Makna Simbolik
Kata "batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba",
yang bermakna "menulis" dan "titik" yang bermakna "titik". Batik adalah
salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua
hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal
sebagai wa-resist dyeing.
Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut,
termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik
Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang
terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan
dan Nonbendawi (Masterpieces of
the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009.
Fungsi
Kegunaan Kain Batik bagi Orang Jawa
Sangat Beragam
Bagi orang jawa, kain batik memiliki
kegunaan yang sangat banyak. Berikut ini adalah kegunaan batik bagi orang jawa
·
Upacara Adat : Dalam adat jawa
banyak sekali kegiatan memakai batik. seperti acara pernikahan, kain batik
digunakan sebagai bawahan kebaya yang digunakan kedua mempelai yang menikah.
·
Kegiatan Sehari-hari : Pada kegiatan
sehari-hari orang jawa juga menggunakan batik. kain batik dibuat menjadi celana
ataupun baju yang digunakan sehari hari
·
Alat Rumah Tangga : Kegunaan
kain batik juga sampai keperalatan rumah tangga. contohnya dibuat
menjadi taplak meja, tirai dan masih banyak lagi
Oleh karena itulah orang-orang jawa
tidak bisa lepas dari kain batik. Dikarena kain batik bisa digunakan untuk
berbagai macam hal yang berbeda. tidak hanya orang jawa yang menggunakan batik,
orang orang di luar jawa juga menggunakan batik di berbagai kegiatan.
namun tiap daerah memiliki motif batik yang berbeda-beda. Misalnya batik solo
yang memiliki ciri khas simbol naga, burung, modan dan yang lainnya. Untuk
batik pekalongan ciri khasnya adalah garis-garis, tumbuh-tumbuhan serta titik.
Masih banyak lagi jenis batik
nusantara yang beragam motif yang memiliki ciri khasnya masing-masing. Di balik
motif sehelai kain batik terkadang memiliki makna tersendiri, maksud dan
tujuannya. Batik yang etnik sangat digemari semua kalangan, dari yang tua
sampai anak-anak.
Kreasi Kain Batik Mengikuti
Perkembangan Di Zaman Modern
Seiring berkembangnya zaman, batik
juga mulai berkembang mengikuti kebutuhan dan kegunaan zaman modern. Banyak
bermunculan kreasi dari kain batik yang sangat unik, cantik dan terlihat
etnik. Griya etnik atau
rumah produksi barang-barang etnik menggunakan kain batik untuk produknya. Inilah
perkembangan kain batik mengikuti perkembangan zaman modern :
·
Baju Batik
Batik
digunakan untuk membuat baju wanita ataupun pria. Dan untuk menambah minat
anak-anak muda, baju batik dikreasikan menjadi baju hem batik sopal. Batik
sopal adalah perpaduan antara kain batik dan kain polos yang dibuat
baju dengan cara menyambungkannya.
·
Kaos Batik
Kaos
juga bisa dibuat dari kain batik dengan berbagai jenis. Ada kaos batik yang
dibuat dari bahan kaos yang dibatik, ada yang menggabungkan bahan kaos dan
batik dengan cara disopal dan ada pula kaos yang bercorak batik dengan cara
disablon.
·
Blouse Batik
·
Blouse wanita juga bisa dibuat dari
kain batik dengan motif dan warna-warna yang beragam.
·
Sackdress Batik
Dress cantik
yang modern bisa tercipta dari kain batik yang etnik.
·
Kimono Batik
Baju
kimono asal Jepang bisa dibuat dari kain batik oleh tangan kreatif dengan
Desain yang sangat cantik.
·
Sandal Batik
Seiring
terkenalnya batik dan banyak yang memakainya, diciptakanlah desain sandal yang
terbuat dari kain batik. Sandal batik mulai muncul pada akhir tahun 2012 lalu.
·
Tas Batik
Dengan
motif nya yang etnik, kain batik juga dibuat menjadi tas sekolah, tas remaja
,aupun tas kerja.
