Kelainan pada Otot
1. Tetanus
Definisi
Tetanus adalah suatu penyakit
toksemik akut dan fatal yang disebabkan oleh Clostridium tetani dengan tanda
utama spasme tanpa gangguan kesadaran. Gejala klinis timbul sebagai dampak
eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta saraf
autonom. Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian perinatal dan 20% kematian
bayi. Angka kejadian 6-7/100 kelahiran hidup di perkotaan dan 11-23/100 kelahiran
hidup di pedesaan. Disebut juga lockjaw karena terjadi kejang pada otot rahang.
Tetanus banyak ditemukan di negara-negara berkembang.
Gejala dan tanda
Pada pasien anak, ketika melakukan
anamnesis sebaiknya ditanyakan:
·
Riwayat mendapat trauma, pemotongan
dan perawatan tali pusat yang tidak steril, riwayat menderita otitis media
supurativa kronik (OMSK), atau gangren gigi.
·
Riwayat tidak diimunisasi/tidak
lengkap imunisasi tetanus.
Pemeriksaan fisis
·
Masa inkubasi 5-14 hari.
·
Gejala awal adalah trismus; pada
neonatus tidak dapat/sulit menetek, mulut mencucu. Disertai dengan kaku kuduk,
resus sardonikus, opistotonus, perut papan. Selanjutnya dapat diikuti kejang
apabila dirangsang atau kejang spontan; pada kasus berat dijumpai status
konvulsivus.
Derajat penyakit
a.
Derajat I (tetanus ringan)
·
Trismus ringan sampai sedang
·
Kekakuan umum: kaku kuduk,
opistotonus, perut papan
·
Tidak dijumpai disfagia atau ringan
·
Tidak dijumpai kejang
·
Tidak dijumpai gangguan respirasi
b.
Derajat II (tetanus sedang)
·
Trismus sedang
·
Kekakuan jelas
·
Dijumpai kejang rangsang, tidak ada
kejang spontan
·
Takipneu
·
Disfagia ringan
c.
Derajat III (tetanus berat)
·
Trismus berat
·
Otot spastis, kejang spontan<
·
Takipne, takikardia
·
Serangan apne (apneic spell)
·
Disfagia berat
·
Aktivitas sistem autonom meningkat
d.
Derajat IV (stadium terminal),
derajat III ditambah dengan
·
Gangguan autonom berat
·
Hipertensi berat dan takikardi, atau
·
Hipotensi dan bradikardi
·
Hipertensi berat atau hipotensi
berat
Penatalaksanaan
1. Antibiotik
(penisilin prokain, ampisilin, tetrasiklin, metronidazol, eritromisi Bila
terdapat sepsis/ pneumonia dapat ditambahkan sefalosporin
2. Netralisasi
toksi
- Anti tetanus serum (ATS), dilakukan uji kulit lebih
- Bila tersedia, dapat diberikan human tetanus immunoglobulin (HTIG)
3. Anti konvulsan (diazepam)
4. Perawatan
luka atau port d’entree dilakukan setelah diberi antitoksin dan anti-konvulsan Terapi
- Bebaskan jalan
- Hindarkan aspirasi dengan mengisap
lendir perlahan-lahan dan memindah-mindahkan posisi
- Pemberian
- Perawatan dengan stimulasi
- Pemberian cairan dan nutrisi
adekuat, bila trismus berat dapat dipasang sonde
- Bantuan napas pada tetanus berat
atau tetanus
- Pemantauan/monitoring kejang dan
tanda penyulit
Tetanus ringan dan
- Diberikan pengobatan tetanus dasar.
Tetanus
- Terapi dasar
- Perhatian khusus pada keadaan jalan
napas (akibat kejang dan
- Pemberian cairan parenteral, bila
perlu nutrisi secara
Tetanus
- Terapi dasar seperti di
- Perawatan dilakukan di ICU,
diperlukan intubasi dan
- Keseimbangan cairan dimonitor secara
- Apabila spasme sangat hebat, berikan
pankuronium bromida 0,02 mg/kg IV, diikuti 0,05 mg/kg/kali, diberikan tiap 2-3
- Apabila terjadi aktivitas simpatis
yang berlebihan, berikan bblocker seperti propranolol/a dan b blocker
labetalol.
Pencegahan
1. Imunisasi
aktif Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali sejak usia 2 bulan dengan
interval 4-6 minggu, ulangan pada umur 18 bulan dan 5 tahun.
2. Pencegahan
pada luka
a.
Luka dibersihkan, jaringan nekrotik
dan benda asing dibuang.
b.
Luka ringan dan bersih
·
Imunisasi lengkap: tidak perlu ATS
atau tetanus imunoglobulin
·
Imunisasi tidak lengkap: imunisasi
aktif DPT/DT.
3. Luka
sedang/berat dan kotor
·
Imunisasi (-)/tidak jelas: ATS
3000-5000 U, IV, tetanus imunoglobulin 250-500 U. Toksoid tetanus pada sisi
lain.
·
munisasi (+), lamanya sudah >5
tahun: ulangan toksoid, ATS 3000-5000 U, IV, tetanus imunoglobulin 250-500 U.
2. Astrofi
Atropi atau penyusutan disebut juga
atrofi adalah fenomena yang bilangan dan zat sel masing-masing berkurangan dan
mengecil, menyebabkan tisu dan organ yang terlibat mengerut. Atropi
berkemungkinan berlaku akibat tindak balas adaptasi terhadap tekanan sehingga
isi padu sel mengerut dan seterusnya keperluan tenaga diturunkan ke tahap yang
minimum. penyebab lain yang mungkin ialah sel kurang digunakan seperti dalam
otot rangka. selain penurunan keperluan sesuatu fungsi, kekurangan bekalan
oksigen atau nutrisin, inflamasi kronik dan proses penuaan juga menyumbang
kepada fenomena atropi. Begitu juga dengan gangguan isyarat dalam tindakan
hormon berakibat fungsi sesuatu organ berkurangan.
