan manfaat bagi masyarakat umumnya dan bagi para
pekerja khususnya.
Penutup
Pemberian
kompensasi yang terkoordinir dan sesuai dengan hasil pekerjaan yang dilakukan
karyawan dapat meningkatkan performance karyawan, sehingga faktor-faktor
yang mempengaruhi performance seperti karakteristik situasi, sikap dan
sebagainya dapat diatasi oleh karyawan dengan berpedoman pada program
pelaksanaan kerja yang sudah ditentukan perusahaan.
Menurut Sjafri
Mangkuprawira (2003, hal. 224) : “Penilaian performance membantu pengambil
keputusan menentukan siapa yang seharusnya menerima peningkatan pembayaran
dalam bentuk upah dan bonus yang didasarkan pada sistem merit”.
Dengan adanya
pemberian kompensasi tersebut, dapat memotivasi karyawan menjadi lebih
bersemangat serta membuat karyawan mampu mengatasi segala hambatan yang
diterima didalam pekerjaan sehingga performance karyawan dapat meningkat
dan tujuan pimpinan dapat tercapai.
Dari teknik
penilaian yang beragam dan luas, para spesialis menyeleksi metode-metode yang
paling efektif dalam mengukur performance karyawan dengan standar yang
berlaku. Teknik dapat diseleksi dengan cara mereview performance masa
lalu maupun dengan mengantisipasi performance di masa yang akan datang.
Namun dalam pelaksanaannya, penilaian performance yang berkaitan dengan
kompensasi juga harus mempertimbangkan serta memandang beberapa prisnsip yang
ada dalam pelaksanaannya, terutama prinsip keadilan yang merupakan faktor yang
sering kali menjadikan pelaksanaan penilaian menjadi tidak efektif dan efisien.
Daftar Pustaka
Ruky, Achmad S. 2002. Sistem Manajemen
Kinerja. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta .
Dessler, Gary. 1992. Manajemen
Personalia. diterjemahkan oleh : Agus Dharma, Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta .
Flippo. Edwin B. 1995. Manajemen
Personalia. Diterjemahkan oleh : Mohammad Masud. Edisi Keenam. Jilid Kedua.
Erlangga. Jakarta .
Hadipurnomo. 1992. Tata Personalia. Cetakan Kelima. Jambatan. Jakarta
Ranupandoyo, Heidirachman. 1994. Manajemen
Personalia. Edisi Ketiga. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi. Yogyakarta .
Moekijat.
1995. Manajemen Kepegawaian. Bumi Aksara. Jakarta .
Anoraga,
Pandji. 2000. Manajemen Bisnis. Rineka Cipta. Jakarta .
Mangkuprawira, Sjafri. 2003. Manajemen
Sumber Daya Manusia Strategik. Cetakan Kedua. Ghalia Indonesia . Jakarta .
Handoko, T. Hani. 1998. Manajemen. Yogyakarta . Edisi Kedua. BPFE. Yoyakarta.
Latihan
1.
Mengapa
pemberian kompensasi penting bagi karyawan dan kelangsungan hidup organisasi?
2.
Rencana
insentif dibedakan menjadi dua yaitu insentif jangka pendek dan insentif jangka
panjang. Jelaskan masing-masing rencana insentif tersebut!
3.
Apa
yang dimaksud dengan carryovers?
4.
Apa
keuntungan dan kelemahan metoda carryovers?
5.
Keuntungan
apa sajakah yang akan diperoleh perusahaan bila perusahaan melakukan sistem
pembayaran bonus dengan sistem kompensasi yang ditunda?
6.
Jelaskan
tipe-tipe skema insentif jangka pendek!
7.
Jelaskan
apa yang dimaksud dengan Teori Agensi (Agency Theory)?
8.
Jelaskan
kritik-kritik terhadap Teori Agensi!
9.
Dari
skema-skema insentif eksekutif, skema manakah yang paling baik dilaksanakan?
Mengapa?
Post a Comment
Post a Comment