Cara Mengenakan
Kain Batik
Makna Simbolik
Secara spesifik pada masa pra-kekeristenan ulos atau
tekstil sehari-hari itu dijadikan medium (perantara) pemberian berkat (pasu-pasu)
dari mertua kepada menantu/anak perempuan, kakek/ nenek kepada cucu, paman (tulang)
kepada bere, raja kepada rakyat. Sambil menyampaikan ulos pihak yang dihormati
ini menyampaikan kata-kata berupa berkat (umpasa) dan pesan (tona)
untuk menghangatkan jiwa si penerima. Ulos sebagai simbol kehangatan ini
bermakna sangat kuat, mengingat kondisi Tanah Batak yang dingin. Dua lagi
simbol kehangatan adalah: matahari dan api.
Bagi nenek-moyang Batak yang pra-Kristen selain ulos itu
yang tak kalah penting juga kata-kata (berkat atau pesan) yang ingin disampaikan
melalui medium ulos itu. Kita juga mencatat secara kreatif nenek-moyang Batak
juga menciptakan istilah ulos na so ra buruk (ulos yang tidak
bisa lapuk), yaitu tanah atau sawah. Pada keadaan tertentu hula-hula dapat juga
memberi sebidang tanah atau ulos yang tidak dapat lapuk itu kepada borunya.
Selain itu juga dikenal istilah ulos na tinonun sadari (ulos
yang ditenun dalam sehari) yaitu uang yang fungsinya dianggap sama dengan ulos.
Ulos yang panjangnya bisa mencapai kurang lebih 2 meter dengan lebar 70 cm
(biasanya disambung agar dapat dipergunakan untuk melilit tubuh) ditenun dengan
tangan. Waktu menenunnya bisa berminggu-minggu atau berbulan-bulan tergantung
tingkat kerumitan motif. Biasanya para perempuan menenun ulos itu di bawah
kolong rumah.
Sebagaimana
kebiasaan jaman dahulu mungkin saja para penenun pra-Kristen memiliki ketentuan
khusus menenun yang terkait dengan kepercayaan lama mereka. Itu tidak
mengherankan kita, sebab bukan cuma menenun yang terkait dengan agama asli
Batak, namun seluruh even atau kegiatan hidup Batak pada jaman itu. (Yaitu:
membangun rumah, membuat perahu, menanam padi, berdagang, memungut rotan, atau mengambil
nira). Mengapa? Karena memang mereka pada waktu itu belum mengenal Kristus!
Sesudah nenek moyang kita mengenal Kristus, mereka tentu melakukan segala
aktivitas itu sesuai dengan iman Kristennya, termasuk menenun ulos!
Jenis, makna dan
fungsi
Ulos Antakantak
Ulos ini dipakai sebagai selendang orang
tua untuk melayat orang yang meninggal, selain itu ulos tersebut juga dipakai
sebagai kain yang dililit pada waktu acara manortor(menari).
Ulos Bintang Maratur
Ulos ini merupakan Ulos yang paling banyak kegunaannya di dalam
acara-acara adat Batak Toba, beberapa diantaranya yakni:
·
Kepada anak yang memasuki rumah
baru. Memiliki rumah baru (milik Sendiri) adalah merupakan suatu kebanggaan
terbesar bagi masyarakat Batak Toba. Keberhasilan membangun atau memiliki rumah
baru di anggap sebagai salah satu bentuk keberhasilan atau prestasi tersendiri
yang tak ternilai harganya. Tingginya penghargaan kepada orang yang telah
berhasil membangun dan memiliki rumah baru adalah karena keberhasilan tersebut
di anggap merupakan suatu berkat dari Tuhan yang maha Esa yang di sertai dengan
adanya usaha dan kerja keras yang bersangkutan di dalam menjalani kehidupan.