PENYEBAB
Jika suatu otot tidak digunakan, kandungan aktin dan miosinnya akan berkurang,
serat – seratnya menjadi lebih kecil, dan dengan demikian otot tersebut
berkurang massanya (atrofi) dan menjadi tidak lemah. Atrofi otot dapat terjadi
melalui dua cara. Disuse atrophy terjadi jika suatu otot tidak digunakan dalam
jangka waktu lama. Atrofi denervasi terjadi setelah pasokkan saraf ke suatu
otot terputus. Apabila otot dirangsang secara listrik sampai persarafan dapat
dipulihkan, seperti pada regenerasi saraf perifer yang terputus, atrofi dapat
dihilangkan tetapi tidak dapat dicegah seluruhnya. Aktfitas kontraktil itu sendiri
jelas berperan penting dalam mencegah atrofi; namun, factor – factor yang belum
sepenuhnya dipahami yang dikeluarkan dari ujung – ujung saraf aktif, yang
mungkin terkemas bersama dengan vesikel Ach, tampaknya berperan dalam
integritas dan pertumbuhan jaringan otot.
Apabila suatu otot mengalami
kerusakkan, dapat terjadi perbaikkan secara terbatas, walaupun sel – sel otot
tidak dapat membelah diri secara mitosis untuk menggantikan sel – sel yang
hilang. Di dekat permukaan otot terdapat populasi kecil sel – sel yang tidak
berdiferensiasi ( seperti yang dijumpai pada massa perkembangan mudigah ),
yaitu mioblas. Sewaktu sebuah serat otot rusak, sekelompok mioblas melakukan
fusi untuk mengganti otot tersebut dengan membentuk sebuah sel besar berinti
banyak yang segera mulai mensintesis dan menyusun perangkat intrasel khas untuk
otot. Pada cedera luas, mekanisme yang terbatas ini tidak cukup untuk mengganti
semua serat yang hilang.
3. Distrofi
Otot
Distrofi otot atau Muscular
dystrophy (MD) adalah penyakit otot turunan di mana serat-serat otot sangat
rentan rusak. Otot, terutama otot-otot sukarela, menjadi semakin lemah. Pada
tahap akhir distrofi otot, lemak dan jaringan ikat sering menggantikan serat
otot. Beberapa jenis distrofi otot mempengaruhi otot-otot jantung, otot tak
sadar dan organ lainnya.
Gejala
Tanda dan gejala bervariasi sesuai dengan jenis distrofi otot. Secara umum,
gejala distrofi otot antara lain: kelemahan otot, kelumpuhan, menghasilkan
fiksasi (kontraktur) otot di sekitar sendi dan minimnya mobilitas.
Banyak tanda-tanda dan gejala
spesifik yang bervariasi dari antara jenis-jenis MD. Setiap jenis MD berbeda di
masa awal terjangkiti, gejala muncul pada daerah yang mengalami distrofi
otot.
Perawatan
Saat ini tidak ada obat untuk segala bentuk distrofi otot. Pengobatan saat ini
dirancang untuk membantu mencegah atau mengurangi kelainan bentuk pada
persendian dan tulang belakang dan untuk memungkinkan orang dengan MD untuk
tetap bergerak selama mungkin. Perawatan dapat mencakup berbagai jenis terapi
fisik, obat-obatan, alat bantu dan pembedahan.
Distrofi Otot Duchenne & Becker
adalah penyakit yang menyebabkan kelemahan pada otot-otot yang dekat dengan
batang tubuh.
Penyebab
Kelainan gen yang menyebabkan
distrofi otot Duchenne berbeda dengan kelainan gen yang menyebabkan distrofi
otot Becker, tetapi keduanya terjadi pada gen yang sama.
Gen ini bersifat resesif dan dibawa oleh kromosom X.
Seorang wanita bisa membawa gen ini
tetapi tidak menderita penyakitnya karena kromosom X yang normal dapat
mengkompensasi kelainan gen dari kromosom X yang lainnya.
Setiap laki-laki yang menerima
kromosom X yang cacat akan menderita penyakit ini. Anak laki-laki yang
menderita distrofi otot Duchenne mengalami kekurangan protein otot yang
penting, yaitu distrofin, yang diduga berperan dalam mempertahankan
struktur sel-sel otot. 20-30 di antara 100.000 bayi laki-laki yang lahir,
menderita distrofi otot Duchenne.
Anak laki-laki yang menderita distrofi
otot Becker menghasilkan distrofin tetapi ukurannya terlalu besar dan tidak
berfungsi sebagaimana mestinya.
Penyakit ini terjadi pada 3 dari setiap 100.000 anak laki-laki.
4. Hernia Abdominal/Hernis Abdominal
DEFENISI
Hernia (burut) adalah penonjolan
abnormal dari suatu viscus ke luar dari rongga yang normal. Viscus adalah
berbagai organ interior besar yang terdapat dalam rongga tubuh yang besar
khususnya di abdomen. Cincin hernia adalah cincin dari jaringan muskuler
(terbuka) melalui dimana viscus menonjol. Pembukaan dari dinding rongga dimana
viscus menonjol mungkin bervariasi ukurannya dan mungkin congenital atau
didapat. Penonjolan dari viscus mungkin intermitten atau terus menerus,
tergantung dari jenis dan beratnya hernia. Walaupun istilah ini mungkin dipakai
pada berbagai bagian tubuh (misalnya hernia diskus intervertebral, hernia
cerebral, umumnya mengarah pada penonjolan suatu viskus abdomen dari rongga
abdomen.
