Asus VivoBook S200 (foto: Yoga Hastyadi/Okezone)
Asus VivoBook S200 merupakan notebook
Windows 8 yang dibanderol dengan harga cukup terjangkau di kisaran Rp4,9
juta. Notebook tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
seperti mengetik dan menjalankan konten mutimedia dengan fitur tambahan
berupa layar sentuh.
Namun ketika mencobanya pertama kali,
Okezone merasakan sebuah dilema sekaligus inovasi. Terbesit
pertanyaan seberapa bergunakah sebuah layar sentuh bila disematkan ke
dalam notebook. Setelah mencicipi komputer jinjing itu selama beberapa
hari, Okezone menyimpulkan VivoBook S200 layak dicoba pengguna, dengan
catatan kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya.
Desain
Bila
sudah pernah mengenal Zenbook besutan Asus, pengguna yang melirik Vivo
Book pasti akan merasa akrab. Pasalnya Vivo Book S200 memang menerapkan
desain serupa, namun minus garis melingkar yang menghiasi cover Zenbook.
Cover
komputer jinjing ini menggunakan bahan polished aluminum dengan logo
Asus di bagian tengah. Penggunaan bahan aluminum membuat Vivo Book
tampil dengan cita rasa mewah, meski ukuran harga komputer jinjing
tersebut masih cukup terjangkau.
Tubuh Vivo Book termasuk ramping
dengan ketebalan hanya 2,17 centimeter. Bobotnya 1,3 kilogram sudah
tepat untuk ukuran 11,6 inci yang mempertimbangkan kemudahan menjinjing.
Setidaknya punggung yang menggendongnya tidak akan terlalu cepat pegal.
Bila
melirik ke sisi kanan Vivo Book, pengguna akan menemukan empat buah
port konektivitas, yaitu VGA, slot MMC/SD, USB3.0 dan jack audio
3,5 milimeter. Sedangkan di sisi kiri terdapat port pengisian daya,
HDMI, LAN, dua USB2.0 dan slot untuk memasang kunci.
Lubang
pembuangan panas disematkan Asus ke bagian belakang Vivo Book, tepatnya
di sela-sela lipatan layar dan bodi. Sementara untuk lubang penghasil
suara disematkan di sisi kanan dan kiri komputer jinjing tersebut.
Sayangnya baterai komputer jinjing ini dibuat unibody, sehingga
pengguna tidak mudah untuk menggantinya.
Namun soal baterai ini
tidak perlu dipusingkan, karena jika menggantinya dengan baterai yang
memiliki cell lebih besar pun malah akan menambah bobot dan
mengurangi kenyamanan saat menggendongnya.
Kinerja
Urusan
kinerja Vivo Book tidak perlu dikhawatirkan. Setidaknya dengan adanya
otak berupa Intel Core i3 1,8GHz dan RAM 4GB, segala kebutuhan komputasi
sehari-hari sudah dapat terpenuhi. Ruang penyimpanan seluas 500GB yang
disematkan di dalamnya tidak kurang banyak jika digunakan menyimpan data
sehari-hari penggunanya. Permainan game sederhana, musik,
memutar video HD maupun mengetik pekerjaan sehari-hari dapat dilakukan
dengan mulus tanpa kendala.
Sayangnya, jika Anda penggemar game
3D, Vivo Book ini tidak dapat menjanjikan banyak hal. Di dalamnya hanya
disematkan kartu grafis Intel HD Graphics 4000 yang cukup untuk
mendukung tampilan gambar, video dan game sederhana dengan
mulus.
Layar berupa panel TN yang digunakan pun tidak terasa
menyakiti mata. Kontras warna terjaga dengan apik ketika digunakan untuk
menonton film. Selain itu sentuhan tangan direspon dengan baik.
Fitur
sentuhan tampaknya tidak begitu berarti selain sebagai cara tambahan
dalam navigasi komputer jinjing. Tapi bukan berarti fitur ini tidak
bermanfaat. Dengan respon layar sentuh yang mulus, Okezone merasakan
fitur tersebut memberikan kenyamanan lebih saat komputer jinjing
digunakan untuk membaca dokumen atau buku. Terutama dalam hal navigasi
atau scrolling halaman demi halaman dan soal perbesaran serta
perkecilan tampilan layar yang menjadi lebih mudah.
Okezone pun
mencobanya menggunakan game klasik Civilization IV: Beyond the
Warlords dan menyetelnya pada spesifikasi grafis tertinggi. Hasilnya, game
tetap bisa berjalan dengan mulus bahkan ketika peta dunia telah
terbuka seluruhnya dan pasukan yang digunakan semakin banyak.
Sayangnya
jika digunakan bermain game tersebut, baterai Vivo Book S200
hanya mampu bertahan sekira 2 jam 20 menit. Sementara itu, jika
digunakan untuk pekerjaan mengetik dan menjelajah internet bisa bertahan
sampai sekira 5 jam. Dalam keadaan standby, baterai bisa
bertahan sampai 2 pekan.
Penggunaan selama lebih dari 2 jam juga
membuat bagian bawah komputer jinjing ini menjadi cukup panas. Meskipun
tidak sampai menjadi gangguan parah, panasnya cukup untuk membuat
pengguna merasa kurang nyaman jika meletakkannya di atas pangkuan dalam
waktu lama.
Satu lagi yang perlu menjadi pertimbangan tentu soal
suara. Dan ternyata hal ini bukan faktor yang perlu memicu kekhawatiran
pengguna Vivo Book S200. Jeleknya, suara yang dihasilkan oleh speaker
bawaan komputer jinjing ini memang tidak bisa dikatakan nyaring.
Kelebihannya, teknologi Sonic Master besutan Asus menghasilkan suara
yang cukup presisi dan nyaman di telinga. Suara memang cenderung
trebble, namun terdengar stabil.
Akhir kata, komputer jinjing
Vivo Book S200 ini tergolong biasa saja. Namun harga yang ditawarkan di
kisaran Rp4,9 juta menjadi tidak percuma karena desain yang premium,
layar sentuh dan trackpad yang responsif, serta kemampuannya
untuk memenuhi kebutuhan mengetik, video atau musik sehari-hari.
Kekurangan
yang terasa ada dalam hal kinerja baterai, keterbatasan sudut pandang
layar TN serta bobot. Sudut pandang layar yang terbatas membuat pengguna
mesti menyesuaikan ulang letak layar jika berubah posisi. Mestinya
komputer jinjing ini masih bisa dibuat lebih ringan dengan daya tahan
baterai yang lebih lama. (yhw)