Keberhasilan membangun atau memiliki rumah baru adalah merupakan situasi yang
sangat menggembirakan, oleh karena itu ulos ini akan diberikan kepada orang
yang sedang berada dalam suasana bergembira. Orang batak yang tinggal dan
menetap di berbagai puak/horja di sekitar Tapanuli telah memiliki adat dan
kebiasaan yang berbeda pula. Walaupun konsep dan pemahaman tentang adat itu
secara umum adalah sama, namun pada hal-hal tertentu ada kalanya memiliki
perbedaan dalam hal pemaknaan terhadap nilai dan konsep adat yang ada sejak
turun-temurun. Oleh karena itu pemberian Ulos Bintang Maratur khusus di daerah Silindung di berikan kepada orang yang sedang bergembira dalam hal ini
sewaktu menempati atau meresmikan rumah baru.
·
Secara khusus di daerah Toba
Ulos ini diberikan waktu acara selamatan Hamil 7 Bulan yang diberikan oleh
pihak hulahula kepada anaknya. Ulos ini juga di berikan kepada Pahompu (cucu)
yang baru lahir sebagai Parompa (gendongan) yang memiliki arti dan
makna agar anak yang baru lahir itu di iringi kelahiran anak yang selanjutnya,
kemudian ulos ini juga di berikan untuk pahompu (cucu) yang baru mendapat
babtisan di gereja dan juga bisa di pakai sebagai selendang.
Ulos Bolean
Ulos
ini biasanya di pakai sebagai selendang pada acara-acara kedukaan.
Ulos Mangiring
Ulos ini dipakai sebagai selendang, Talitali, juga Ulos ini di
berikan kepada anak cucu yang baru lahir terutama anak pertama yang memiliki
maksud dan tujuan sekaligus sebagai Simbol besarnya keinginan agar si anak yang
lahir baru kelak di iringi kelahiran anak yang seterusnya, Ulos ini juga dapat
dipergunakan sebagai Parompa (alat gendong) untuk anak. kwlk;jetheth
Ulos Padang Ursa dan Ulos Pinan Lobu-lobu
Ulos
ini dipakai sebagai Talitali dan Selendang.
Ulos Pinuncaan
Ulos ini terdiri dari lima bagian yang ditenun secara terpisah
yang kemudian di satukan dengan rapi hingga menjadi bentuk satu Ulos.
Kegunaannya antara lain:
·
Dipakai dalam berbagai
keperluan acara-acara duka cita maupun suka cita, dalam acara adat ulos ini
dipakai/ di sandang oleh Raja-raja Adat.
·
Dipakai oleh Rakyat Biasa
selama memenuhi beberapa pedoman misalnya, pada pesta perkawinan atau upacara
adat di pakai oleh suhut sihabolonon/ Hasuhuton (tuan rumah).
·
Kemudian pada waktu pesta besar
dalam acara marpaniaran (kelompok istri dari golongan hulahula), ulos ini juga di
pakai/dililit sebagai kain/hohophohop oleh
keluarga hasuhuton (tuan rumah).
·
Ulos ini juga berfungsi sebagai
Ulos Passamot pada acara Perkawinan. Ulos Passamot di berikan oleh Orang tua
pengantin perempuan (Hulahula) kepada ke dua orang tua pengantin dari pihak
laki-laki (pangoli). Sebagai pertanda bahwa mereka telah sah menjadi saudara dekat.
Ulos Ragi Hotang
Ulos ini di berikan kepada sepasang pengantin yang sedang
melaksanakan pesta adat yang di sebut dengan nama Ulos Hela. Pemberian ulos
Hela memiliki makna bahwa orang tua pengantin perempuan telah menyetujui
putrinya di persunting atau di peristri oleh laki-laki yang telah di sebut
sebagai “Hela” (menantu). Pemberian ulos ini selalu di sertai dengan memberikan
mandar Hela (Sarung Menantu) yang menunjukkan bahwa laki-laki tersebut tidak
boleh lagi berperilaku layaknya seorang laki-laki lajang tetapi harus
berperilaku sebagai orang tua. Dan sarung tersebut di pakai dan di bawa untuk
kegiatan-kegiatan adat.