KLASIFIKASI
Hernia abdominal mungkin
diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi dan beratnya protrusi. Daerah yang
paling sering muncul adalah hiatal (diafragma), insisional (ventral),
umbilical, inguinal (langsung atau tidak langsung), atau femoral.
Tingkat beratnya penyakit mungkin
digambarkan dengan satu dari empat istilah : reducible (dapat kembali),
irreducible, inkarserata atau strangulata. Pada hernia reducible, penonjolan
dari viskus akan menyusut ke dalam abdomen secara mekanik jika penderita
supinasi, atau secara manual dapat dikembalikan dengan menekan massa kembali ke
rongga. Hernia irreducible tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga abdomen
dengan cara apapun. Hernia inkarserata adalah keadaan dimana viskus yang
menonjool bersifat irreducible dan obstruksi. Keadaan ini akan berakibat
tersumbatnya aliran darah dari dan ke viskus, dan hernia menjadi strangulata.
Kedua keadaan terakhir ini adalah serius dan perbedaan antara keduanya susah.
Hernia inkarserata dan strangulasi
dianggap sebagai emergensi bedah karena viskus akan menjadi tersumbat secara
akut, dan jika suplai darah tidak terpenuhi, maka dengan cepat menjadi nekrosis
dan gangreng. Usus atau kandung kencing pada hernia femoral, adalah organ yang
mungkin terdapat dalam kantong hernia dan oleh karenanya mengalami proses ini.
Hernia inguinal indirek, umbilikal dan femoral adalah yang lebih sering
mengalami strangulasi dari yang lain karena kantongnya mempunyai leher yang
lebih kecil dan cenderung dikelilingi oleh jaringan cincin yang kaku,
kebalikannya dari hernia inguinal direk, yang cenderung mempunyai leher yang lebih
luas. Juga, perlengketan mungkin timbul antara kantong dan isinya dan
menyebabkan hernia irreducible atau inkarserata.
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Hernia abdominalis disebabkan oleh
kombinasi dari kelemahan atau defek dari dinding otot dan peningkatan tekanan
intra abdominal, defek dari dinding otot ini mungkin timbul dari kelainan
congenital termasuk gangguan dari jaringan kolagen dan integritas otot, atau
dari intervensi bedah sebelumnya, kelemahan dinding otot yang didapat mungkin
terjadi sebagai akibat dari trauma atau dengan proses ketuaan.
Tekanan intraabdominal dapat
meningkat oleh sejumlah keadaan lingkungan dan keadaan patologis tertentu.
Meliputi kehamilan, obesitas, kerja keras (Manuver Valsava) seperti konstipasi
lama, penekanan yang dikaitkan dengan tekhnik yang salah ketika mengangkat
beban atau barang yang berat, mendorong atau menarik, asites, batuk kronis, dan
pembesaran tumor atau lesi, tekanan intraabdominal yang meningkat, mungkin
tidak akan menyebabkan hernia jika tidak disertai dengan kelemahan dinding
otot.
TYPE HERNIA
1. Hiatal
Hernia
Hiatal
hernia adalah penonjolan dari bagian lambung melalui hiatus dari diafragma dan
masuk ke dalam rongga thoraks, ada 2 jenis hiatal hernia:
a.
Sliding hernia, lambung dan
persambungan antara usofagus dan lambung tergelincir masuk ke dada (yang paling
umum).
b.
Paraesofagal hernia (rolling hernia)
– bagian dari kurvatura mayor dari lambung masuk melalui defek diafragma.
Patofisiologi/etiologi
a.
Kelemahan otot karena proses ketuaan
atau keadaan lain, seperti karsinoma esophagus atau trauma, atau setelah
prosedur bedah tertentu.
Manifestasi
klinik
a.
Mungkin tidak bergejala.
b.
Heartburn/perasaan panas dalam perut
(dengan atau tanpa regurgitasi dari isi lambung ke mulut)
c.
Disfagia; nyeri dada.
Evaluasi
diagnostic
a.
Pemeriksaan barium dari hernia
sepanjang esophagus.
b.
Pemeriksaan endoskopi melihat defek.
Penanganan : Tinggikan bagian kepala tempat tidur (15-20 cm) / 6 – 8 inci untuk
mengurangi refluks pada malam hari untuk menetralisir asam lambung. Therapi
antasida
c.
Histamin-2 reseptor antagonis
(cimetidin, rantidin) – jika pasien menjalani esofagitis.
d.
Perbaikan bedah dari hernia jika
gejala memberat.
e.
Komplikasi, terbatasnya aliran
darah. Inkarserata dari bagian lambung dalam rongga dada. Tindakan keperawatan
/Pembelajaran pasien :
·
Anjurkan pasien pencegahan dari
refluks isi lambung ke dalam esophagus dengan :
1)
Makan sedikit-sedikit.
2)
Menghindari rangsangan sekresi
lambung dengan menghindari kafein dan alcohol.
3)
Menghentikan merokok.
4)
Menghindari makanan berlemak –
meningkatkan refluks dan menghambat pengosongan lambung.
5)
Menghindari berbaring terlentang
paling tidak 1 jam setelah makan.
6)
Menurunkan berat, jika obesitas.
7)
Menghindari menekuk pinggang dan
atau memakai pakaian yang ketat.