Ulos Ragi Huting
Ulos ini sekarang sudah Jarang di pakai, konon pada zaman dulu
sebelum Indonesia merdeka, anak perempuan (gadis-gadis) memakai Ulos Ragi
Huting ini sebagaipakaian sehari-hari yang dililitkan di dada
(Hobahoba) yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah seorang putri (gadis
perawan) batak Toba yang ber-adat.
Ulos Sibolang Rasta Pamontari
Ulos ini di pakai untuk keperluan duka dan suka cita, tetapi
pada zaman sekarang, Ulos Sibolang bisa di katakan sebagai simbol duka cita,
yang di pakai sebagai Ulos Saput (orang dewasa yang meninggal tapi belum punya
cucu), dan di pakai juga sebagai Ulos Tujung untuk Janda dan Duda dengan kata
lain kepada laki-laki yang ditinggal mati oleh istri dan kepada perempuan yang
di tinggal mati oleh suaminya. Apabila pada peristiwa duka cita Ulos ini di
pergunakan maka hal itu menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah sebagai
keluarga dekat dari orang yang meninggal.
Ulos Si bunga Umbasang dan Ulos Simpar
Secara umum ulos ini hanya berfungsi dan dipakai sebagai
Selendang bagi para ibu-ibu sewaktu mengikuti pelaksanaan segala jenis acara
adat-istiadat yang kehadirannya sebatas undangan biasa yang di sebut sebagai Panoropi (yang meramaikan) .
Ulos Sitolu Tuho
Ulos
ini difungsikan atau di pakai sebagai ikat kepala atau selendang.
Ulos Suri-suri Ganjang
Ulos ini di pakai sebagai Hande-hande (selendang) pada waktu
margondang (menari dengan alunanan musik Batak) dan juga di pergunakan oleh
pihak Hulahula (orang tua dari pihak istri) untuk manggabei (memberikan berkat) kepada pihak
borunya (keturunannya) karena itu disebut juga Ulos gabegabe (berkat).
Ulos Simarinjam sisi
Dipakai dan di fungsikan sebagai kain, dan juga di lengkapi
dengan Ulos Pinunca yang di sandang dengan perlengkapan adat Batak sebagai Panjoloani (mendahului di depan). Yang memakai
ulos ini adalah satu orang yang berada paling depan.
Ulos Ragi Pakko dan Ulos Harangan
Pada zaman dahulu di pakai sebagai selimut bagi keluarga yang
berasal dari golongan keluarga kaya, dan itu jugalah apabila nanti setelah tua
dan meninggal akan di saput (di selimutkan, dibentangkan kepada jasad) dengan
ulos yang pakai Ragi di tambah Ulos lainnya yang di sebut Ragi Pakko karena
memang warnanya hitam seperti Pakko.
Ulos Tumtuman
Dipakai sebagai talitali yang bermotif dan di pakai oleh anak
yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah anak pertama dari hasuhutan
(tuan rumah).
Ulos Tutur-Tutur
Ulos ini dipakai sebagai talitali (ikat kepala) dan sebagai Handehande (selendang) yang diberikan oleh orang
tua kepada anak-anaknya (keturunannya).
Cara Mengenakan
Kain Ulos
KAIN PEMBUNGKUS KAFAN BATIK
MOTIF DO’A
Makna Simbolik
Sebutan ikat celup berasal dari
kosakata bahasa Inggris tie-dye. Tie-dye merupakan salah satu bentuk seni
tekstil warisan kaum Hippies atau Flower Generation yang berkembang pada
akhir 1960-an dan awal 1970-an di Amerika. Coraknya yang penuh warna seolah
mewakili semangat kebebasan yang dilambangkan melalui gaya berbusana, gaya
hidup, seks bebas, rock n roll, dan mariyuana. Tie-dye diaplikasikan
pada baju mereka agar terlihat lebih berwarna dan mendapatkan motif yang lebih
trippy seperti efek psikotropika. Tak heran bila ikat celup juga dianggap
sebagai sebuah bentuk psychedelic art.