·
Nasehati pasien untuk melaporkan ke
fasilitas kesehatan segera jika timbul nyeri dada akut – mungkin
mengindikasikan inkarserasi dari hernia paraesofagal besar.
2. Hernia Abdominalis
Manifestasi
klinik
a.
Penonjolan diatas daerah hernia jika
pasien berdiri atau menarik, dan menghilang jika terlentang.
b.
Hernia cenderung bertambah ukurannya
dan muncul kembali dengan tekanan intraabdominal.
c.
Hernia strangulasi timbul disertai
nyeri, muntah, oedema dari kantong hernia, tanda-tanda iritasi peritoneum dari
abdominal bawah, demam.
Evaluasi diagnostic Didasarkan pada manifestasi klinik :
·
Abdominal X rays – menampakkan
keadaan abnormal dari tinggi gas dalam perut.
·
Pemeriksaan laboratorium (darah
lengkap, elektrolit) – mungkin menunjukkan heokonsentrasi (peningkatan
hematokrit), dehidrasi (peningkatan atau penurunan sodium), dan peningkatan WBC
(eritrosit).
รผ
Penanganan
Mekanik (hanya pada hernia reducible)
1)
Pembebat dipasang dengan bantalan
dan ikat pinggang yang dipasang dengan pas diatas hernia untuk mencegah isi
abdomen masuk ke kantong hernia. Tidak mengobati hernia; digunakan hanya jika pasien
tidak/bukan calon bedah.
2)
Hernia parastomal seringkali ditangani
dengan ikat pinggang yang menyokong hernia dengan Velcro dan ditempatkan di
sekitar system kantong ostomy (hampir sama dengan pembebat).
·
Pembedahan – dilakukan untuk
memperbaiki hernia sebelum timbul strangulasi, yang kemudian menjadi keadaan
emergensi.
1)
Herniorafi – pengangkatan dari
kantong hernia, isinya dikembalikan ke dalam abdomen; lapisan otot dan fascia
dijahit. Herniorafi laparoskopi mungkin, seringkali dilakukan pada pasien rawat
jalan.
2)
Hernioplasti meliputi memperkuat
jahitan (seringkali dengan mesh/alat untuk menautkan) untuk memperbaiki hernia
yang luas.
3)
Hernia strangulasi memerlukan
reseksi dari usus yang iskemia disamping memperbaiki hernia.
Komplikasi
Obstruksi
usus.
Pengkajian
keperawatan
1)
Menanyakan kepada pasien apakah
hernia memebesar dan tidak menyenangkan.
2)
tentukan apakah pasien
memperlihatkan tanda dan gejala strangulasi, seperti distensi, demam, mual dan
muntah.
Diagnosa
keperawatan
1)
Nyeri berhubungan dengan penonjolan
hernia (mekanik).
2)
Nyeri berhubungan dengan prosedur
pembedahan.
3)
Resiko infeksi berhubungan dengan
prosedur emergensi pada hernia strangulasi dan inkarserata.
4)
Intervensi keperawatan :
a.
Memberi rasa nyaman.
1)
Pasang pembebat atau ikat pinggang
pada pasien jika hernia bersifat reduce (dapat kembali) jika dianjurkan.
2)
Posisi trendelenburg mungkin
mengurangi tekanan pada hernia, jika memungkinkan.
3)
Menekankan pada pasien untuk memakai
pembebat di dalam pakaian dan memasang sebelum bangun dari tempat tidur jika
hernia bersifat reduce (dapat kembali).
4)
Evaluasi tanda dan gejala hernia
inkarserata atau strangulasi.
5)
Pasang NGT, jika diindikasikan,
untuk menghilangkan penekanan pada kantong hernia.
b.
Menghilangkan nyeri post operasi.
1)
Anjurkan pasien membelat daerah
insisi dengan tangan atau bantal jika batuk untuk mengurangi nyeri dan
melindungi lokasi dari peningkatan tekanan intraabdominal.
2)
Berikan analgetik sesuai anjuran.
3)
Ajarkan tentang istirahat, pemberian
es, dan elevasi skrotum sebagai tindakan yang dilakukan untuk mengurangi edema
skrotum atau pembengkakan setelah perbaikan dari hernia inguinal.
4)
Ajarkan ambulasi segera setelah
diperbolehkan.
5)
Nasehati pasien bahwa kesukaran
dalam berkemih setelah pembedahan adalah hal yang umum terjadi; meningkatkan
eliminasi untuk menghindari rasa tidak nyaman dan memasang catheter jika diperlukan.
c.
Pencegahan infeksi
1)
Periksa pembalut drain dan insisi
adanya kemerahan dan pembengkakan.
2)
Monitor tanda dan gejala infeksi
lain; demam, dingin, malaise dan keringat berlebihan.
3)
Berikan antibiotik, jika diperlukan.
Pembelajaran pasien/memelihara kesehatan
1.
Nasehati bahwa nyeri dan pembengkakan
skrotum mungkin timbul 24 – 48 jam setelah pembedahan pada hernia inguinal.
2.
Ajarkan untuk memonitor sendiri
tanda-tanda infeksi : nyeri, perembesan dari insisi, peningkatan suhu, juga
kesukaran yang terus menerus dalam buang air.
3.
menginformasikan bahwa mengangkat
beban harus dihindari selama 4 – 6 minggu. Atletik dan penggunaan tenaga yang
berlebihan dihindari selama 8 sampai dengan 12 minggu post operasi, setiap
pemberian istruksi.
Evaluasi
1.
Hernia yang dapat dihilangkan secara
efektif dengan pembebat atau ikat pinggang; pasien merasa nyaman ; tidak ada
gejala dan infeksi.
2.
Kebutuhan analgesik minimal; tidak
timbul edema, ambulasi.
3.
Tidak demam, luka bersih dan kering.
5. Kaku
Leher / Leher Kaku / Stiff
Kaku leher adalah suatu kelainan
yang terjadi karena otot yang radang / peradangan otot trapesius leher karena
salah gerakan atau adanya hentakan pada leher serta menyebabkan rasa nyeri dan
kaku pada leher seseorang.
Kelainan pada Tulang
1. Osteoporosis
Osteoporosis adalah penurunan
densitas tulang, kerusakan arsitektur tulang, dan meluasnya kerapuhan tulang
sehingga menurunkan kekuatan tulang. Padahal tulang adalah jaringan keras yang
melindungi bagian vital tubuh dan membuat manusia dapat tegak, berjalan, dan
mengangkat beban berat. jadi bagaimana bisa beraktivitas jika tulang kita
rapuh.
Osteoporosis atau keropos tulang
umunya lebih rentan diderita pada kaum wanita dibanding Pria. Berdasarkan
penelitian di Amerika serikat, lebih dari 1,5 juta penderita patah tulang
karena osteoporosis tiap tahunnya diderita oleh kaum wanita. karena wanita akan
mengalami Menopause yang dapat menurunkan massa tulang, sehingga selama
Menopause massa tulang dapat turun drastis kurang lebih sekitar 10% dari yang
normal sehingga dapat menyebabkan kerapuhan atau keropos tulang. Kondisi
rendahnya massa tulang ini bisanya baru disadari setelah seseorang mengalami
patah tulang, umumnya terjadi pada tulang pinggul, tulang belakang atau tulang
pergelangan tangan.
Kekuatan massa tulang seseorang
tergantung dari ukuran dan kepadatan tulang itu sendiri. kepadatan tulang
sanagt tergantung pada jumlah asupan calsium, Phospor, dan mineral lainnya yang
dibutuhkan oleh tulang. ketika tulang mengalami kekurangan asupan mineral, maka
kepadatan tulang akan berkurang, sehingga menyebabkan kerapuhan dan mengalami
perubahan struktur.
Para Ilmuwan telah banyak belajar
dan meneliti penyebab terjadinya kerapuhan pada tulang, ternyata berkaitan
dengan proses pembentukan tulang dalam tubuh. Tulang secara berkesinambungan
mengalami proses pergantian atau regenerasi. Secara alamiah regenerasi sel
tulang terjadi sekitar 2 sampai 3 bulan, proses ini akan meningkatkan massa
tulang yang berfungsi menguatkan tulang kita. Namun ketika umur menginjak 35-40
tahun proses regenerasi sel perlahan-lahan menurun dan dapat menurunkan massa
kepadatan tulang, sehingga dapat meningkatkan resiko osteoporosis atau keropos
tulang.
Selain itu kurangnya asupan vitamin
D dan kalsium,Phospor dan mineral lainnya dalam makanan, kondisi tubuh yang
terlalu stress, gangguan kelenjar endokrin, asupan obat-obatan yang mengandung
cortikosteroid juga dapat meningkatkan resiko terkena Osteoporosis.
Beberapa Faktor yang dapat
meningkatkan Osteoporosis atau keropos tulang, antara lain:
a. JENIS
KELAMIN
Resiko
patah tulang yang disebabkan karena keropos tulang akan lebih tinggi diderita
kaum wanita dibanding kaum pria. Hal ini disebabkan karena faktor hormonal
dalam tubuh wanita yang mengalami menstruasi, melahirkan dan menjelang
Menopause dapat menurunkan massa kepadatan tulang dan menurunkan proses
regenerasi sel tulang. pada saat wanita mengalami Menopause, kadar estrogen
yang menurun drastis dapat menyebabkan tulang rapuh karena penyerapan mineral
yang dibutuhkan tulang akan berkurang. namun tidak menutup kemungkinan pria
juga mengalami osteoporosis, hal ini dapat terjadi pada pria umur 65 tahun
keatas, jika kadar hormon testosteron dalam tubuhnya menurun, juga dapat
meningkatkan resiko terkena osteoporosis.
b. USIA
Faktor usia juga sangat menentukan kekuatan tulang anda. Semakin tinggi resiko
kita mengidap osteoporosis dan tulang kita juga semakin lemah, karena
regenerasi sel tulang pun berjalan secara perlahan.
c. MAKANAN
ATAU MINUMAN
makanan
juga merupakan faktor penentu kekuatan tulang kita. jika makanan kurang vitamin
dan mineral yang dibutuhkan oleh tulang seperti kalsium, phospor, vitamin-D.
seperti suus, daging,keju, dan ikan, juga dapat menyebabkan osteoporosis.
selain itu minuman yang mengandung soda, alkohol juga dapat menyebabkan
osteoporosis, karena kadar soda dan alkohol dalam tubuh dapat menghambat penyerapan
calsium dalam tulang dan dapat mengganggu metabolisme vitamin-D dalam hati. dan
lainya.
d. OBAT-OBATAN
Mengkonsumsi
obat-obatan dalam jangka waktu yang panjang juga dapat menyebabkan resiko
keropos tulang. Beberapa obat-obatan yang menyebabkan keropos tulang, yaitu
obat yang mengandung kortikosteroid, obat diuretic, obat antacid, obat
antikanker dan lainnya. untuk pencegahannya dari dini kita harus meningkatkan
asupan vitamin dan mineral dalam tubuh kita dengan mengkonsumsi makanan kesehatan
yang baik untuk tubuh kita.