Motif ini kemudian identik
dengan kaum hippies dan menjadi bagian dari hippie style, sama halnya
dengan rambut gondrong dan ikat kepala. Baju ikat celup semakin popular saat
para musisi rockmenggunakannya sebagai pakaian panggung, misalnya
almarhum Jimmy Hendrix dan Janis Joplin.
Di Indonesia sendiri, baju
yang kerap dijual dengan sebutan baju bali, baju reggae, baju pantai, baju
laskar pelangi atau baju Nidji ini memang baru popular setelah Giring, vokalis
band Nidji, memakainya dalam video klip Laskar Pelangi. Seluruh personel Nidji
pun kemudian memakai kaos yang sama pada malam penghargaan MTV Indonesia Awards
2008. Sejak saat itu, baju ikat celup banyak dicari dan menghiasi gerai-gerai
pakaian di tanah air.
Berdasarkan apa yang dikemukakan
diatas maka kain jumputan (istilah Sewan Susanto) dapat pula dikatakan sebagai
batik celup ikat atau “string resist dyed”.
Batik celup ikat adalah batik yang
dibuat tanpa menggunakan malam sebagai bahan perintang akan tetapi menggunakan
tali yang diikatkan pada kain yang berfungsi merintangi warna masuk keserat
kain. Tali dibuka setelah pencelupan selesai. Karena ikatan tali pada kain akan
timbul motif tertentu. Bentuk motif yang terjadi terbatas pada kemungkinan
bentuk ikatan tali tersebut.
Fungsi
a.
Baju
b.
Tas
c.
Dan Karya Karya Tangan Lainnya
Cara Membuat Kain Ikat Celup
KAIN TAPIS
Makna Simbolik
Kain tapis merupakan salah satu
jenis kerajinan tradisional masyarakat Lampung dalam
menyelaraskan kehidupannya baik terhadap lingkungannya maupun Sang Pencipta
Alam Semesta. Karena itu munculnya kain Tapis ini ditempuh melalui tahap-tahap
waktu yang mengarah kepada kesempurnaan teknik tenunnya, maupun cara-cara
memberikan ragam hias yang sesuai dengan perkembangan kebudayaan masyarakat.
Menurut Van der Hoop disebutkan bahwa orang Lampung telah
menenun kain brokat yang disebut nampan (tampan) dan kain pelepai
sejak abad ke-2 Sebelum Masehi. Motif kain ini ialah kait dan kunci (key and
rhomboid shape), pohon hayat, dan bangunan yang berisikan roh manusia yang
telah meninggal. Juga terdapat motif binatang, matahari, bulan serta bunga melati.
Dikenal juga tenun kain tapis yang bertingkat, disulam dengan benang sutera
putih yang disebut Kain Tapis Inuh.
Hiasan-hiasan yang terdapat
pada kain tenun Lampung juga memiliki
unsur-unsur yang sama dengan ragam hias di daerah lain. Hal ini terlihat dari
unsur-unsur pengaruh taradisi Neolitikum yang memang banyak ditemukan
di Indonesia.
Masuknya agama Islam di Lampung,
ternyata juga memperkaya perkembangan kerajinan tapis. Walaupun unsur baru
tersebut telah berpengaruh, unsur lama tetap dipertahankan.
Fungsi
Tapis Jung Sarat
Dipakai oleh pengantin wanita pada
upacara perkawinan adat. Dapat juga
dipakai oleh kelompok isteri kerabat yang lebih tua yang menghadiri upacara
mengambil gelar, pengantin serta muli cangget (gadis penari) pada upacara adat.
Tapis Raja Tunggal
Dipakai oleh isteri kerabat paling
tua (tuho penyimbang) pada upacara perkawinan adat, pengambilan gelar pangeran
dan sutan.
Di daerah Abung Lampung Utara
dipakai oleh gadis-gadis dalam menghadiri upacara adat.
Tapis Raja Medal
Dipakai oleh kelompok isteri kerabat
paling tua (tuho penyimbang) pada upacara adat seperti : mengawinkan anak,
pengambilan gelar pangeran dan sutan.