GEJALA
:
Patah tulang belakang, rasa nyeri,
mulai dari ringan, sedang dan berat sampai tidak bisa bangun. Patah tulang
sendi pinggul selain nyeri hebat, juga tidak dapat berjalan selama lebih dari 6
bulan.
PENCEGAHANNYA
:
รผ
Perbaiki gizi pada makanan dan
minuman yang mencakupi gizi lima sempurna yang mengandung cukup kalsium untuk
pembentukan kerangka tulang yang kuat.
รผ
Olah raga yang teratur menjamin
tulang dan otot tetap kuat
รผ
Usahakan untuk mendapatkan sinar
matahari selama 30 menit dalam seminggu, untuk dapat membentuk struktur tulang
yang kuat
รผ
Hindari makanan dan minuman yang
dapat menyebabkan hilangnya kalsium dari tulang seperti: daging berlemak,kopi,
minuman keras, garam, obat-obatan dan rokok.
2. Polio
Polio adalah penyakit menular yang
dikategorikan sebagai penyakit peradaban. Polio menular melalui kontak
antarmanusia. Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar
penderita yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu
kalau mereka sendiri sedang terjangkit. Virus masuk ke dalam tubuh melalui
mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses.
Setelah seseorang terkena infeksi, virus akan keluar melalui feses selama
beberapa minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan virus.
Poliomyelitis atau Polio, adalah
penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa
penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh
melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah
dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang
kelumpuhan. Kata Polio sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu ฯฮฟฮปฮนฮฟฮผฯ
ฮตฮปฮฏฯฮนฯ,
atau bentuknya yang lebih mutakhir ฯฮฟฮปฮนฮฟฮผฯ
ฮตฮปฮฏฯฮนฮดฮฑ, dari ฯฮฟฮปฮนฯฯ "abu-abu"
dan ฮผฯ
ฮตฮปฯฯ "bercak". Virus Polio termasuk genus enteroviorus, famili
Picornavirus. Bentuknya adalah ikosahedral tanpa sampul dengan genome RNA
single stranded messenger molecule. Single RNA ini membentuk hampir 30 persen
dari virion dan sisanya terdiri dari 4 protein besar (VP1-4) dan satu protein
kecil (Vpg). Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit
peradaban. Polio menular melalui kontak antarmanusia. Virus masuk ke dalam
tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang
terkontaminasi feses. Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga
strain berbeda dan amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan
kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal
usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5
tahun. Penyebab penyakit polio terdiri atas tiga strain yaitu strain 1
(brunhilde) strain 2 (lanzig), dan strain 3 (Leon). Strain 1 adalah yang paling
paralitogenik atau yang paling ganas dan sering kali menyebabkan kejadian luar
biasa atau wabah. Strain ini sering ditemukan di Sukabumi. Sedangkan Strain 2
adalah yang paling jinak
JENIS
– JENIS POLIO
1. Polio
non-paralisis
Polio
non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif.
Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.
2. Polio
paralisis spinal
Strain
poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk
anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai.
Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu
penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling
sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus
ini akan diserap oleh pembulu darah kapiler pada dinding usus dan diangkut
seluruh tubuh. Virus Polio menyerang saraf tulang belakang dan syaraf motorik —
yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu.
Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi,
virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang
dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat — menyebar
sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem
saraf pusat, virus akan menghancurkan syaraf motorik. Syaraf motorik tidak
memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan
bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki
menyebabkan tungkai menjadi lemas — kondisi ini disebut acute flaccid paralysis
(AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada
batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut
quadriplegia.
3. Polio
bulbar
Polio
jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak
ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang mengatur pernapasan
dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf yang mengontrol
pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan
pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur
pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai
fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim
sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan
leher. Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian.
Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal
ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi
setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim ‘perintah
bernapas’ ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada
fungsi penelanan; korban dapat ‘tenggelam’ dalam sekresinya sendiri kecuali
dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan
yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga
sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan ‘paru-paru besi’ (iron
lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan
mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah,
paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan
mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang
jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian. Tingkat
kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga
saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup dengan
paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering
menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio
paralisis tidak bersifat permanen. Penderita yang sembuh dapat memiliki fungsi
tubuh yang mendekati normal.
TANDA
DAN GEJALA
- Suhu
tubuh meningkat
- Sakit
kepala disertai mual dan muntah
- Kram
pada otot leher dan punggung
- Otot
terasa lembek jika disentuh
- Kelumpuhan
terjadi dalam 1 minggu permulaan sakit
- Terjadi
kelimpuhan yang permanen
- kaku
kuduk dan punggung
- kelemahan
otot asimetrik
- onsetnya
cepat
- segera
berkembang menjadi kelumpuhan
- lokasinya
tergantung kepada bagian korda spinalis yang terkena
- perasaan
ganjil/aneh di daerah yang terkena (seperti tertusuk jarum)
- peka
terhadap sentuhan (sentuhan ringan bisa menimbulkan nyeri)
- sulit
untuk memulai proses berkemih
- sembelit
- perut
kembung
- gangguan
menelan
- nyeri
otot
- kejang
otot, terutama otot betis, leher atau punggung
- ngiler
- gangguan
pernafasan
- rewel
atau tidak dapat mengendalikan emosi
- refleks
Babinski positif.
VIRUS
POLIO
Ada tiga tipe virus: tipe 1, 2, dan
3. Tipe 1 adalah yang terganas dan umum terjadi. Tipe 2 tak pernah terdeteksi
di seluruh dunia sejak 1999.
SIKLUS
HIDUP VIRUS POLIO
1. Satu
virus polio mendekati sebuah sel saraf melalui aliran darah.