Di daerah Abung Lampung Utara tapis
ini digunakan oleh pengantin wanita pada
upacara perkawinan adat.
Tapis Laut Andak
Dipakai oleh muli cangget (gadis
penari) pada acara adat cangget. Dipakai juga oleh Anak Benulung (isteri adik)
sebagai pengiring pada upacara pengambilan gelar sutan serta dipakai juga oleh
menantu perempuan pada acara pengambilan gelar sutan.
Tapis Balak
Dipakai oleh kelompok adik perempuan
dan kelompok isteri anak seorang yang sedang mengambil gelar pangeran pada
upacara pengambilan gelar atau pada upacara mengawinkan anak. Tapis ini dapat
juga dipakai oleh muli cangget (gadis penari) pada upacara adat.
Tapis Silung
Dipakai oleh kelompok orang tua yang
tergolong kerabat dekat pada upacara adat seperti mengawinkan anak, pengambilan
gelar, khitanan dan lain-lain. Dapat juga dipakai pada saat pengarakan
pengantin.
Tapis Laut Linau
Dipakai oleh kerabat isteri yang
tergolong kerabat jauh dalam menghadiri upacara adat. Dipakai juga oleh para
gadis pengiring pengantin pada upacara turun mandi pengantin dan mengambil
gelar pangeran serta dikenakan pula oleh gadis penari (muli cangget). Tapis
Pucuk Rebung
Tapis ini dipakai oleh kelompok
ibu-ibu/para isteri untuk menghadiri upacara adat.
Di daerah Menggala tapis ini disebut
juga tapis balak, dipakai oleh wanita pada saat menghadiri upacara adat.
Tapis Cucuk Andak
Dipakai oleh kelompok isteri
keluarga penyimbang (kepala adat/suku) yang sudah bergelar sutan dalam
menghadiri upacara perkawinan, pengambilan gelar adat.
Di daerah Abung Lampung Utara tapis
ini dipakai oleh ibu-ibu pengiring pengantin pada upacara adat perkawinan.
Tapis Limar Sekebar
Tapis ini dipakai oleh kelompok
isteri dalam menghadiri pesta adat serta dipakai juga oleh gadis pengiring
pengantin dalam upacara adat.
Tapis Cucuk Pinggir
Dipakai oleh kelompok isteri dalam
menghadiri pesta adat dan dipakai juga oleh gadis pengiring pengantin pada
upacara perkawinan adat.
Tapis Tuho
Tapis ini dipakai oleh seorang
isteri yang suaminya sedang mengambil gelar sutan. Dipakai juga oleh kelompok
orang tua (mepahao) yang sedang mengambil gelar sutan serta dipakai pula oleh
isteri sutan dalam menghadiri upacara pengambilan gelar kerabatnya yang dekat.
Tapis Agheng/Areng
Dipakai oleh kelompok isteri yang
sudah mendapat gelar sutan (suaminya) pada upacara pengarakan naik
pepadun/pengambilan gelar dan dipakai pula oleh pengantin sebagai pakaian
sehari-hari. Tapis Inuh
Kain tapis ini umumnya dipakai pada
saat menghadiri upacara-upacara adat. Tapis ini berasal dari daerah Krui,
Lampung Barat.
Tapis Dewosano
Di daerah Menggala dan Kota Bumi,
kain tapis ini dipakai oleh pengantin wanita pada saat menghadiri upacara adat.
Tapis Kaca
Tapis ini dipakai oleh wanita-wanita
dalam menghadiri upacara adat. Bisa juga dipakai oleh wanita pengiring pengantin
pada upacara adat. Tapis ini di daerah Pardasuka Lampung Selatan dipakai oleh
laki-laki pada saat upacara adat.
Tapis Bintang
Tapis Bintang ini dipakai oleh
pengantin wanita pada saat upacara adat.
Tapis Bidak Cukkil
Model kain Tapis ini dipakai oleh
laki-laki pada saat menghadiri upacara-upacara adat.
Tapis Bintang Perak
Tapis ini dapat dipakai pada
upacara-upacara adat dan berasal dari daerah Menggala, Lampung Utara.
Peragaan Kain Tapis
Makna Simbolik
Kerajinan kain Tenun Bali sudah terkenal hingga ke
mancanegara, masing-masing kabupaten memiliki motif kain yang unik dan khas
seperti yang terdapat di Desa Tanglad, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten
Klungkung. Kain tenun khas Desa Tanglad ini bernama “Kain Tenun Cepuk”.
Kain Tenun Cepuk merupakan kerajinan khas Desa Tanglad, yang berasal dari nenek
moyang dan diwariskan secara turun-temurun. Hingga saat ini, kerajinan kain
Tenun Cepuk masih dapat kita jumpai di Desa Tanglad, Nusa Penida.
Asal usul nama kain
Tenun Cepuk itu sendiri berasal dari Bahasa Sansekerta, yakni ‘Cepuk’ yang
berarti Kayu Canging. Kayu Canging merupakan jenis tumbuhan yang cocok
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kain tenun.
Berdasarkan sejarah tersebut nama kain Tenun Cepuk
menjadi brand dari kain tenun khas Desa Tanglad. Keberadaan kain
Tenun Cepuk tidak hanya dipakai saat melaksanakan persembahyangan saja, namun
kain ini juga dipakai dalam upacara agama tertentu.
Fungsi
Kain Tenun Cepuk terdiri dari beberapa jenis, dan masing-masing
jenis tersebut memiliki kegunaan yang berbeda dalam upacara agama, sebagai
berikut:
1.
Cepuk Ngawis, kain tenun yang
dipakai saat upacara pitra yadnya (ngaben).
2. Cepuk Tangi Gede,
kain tenun yang dipakai oleh anak tengah yang seluruh kakak dan adiknya
meninggal (upacara ngaben).
3. Cepuk Liking Paku,
dipakai oleh laki-laki dalam upacara potong gigi.
4. Cepuk Kecubung,
dipakai oleh perempuan dalam upacara potong gigi.
5. Cepuk Sudamala, kain
Cepuk yang dipakai untuk membersihkan diri.
6. Cepuk Kurung,
merupakan kain Cepuk yang dapat digunakan dalam hari-hari biasa
Peragaan Kain Cepuk
Makna Simbolik
Songket
memiliki motif-motif tradisional yang sudah merupakan ciri khas budaya wilayah
penghasil kerajinan ini. Misalnya motif Saik Kalamai, Buah Palo, Barantai
Putiah, Barantai Merah, Tampuak Manggih, Salapah, Kunang-kunang, Api-api, Cukie
Baserak, Sirangkak, Silala Rabah, dan Simasam adalah khas songket Pandai Sikek,
Minangkabau.[12] Beberapa pemerintah daerah telah mempatenkan
motif songket tradisional mereka. Dari 71 motif songket yang dimiliki Sumatera
Selatan, baru 22 motif yang terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dari 22 motif songket Palembang yang
telah terdaftar di antaranya motif Bungo Intan, Lepus Pulis, Nampan Perak, dan
Limar Beranti. Sementara 49 motif lainnya belum terdaftar, termasuk motif
Berante Berakam pada seragam resmi Sriwijaya
Football Club. Selain motif
Berante Berakam, beberapa motif lain yang belum terdaftar yakni motif Songket
Lepus Bintang Berakam, Nago Besaung, Limar Tigo Negeri Tabur Intan, Limar Tigo
Negeri Cantik Manis, Lepus Bintang Penuh, Limar Penuh Mawar Berkandang, dan
sejumlah motif lain.