2. Reseptor-reseptor
sel saraf menempel pada virus.
3. Capsid
(kulit protein) dari virus pecah untuk melepaskan RNA (materi genetik) ke dalam
sel.
4. RNA
polio bergerak menuju sebuah ribosom-stasiun perangkai protein pada sel.
5. RNA
polio menduduki ribosom dan memaksanya untuk membuat lebih banyak RNA dan
capsid polio.
6. Capsid
dan RNA polio yang baru bergabung untuk membentuk virus polio baru.
7. Sel
inang membengkak dan meledak, melepaskan ribuan virus polio baru kembali ke
aliran darah.
Terdapat 3 pola dasar pada infeksi
polio :
1. Infeksi
subklinis ( tanpa gejala atau berlangsung kurang dari 72 jam )
-
Demam ringan
-
Sakit kepala
-
Tidak enak badan
-
Nyeri tenggoriokkan
-
Tenggorokkan tampak memerah
-
Muntah
2. Non
paralitik ( gejala berlangsung 1-2 minggu)
-
Demam sedang
-
Kaku kuduk
-
Muntah
-
Diare
-
Kelelahan yang luar biasa
-
Rewel
-
Nyeri atau kaku punggung, lengan ,
tungkai dan perut
-
Ruam kulit atau luka dikulit yang
terasa nyeri
-
Kekakuan otot
-
Paralitik
-
Demam timbul 5-7 hari sebelum gejala
lainnya
-
Sakit kepala
-
Kaku kuduk dan punggung
-
Kelemahan otot asimetrik
-
Onsetnya cepa
-
Segera berkembang
-
Lokasinya tergantung pada bagian
korda spinalis yang terkena
-
Peka terhadap sentuhan
-
Sulit untuk memulai proses berkemih
-
Sembelit
-
Perut kembung
-
Gangguan menelan
-
Nyeri dan kejang otot
UPAYA
PENCEGAHAN
Ada beberapa langkah upaya
pencegahan penyebaran penyakit polio ini, di antaranya adalah:
- Eradikasi
Polio
Dalam
World Health Assembly tahun 1988 yang diikuti oleh sebagian besar negara di
seluruh penjuru dunia dibuat kesepakatan untuk melakukan Eradikasi Polio
(ERAPO) tahun 2000, artinya dunia bebas polio tahun 2000. Program ERAPO yang
pertama dilakukan adalah dengan melakukan cakupan imunisasi yang menyeluruh.
- PIN
(Pekan Imunisasi Nasional)
Selanjutnya,
pemerintah mengadakan PIN pada tahun 1995, 1996 dan 1997. Imunisasi polio yang
harus diberikan sesuai dengan rekomendasi WHO yaitu diberikan sejak lahir
sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang pada saat usia 1,5
tahun; 5 tahun; dan usia 15 tahun.Upaya imunisasi yang berulang ini tentu
takkan menimbulkan dampak negatif. Bahkan merupakan satu-satunya program yang
efisien dan efektif dalam pencegahan penyakit polio.
3. Lordosis
Lordosis adalah salah satu bentuk
kelainan tulang belakang dimana tulang cervical dan thorax melengkung ke arah
depan sehingga penderita tampak seperti sedang membusungkan dada. Lordosis ini
sering juga disebut swayback, saddle back.
Penyebab
Lordosis
Lordosis terjadi karena perbedaan
ketebalan antara bagian depan dan belakang tulang belakang. Kelainan ini dapat
terjadi karena ketegangan otot tulang punggung.
Gejala
dan tanda klinis :
Lordosis ini paling sering
terlewatkan diantara ketiga bentuk kelainan tulang punggung. Bahkan lordosis
ringan cenderung memberikan penampilan gagah. Namun penderita lordosis ini akan
sering mengalami sakit pinggang.
Pemeriksaan
Sama dengan bentuk kelainan tulang
pungung lainnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan penampilan fisik, pengukuran,
dan foto x ray tulang belakang.
Penatalaksanaan
- Penatalaksanaan
bergantung pada tingkat keparahan Lordosis. Pada Lordosis ringan mungkin hanya
diperlukan terapi Rehabilitasi Medik dan Fisioterapi. Sementara pada kasus yang
berat akan membutuhkan ortese khusus (Brace) yang membantu memperbaiki kembali
posisi tulang belakang. Tindakan bedah jarang diperlukan untuk lordosis ini.
Pencegahan
- Pencegahan
meliputi pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer agar
tidak terkena Lordosis danan pencegahan sekunder bertujuan agar Lordosis
ditemukan sedini mungkin. Pencegahan primer dan sekunder meliputi :
o
Duduk dengan posisi yang benar
o
Berolahraga teratur,
o
Diet yang cukup kalsium dan Vit D
o
Periksa ke dokter bila anda
mengalami sakit punggung yang sering berulang.
6. Skoliosis
Skoliosis kini
bermakna sebagai lengkungan ke samping dalam tulang belakang. Hal ini untuk
membedakan bentuk lengkungan tulang belakang yang memang ke arah depan dan
belakang. Cara pengobatannya pun kini lebih bervariasi. Dalam tingkat yang
masih ringan, skoliosis seringkali tidak menimbulkan masalah, namun bila
lengkungan ke samping itu terlalu parah, akan menyebabkan cacat bentuk tulang
belakang yang cukup berat dan bisa mengganggu fungsi tubuh lainnya seperti
jantung dan paru-paru.