Fungsi
a Motif bunga mawar dalam desain kain songket
memiliki arti perlambangan sebagai penawar malapetaka. Jenis kain songket yang
memiliki motif bunga mawar biasanya dipakai sebagai kelengkapan upacara cukur
rambut bayi sebagai selimut dan kain gendongannya. Motif bunga mawar pada kain
songket digunakan dengan harapan kehidupan si anak yang akan datang selalu
terhindar dari bahaya dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
b Motif bungatanjung melambangkan keramah tamahan sebagai nyonya rumah juga
sebagai lambang ucapan selamat datang kepada siapa saja. Kain songket yang mempunyai
motif bunga tanjung biasa digunakan oleh nyonya rumah untuk menyambut tamu.
c Motif bunga melati dalam desain kain songket
melambangkan sopan santun, keanggungan dan kesucian. Kain songket yang memiliki
motif bunga melati biasanya digunakan oleh gadis-gadis dalam lingkup kerajaan
yang belum menikah karena motif bunga melati menggambarkan kesucian.
d Motif pucuk rebung melambangkan harapan baik
sebab bambumerupakan
pohon yang tidak mudah rebah oleh tiupan angin kencang sekalipun. Motif pucuk
rebung selalu ada dalam setiap kain songket sebagai kepala kain atau tumpal
kain tersebut. Penggunaan motif pucuk rebung pada kain songket dimaksudkan agar
si pemakai selalu mempunyai keberuntungan dan harapan baik dalam setiap langkah
hidup.
KAIN POLENG
Makna Simbolik & Fungsi
Bentuk
saput poleng ternyata beraneka ragam. Misalnya dari segi warna, ukurannya,
hiasannya, hiasan tepinya, bahan kainnya, dan ukuran kotak-kotaknya.
Berdasarkan warnanya, ada kain poleng yang disebut rwabhineda (hitam dan
putih), sudhamala (putih, abu-abu, hitam), dan tridatu (putih, hitam, merah).
Dilihat dari segi ukuran kotaknya pun berbeda. Ada yang berukuran 1 x 1 cm, 3 x
3 cm, dan 5 x 5 cm.
Berdasarkan
perkiraan, perkembangan warna ini juga mencerminkan tingkat pemikiran manusia,
yakni dari tingkat sederhana menuju perkembangan yang lebih sempurna.
Diperkirakan, kain poleng yang pertama ada dan digunakan umat Hindu adalah kain
poleng rwabhineda. Setelah itu barulah muncul kain poleng sudhamala dan
tridatu.
Makna
filosofis saput poleng rwabhineda, menurut Rupawan adalah mewujudkan rwabhineda
itu sendiri. Menurut faham Hindu, rwabhineda itu adalah dua sifat
yang bertolak belakang, yakni hitam-putih, baik-buruk, utara-selatan,
panjang-pendek, tinggi-rendah, dan sebagainya.
Sedangkan
saput poleng sudhamala merupakan cerminan rwabhineda yang diketengahi oleh
perantara sebagai penyelaras perbedaan dalam rwabhineda
Filosofi
yang sama juga tercermin dalam saput poleng tridatu. Warna tridatu ini
melambangkan ajaran Triguna yakni satwam, rajah, tamah. Warna putih identik
dengan kesadaran atau kebijaksanaan (satwam), warna merah
adalah energi atau gerak (rajah) dan warna hitam melambangkan
penghambat (tamah).
Jika
dikaitkan dengan Dewa Tri Murti, menurut Rupawan, warna merah
melambangkan Dewa Brahma sebagai pencipta, warna hitam lambang Dewa Wisnu
sebagai pemelihara dan warna putih melambangkan Dewa Siwa sebagai pelebur. Dewa
Tri Murti ini terkait dengan kehidupan lahir, hidup dan mati.
Kain
Poleng dalam budaya Bali merupakan pencetusan ekspresi penghayatan
konsep Rwa Bhineda, suatu konsep keseimbangan antara baik dan buruk, yang
menjadi intisari ajaran tantrik (tantrayana). Dengan menjaga kesimbangan antara
kebaikan dan keburukan dapat menciptakan kesejahteran dalam kehidupan.
Kain
Poleng yang diikatan pada pohon-pohon besar atau juga tempat yang dianggap
tenget(angker) dimaksudkan untuk memberikan tanda bahwa pada lokasi tersebut
tinggal (ditempatkan)/stana energi “roh”para bhuta/penunggu karang
(danhyangan).