Pada skoliosis,
pembengkakan terjadi karena berbagai sebab. Misalnya, karena sikap tubuh salah
yang terus menerus pada saat bekerja. Atau bisa seseorang berjalan miring demi
mencegah rasa sakit. Misalnya, sebagai akibat kelumpuhan atau luka karena
kecelakaan.
Gejala dan Perawatan
Yang terpenting
untuk diperhatikan mengenai skoliosis adalah bahwa keluhan tersebut akan
semakin berat seiring dengan berjalannya pertumbuhan tulang. Makin besar tulang
belakang melengkung menyebabkan gangguan pertumbuhan pada tulang rusuk maupun
tulang belakang. Ketidaklurusan tulang belakang ini akhirnya akan menyebabkan
nyeri persendian di daerah tulang belakang pada usia dewasa dan kelainan bentuk
dada yang dapat mengganggu fungsi jantung dan paru-paru, sehingga mempercepat
kematian.
Skoliosis dengan penyebab yang tidak diketahui
timbul secara perlahan-lahan tanpa adanya rasa sakit. Jika terdapat rasa sakit
pada remaja yang sedang mengalami perkembangan skoliosis, segeralah
memeriksakannya ke dokter untuk mengidentifikasi penyebabnya. Pada tahap perkembangan
dini, skoliosis terlihat berupa perubahan kecil pada penampakan jasmani.
Misalnya, Anda bisa mengamati salah satu bahu yang tampak lebih tinggi atau
tulang belikat yang satu tampak lebih menonjol dibandingkan dengan yang lain.
Umumnya, tanda-tanda skoliosis yang bisa
diperhatikan yaitu tulang bahu yang berbeda, tulang belikat yang menonjol,
lengkungan tulang belakang yang nyata, panggul yang miring, perbedaan ruang
antara lengan dan tubuh. Pemeriksaan lain yang sangat membantu dalam menangani
skoliosis ini adalah foto rontgen tulang belakang. Dari foto rontgen dapat
diukur derajat banyaknya lengkungan yang tidak normal.
Selama itu, salah
satu cara terbaru untuk mengawasi perkembangan skoliosis adalah dengan
topografi Moire, yaitu suatu pemotretan khusus yang memungkinkan pengamatan
tentang perbedaan pada permukaan tubuh tanpa menimbulkan risiko.
Cacat bentuk pada
skoliosis bertambah sesuai dengan pertumbuhan badan. Karenanya, faktor
terpenting dalam menilai kemungkinan hasil akhir skoliosis adalah jumlah
pertumbuhan yang tersisa. Makin berat lengkungan, besar kemungkinan untuk
bertambah parah. Hal ini berarti bahwa lengkungan ringan yang dijumpai pada
seorang anak perempuan berusia 14 tahun mungkin tak akan banyak bertambah,
sedangkan derajat kelengkungan sama yang dijumpai pada seorang anak perempuan
berusia 10 tahun hampir pasti akan meningkat, terutama pada periode
pertumbuhan.
Pengobatan lainnya
yang dilakukan tanpa operasi antara lain latihan jasmani yang dirancang khusus
untuk mencegah terjadinya kelainan yang lebih berat. Hasilnya akan lebih
efektif jika dikombinasikan dengan pemakaian semacam alat penopang. Alat
penopang memberi antara tarikan dan penekanan samping pada lengkungan tulang
belakang. Walaupun cara ini tidak memperbaiki lengkungan yang ada, tapi pada
banyak kasus dapat mencegah kerusakan lebih lanjut selama masa pertumbuhan
anak.
Perawatan dan
penanganan skoliosis memerlukan pengawasan dan pengobatan dalam bentuk yang
cukup lama, menemukan kelainan secara dini dan mengobatinya dengan segera akan
mencegah berlanjutnya cacat bentuk akibat skoliosis.
7. Kifosis
Kifosis adalah
salah satu bentuk kelainan tulang punggung, di mana punggung yang seharusnya
berberntuk kurva dan simetris antara kiri dan kanan ternyata melengkung ke
depan melebihi batas normal. Kelainan ini di masyarakat awam sering disebut
sebagai “Bungkuk”
Penyebab Kifosis
Penyebab Kifosis bermacam-macam. Kelainan
otot, kelainan lahir bawaan, kekurangan vitamin D dan kalisum. Serta diperparah
oleh posisi duduk yang salah
Gejala dan Tand
Sakit leher dan punggung adalah gejala yang
paling sering terjadi. Pada Kifosis yang berat akan terjadi sesak napas karena
paru-paru tidak dapat mengembang sempurna. Seringkali justru orang lain yang
sudah lama tidak bertemu yang menyadari adanya kifosis (kebungkukan) ini.
Penegakan diagnose
Penegakan diagnose dilakukan dengan cara
pemeriksaan fisik dan ditunjang oleh foto Spinal lateral dan AP (antero
posterior).
Penatalaksanaan
-
Penatalaksanaan
bergantung pada tingkat keparahan Kifosis. Pada Kifosis ringan mungkin hanya
diperlukan terapi Rehabilitasi Medik dan Fisioterapi. Sementara pada kasus yang
berat akan membutuhkan ortese khusus (Brace) yang membantu meluruskan kembali
posisi tulang belakang. Pada Kifosis ekstrim seringkali dibutuhkan tindakan
bedah.
Pencegahan
-
Pencegahan meliputi
pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer agar tidak terkena
Kifosis dan pencegahan sekunder bertujuan agar Kifosis ditemukan sedini
mungkin. Pencegahan primer dan sekunder meliputi :
-
Duduk dengan posisi
yang benar
-
Hilangkan kebiasaan
bertopang dagu
-
Berolahraga
teratur,
-
Diet yang cukup
kalsium dan Vit D